23.9 C
Pontianak
Monday, June 5, 2023

Sering Blankspot, Namun Dapur Emak Tetap Menggepul

Pandemi COVID-19 hampir membuat semua lini bisnis kewalahan. Bisnis kelas bawah, menengah, sampai bisnis kelas atas ikut terdampak. Bisnis asal hulu sampai ke hilir juga terimbas. Bisnis dari wilayah ujung negeri Kalimantan Barat, Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia ikut kelimpungan. Bagaimana ceritanya?

Deny Hamdani-Kapuas Hulu.

“Jualan satu saja, dalam satu bulan sudah bersyukur bang. Mau jual banyak siapa juga mau beli,” ucap Rafi, salah satu penangkar ikan arwana atau ikan siluk berkeluh-kesah di Kapuas Hulu beberapa waktu lalu.

Rafi adalah pebisnis sekaligus penangkar muda arwana jenis super red. Sebutan latinnya, scleropages formosus. Tempat kelahirannya di Desa Nanga Suhaid, Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu. Rafi dan keluarganya, sudah turun-temurun berbisnis ikan purba dari ujung negeri Provinsi Kalimantan Barat ini.

Bisnis ikan siluknya memang sengaja dipilih di rumah. Bukan di lokasi perkotaan atau ibukota Kalbar, Kota Pontianak. Lokasi rumahnya adalah tempat tinggal sekaligus lokasi berjualan dan tempat berkembang biaknya ikan endemi asli lokal Kapuas Hulu ini. Selain, punya banyak aquarium, juga kolam penangkaran. “Kolam penangkaran ada. Punya orang tua. Banyak anakan juga dibesarkan di dalamnya,” kata Rafi.

Lokasi rumahnya memang terpencil di pedalaman Kalbar. Namun Desa Nanga Suhaid punya ciri khas. Di kalangan pemain arwana, nama Nanga Suhaid dikenal sebagai tempat paling ideal pengembangbiakan ikan arwana. Sebab kadar airnya sangat cocok dengan habitat alam dari ikan kayangan ini. “Hasil kolam dari Nanga Suhaid sangat bagus membesarkan ikan siluk,” tuturnya.

Hanya saja, menuju lokasi rumah juga Rafi bukan perkara gampang. Jarak tempuhnya saja, dari pusat ibukota Kalbar, Kota Pontianak berkisar 456,9 kilometer. Atau tepatnya sekitar 9 jam 3 menit perjalanan melalui jalur darat.

Desa Nanga Suhaid adalah 1 dari 11 desa yang berada di Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Kalbar sendiri diketahui memiliki 14 Kabupaten/Kota. Beberapa kabupaten diketahui berbatasan langsung dengan negeri Jiran, Malaysia.

Kabupaten Kapuas Hulu tercatat memiliki 23 kecamatan, 4 kelurahan, dan 278 desa. Secara demografi jumlah penduduk hasil data tahun 2019 berjumlah 245.988 jiwa.  Secara geografis, luasan wilayah Kapuas Hulu yakni seluas 29.842 kilo meter persegi. Nama, Nanga Suhaid sendiri sudah lama dikenal sebagai lokasi pembesaran  favorit ikan naga, dalam sebutan dari mitologi Tionghoa ini.

Sebagai wilayah terujung di Kalbar, kabupaten Kapuas Hulu memiliki batas wilayah langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Ada namanya Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Nanga Badau-Indonesia. Batasnya langsung dengan PLBN Lubok Antu, Serawak-Malaysia.

Baca Juga :  Tujuh Kiat Tangkal Hoax Ala Sekdiskominfo

Meskipun berada di ujung Borneo, Kabupaten Kapuas Hulu juga memiliki komoditas andalan lain. Ikan siluk sudah dikenal lama. Tanaman tengkawang sampai tanaman kratom, sekarang jadi komoditi andalan warga. Kratom atau mitragyna speciosa bahkan  sampai diekspor ke Amerika sampai Eropa. “Saya juga main kratom bang. Tapi tidak banyak,” ungkap Rafi.

