Bursa Pertukaran Inovasi PID Ketapang
KETAPANG – Dalam pengelolaan pembangunan desa diperlukan sinkronisasi dan sinergisitas berbagai komponen. Penegasan tersebut disampaikan Bupati Ketapang melalui Sekda H. Farhan, SE, M.Si, saat membuka Bursa Pertukaran Inovasi Pada Program Inovasi Desa (PID) Kabupaten Ketapang, Kamis (5/9) di Gedung Pancasila.
Sinergisitas yang dimaksud Sekda menyangkut konsep dan paradigma, mulai dari tahapan perencanaan sampai pertanggungjawaban, sehingga terwujud desa yang maju menuju masyarakat sejahtera. Menurut Sekda, saat ini desa-desa sedang melaksanakan kegiatan perencanaan dan penganggaran, guna merumuskan program kegiatan prioritas untuk tahun anggaran 2020. “Untuk mengefektifkan perencanaan pembangunan desa, maka para perencana desa perlu
mengembangkan wawasan yang inovatif,” tegas Sekda menyampaikan arahan Bupati di hadapan para kepala dinas yang berkaitan dengan program inovasi desa, Tim Inovasi Kabupaten Program Inovasi Desa Kabupaten Ketapang, para camat dan tim tenaga ahli pemberdayaan masyarakat PMD, para kepala desa, ketua BPD, pendamping desa, dan pendamping lokal.
Ia menjelaskan, salah satu caranya yaitu dengan belajar dari cerita suskes dan inovatif dari desa lainnya. Tiga tahun terakhir ini, dijelaskan dia, bagaimana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) masih melaksanakan PID. Di mana melalui program ini, dijelaskan dia bagaimana Kemendesa PDTT telah mendokumentasikan pengalaman inovasi desa, lalu mendiseminasikannya melalui kegiatan bursa pertukaran inovasi. Sehingga, harapan dia, pertukaran pengetahuan antardesa seperti ini berjalan dan proses pembelajaran satu sama lain bekerja, serta menghasilkan sistem perencanaan pembangunan yang efektif. “Karena memiliki daya inovatif sebagaimana yang kita harapkan,” ucapnya.
Diterangkannya, Indonesia saat ini sedang giat membangun. Ia menjelaskan bagaimana pendekatan pembangunan sejak 2015 sedikit berbeda dengan sebelumnya. “Karena kita memilih membangun dari pinggir, yaitu membangun Indonesia dari desa,” kata dia.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diakui dia, menjadi salah satu dasar diterapkannya strategi tersebut. Undang-undang ini, menurut dia, telah menjadikan kewenangan dan keuangan telah diserahkan sepenuhnya oleh
pemerintah kepada desa, untuk mengelola sesuai dengan kebutuhan prioritas, serta berlandaskan musyawarah mufakat di tingkat desa. Selama 5 tahun berjalan pemerintah secara konsisten ditegaskan dia telah meningkatkan jumlah transfer dana desa. “Kinilah saat yang tepat bagi desa untuk menjalankan amanah dari rakyat tersebut,” kata Sekda menerangkan.
Pemkab, dikatakan dia hanyalah mandataris yang bertugas mengawal, membimbing, membina, mengawasi, dan memfasilitasi bagaimana desa dalam melaksanakan amanah tersebut. “Yaitu mengelola dana desa menjadi energi pembangunan nasional yang mampu melahirkan kesejahteraan dan kemakmuran dari desa,” timpal dia.
Undang-Undang Desa dijelaskan Sekda sangat jelas mengakui kewenangan, baik yang bersifat rekognisi maupun subsidiaritas kepada desa sebagai energi utama, untuk berprakarsa membangun dan memberdayakan desa menuju desa yang mandiri dan sejahtera, serta bersandarkan nilai-nilai demokrasi. Kebijakan pembangunan yang sentralistik, diakui dia, sungguh telah melambatkan pembangunan nasional karena semua prakarsa pembangunan desa ditentukan oleh pusat.
Karenanya, semangat Indonesia menempatkan desa sebagai beranda depan pembangunan nasional, menurut dia, perlu disambut dengan kesiapan desa melaksanakan Undang-Undang Desa yang bersemangatkan membangun desa dari dalam. (afi/ser)