PONTIANAK – Sejumlah kontainer tepung kratom asal Indonesia dikembalikan dari Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir. Kendati tercatat diekspor dari provinsi lain, kata Rudyzar, bahan baku tepung kratom tersebut sebagian besar berasal dari Kalimantan Barat.
“Dua bulan lalu ada 14 kontainer. Sementara bulan ini ada 7 kontainer yang ditolak,” ujar Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar, Rudyzar Zaidar Mochtar kepada Pontianak Post, Minggu (21/5).
Pengembalian kontainer tersebut lantaran produk yang dikirim tidak lolos uji kualitas. Pasalnya, lanjut Rudyzar, pembeli menemukan bahwa tepung kratom yang dikirim banyak dicampur dengan bahan lain.
“Dibilang kratom kita kadar mitroginanya rendah. Bahkan katanya ada yang dicampur tepung terigu dan tepung daun tumbuhan lain. Kita tidak tahu apakah benar atau tidak laporan ini,” sebut dia.
Dia juga merasa heran dengan adanya peningkatan ekspor kratom asal Indonesia belakangan ini. Pasalnya produksi di tingkat petani tidak mengalami lonjakan yang drastis.
Orang yang juga bergelut di sektor ekspor kratom ini pun berharap, para eksportir asal Indonesia tidak melakukan kecurangan demi meningkatkan volume pengirimannya. Pasalnya hal itu merugikan semua pihak. Termasuk petani di daerah.
“Kalau ada yang nakal, yang kena kita semua. Permintaan menjadi menurun dan harga menjadi anjlok, terutama di tingkat petani,” ungkap dia.
Apalagi, kata Rudyzar, dalam beberapa tahun terakhir harga kratom di internasional tengah anjlok.
“Harga krarom sekarang sedang jatuh karena adanya kelebihan suplai itu tadi. Jadinya yang terjadi adalah persaingan harga yang tak sehar di tingkat eksportir,” ucapnya.
Pihaknya dan sejumlah asosiasi lain pun mendorong pemerintah untuk mengintervensi dan memberlakukan aturan terkait produksi kratom ekspor.
“Kami sangat menyetujui adanya standar produksi yang di tetapkan. Kami sendiri secara internal terus mengedukasi dan mensosialisasikan ke para pelaku usaha perbaikan kualitas produk grade internasional,” jelasnya.
Tutur dia, harga kratom terus dulu harganya menarik, sehingga memicu banyak orang membuka lahan. Sementara kualitas produk dari setiap daerah itu berbeda-beda.
“Paling bagus kualitasnya itu di Kapuas Hulu, Sintang dan daerah perbatasan. Tetapi sekarang banyak daerah sudah menanam, dengan kualitas mitrogina yang rendah,” sebutnya.
Pihaknya mendorong pemerintah untuk mengintervensi dan memberlakukan aturan terkait produksi kratom ekspor.
“Ini untuk melindungi petani dan pelaku usaha lokal di bidang kratom ini. Harus ada syarat minimum bagi eksportir yang bisa melakukan ekspor. Supaya tertib dan teratur,” sebutnya.
Rudyzar mengatakan, saat ini harga pasaran internasional kratom tiap kilogram dalam bentuk tepung tinggal empat dolar Amerika Serikat saja. Angka ini hanya sepersepuluh dari harga beberapa bulan lalu.
“Dulu untuk powder satu kilogramnya bisa 40 dolar per kg. Di tingkat petani harga daun basah tinggal Rp4.000 dan daun kering remahan sekitar Rp20.000-30.000, tergantung kualitas,” sebut dia.
Selain itu, kata dia, saat ini ekspor kratom sebagian dijalankan via Jakarta. Beberapa penampung di sana memborong kratom Kalbar. Akibatnya, pemerintah daerah tidak mendapatkan pajak ekspor dari pengiriman tumbuhan yang menjadi obat herbal tersebut.
Rudyzar berharap ada aturan yang mengatur hal ini. “Ini untuk melindungi petani dan pelaku usaha lokal di bidang kratom ini. Sebaiknya ekspor dilakukan di Pontianak, sehingga pajaknya masuk ke daerah. Gubernur bisa melakukan diskresi untuk hal ini,” ucap dia.
Namun Perda ini jangan sampai menimbulkan praktik monopoli atau oligopoli ekspor. Kendati dia setuju harus ada syarat minimum bagi eksportir yang bisa melakukan ekspor.
“Misalnya minimal harus ada gudang seluas 2.000 meter per segi. Eksportir harus punya fasilitas penggilingan dan pengeringan yang standar. Supaya tertib dan teratur. Selain itu daerah juga harus mendapatkan PAD, karena ini adalah salah satu produk unggulan warga Kalbar,” sebutnya.
Dia mencontohkan komoditas kopi dan sejumlah produk lainnya, yang harganya selalu stabil. “Di komoditas kopi misalnya ada kuota ekspor yang diberikan kepada pelaku usaha. Syaratnya mereka harus punya tempat produksi yang standar. Akibatnya jadi lebih terkontrol, kalau ada fluktuasi harga paling hanya tipis saja. tidak seperti kratom yang ekstrem anjloknya,” paparnya. (ars)