Ongkos ke rumah Rafi dari Kota Pontianak juga tak kecil. Lewat jalur cepat, yakni jalur darat dari ibukota Kalbar, Kota Pontianak, dana ratusan hingga jutaan wajib disiapkan. Sementara memakai transportasi air sungai kapuas sebagai salah satu sungai terpanjang di Indonesia, butuh waktu berhari-hari sampai ke sana.

Kendaraan airnyajuga hanya kapal Bandong, yang tahun 1980-1999, pernah jadi primadona moda transportasi masyarakat perhuluan Kalbar. Melalui jalur air, selain membawa manusia juga difungsikan membawa barang-barang kebutuhan pokok.

Rafi yang tengah bercengkrama bersama adiknya, Faris Faruqi pelajar kelas 1 SMPN Nanga Suhaid mengatakan keluarganya sudah lama berbinis ikan siluk. Sebelum Pandemi COVID-19 menglobal, jualannya cukup laris manis. Rafi menjajakan atau memasarkan ke penampungan di Kota Pontianak.

Sayangnya, selama pandemi Covid-19, bisnis arwananya kian terjepit. Pasaran lagi sepi, termasuk penampungan. Penampung inilah yang biasanya menjajakan sampai ke luar negeri. Dampak Pandemi COVID-19, pasaran Luar negeri juga belum berani membeli banyak. Sementara di Kalbar, khususnya Kabupaten Kapuas Hulu tidak sedikit penangkar dan pebisnis ikan siluk ini.

Peliharaan ikan Rafi sebetulnya beragam. Dulu, berbagai jenis arwana lokal sampai arwana habitat asli luar Indonesia pernah dipelihara dan dibesarkan. Ikan yang disebut ikan kayangan ini banyak jenisnya.

Ada, arwana merah super red (chili and blood red), ikan endemi asli Kapuas Hulu masuk jajaran strata teratas. Jenis golden (cross back, cross back golden) golden varietas cross back alias arwana golden, golden ekor merah  atau arwana golden Indonesia pernah ditangkarnya.

Varietas lain seperti arwana hijau, arwana banjar merah Kelas 2 jenis red spotted pearl dan jardini arwana irian pernah dijualnya juga. “Untuk sekarang, pembeli lagi gandrung silver arwana atau osteoglossum bicirrhosum,” ucapnya.

Walaupun bisnis arwana didera kelesuan, semangat pemuda ini tidak kendor. Demi membantu perekonomian keluarga, dia bersama adiknya tidak tinggal diam. Keduanya memarketkan produk sendiri melalui aneka medsos (media sosial).

Jejaring facebook dan instagram adalah kesukaannya, selain twitter, whatsapp dengan telegram. “Sekarang jualannya lewat medsos saja. Sangat berguna. Ada saja yang pesan. Tetapi kebanyakan anakan untuk dibesarkan,” ucapnya.

“Kuncinya jualan jujur saja di medsos. Jangan nipu. Penjual jujur dan dikenal, biasanya direkomendasikan ke konsumen lain,” sambung Rafi.

Baca Juga :  Tetap Taati Prokes Meski Sudah Divaksin

Untuk harga, ikan siluk jenis unggulan tidaklah murah. Dari jutaan, belasan sampai ratusan juta rupiah. Arwana seharga ratusan juta, biasanya berlabel ikan menang kontes. Sementara ikan kategori kelas biasa, bisa ratusan ribu hingga jutaan saja.

Jualan ikan kategori dewasa, tak mudah di zaman pandemi COVID-19, seperti sekarang. Kebanyakan yang dijual Rafi adalah anakan. Ia akan menjualnya, asalkan hitungan cuan (untung) memang masuk. “Asal ada untung saja, saya lepas. Yang penting dapur emak tetap mengepul,” kata pria berperawakan tinggi kurus ini.

Pembeli ikan siluk Rafi, beragam. Tak hanya kalangan lokal Kapuas Hulu, juga berasal dari kabupaten lain termasuk asal luar Kalimantan Barat. Dari luar negeri yang sengaja membidik foto-foto arwana di medsosnya juga ada. Hanya terkadang pembeli dari negara lain sering membuat repot. “Ada yang minta barangnya datang duluan baru ditransfer. Mana saya mau,” ujarnya.

Rafi, sedang mencari sinyal hingga ke luar rumah supaya dapat berkomunikasi dan bermain medsos untuk memasarkan ikan-ikan siluk peliharaannya.

Blanck Spot Area

Memasarkan arwana dari medsos ternyata tak mudah. Tingga di daerah ujung Kalbar, Rafi kerap kesulitan sinyal. Sebab di daerahnya masih ada Blank Spot Area (daerah tanpa sinyal telekomunikasi). Daerah-daerah tersebut umumnya jauh dari jalur sebaran sinyal dan pemancar.

Dia pernah mendapat pengalaman tak nyaman. Pembeli asal Jakarta menelponnya. Kebetulan waktu itu, Rafi tengah derada di wilayah tanpa sinyal seharian. “Karena nomor saya tidak bisa dihubungi, pelanggan akhirnya beralih ke pembeli lain. Buntung deh,” katanya menggerutu.

Kapuas Hulu banyak memiliki Area Blank Spot. Penyebabnya adalah luasan wilayah sampai lokasi pemukiman penduduk saling berjauhan. Makanya, pantulan sinyal juga sulit diterima pemakai telepon seluruh.

Jualan Aquarium Meningkat

Andrian, pengusaha Aquarium di Kabupaten Kapuas Hulu menyebutkan antusiasme masyarakat membudidayakan ikan arwana masih cukup tinggi. Di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, kolam penangkaran dan Aquarium warga banyak terisi ikan siluk.

Dia bahkan mengaku kelebihan pemesanan Aquarium pada masa corona. Itu karena tingginya peminat ikan arwana, akibat harga jualnya mengalami penurunan.

“Turunnya harga jual ikan arwana diakibatkan pandemi global Covid-19. Kondisi ini dimanfaatkan sebagian masyarakat membeli anakan arwana. Harapannya apabila kondisi sudah normal, harga jual jika sudah besar akan melonjak drastis,” ucapnya.

Agus, pembeli anakan Arwana Super Red mengaku sengaja membeli anakan Arwana untuk investasi, jika sudah besar. “Saya sengaja membeli dua anakan arwana jenis unggul. Tujuannya agar dapat dijual kembali, apabila sudah besar,” kata pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi ini singkat saja.**

Pandemi COVID-19 hampir membuat semua lini bisnis kewalahan. Bisnis kelas bawah, menengah, sampai bisnis kelas atas ikut terdampak. Bisnis asal hulu sampai ke hilir juga terimbas. Bisnis dari wilayah ujung negeri Kalimantan Barat, Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia ikut kelimpungan. Bagaimana ceritanya?

Deny Hamdani-Kapuas Hulu.

“Jualan satu saja, dalam satu bulan sudah bersyukur bang. Mau jual banyak siapa juga mau beli,” ucap Rafi, salah satu penangkar ikan arwana atau ikan siluk berkeluh-kesah di Kapuas Hulu beberapa waktu lalu.

Rafi adalah pebisnis sekaligus penangkar muda arwana jenis super red. Sebutan latinnya, scleropages formosus. Tempat kelahirannya di Desa Nanga Suhaid, Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu. Rafi dan keluarganya, sudah turun-temurun berbisnis ikan purba dari ujung negeri Provinsi Kalimantan Barat ini.

Bisnis ikan siluknya memang sengaja dipilih di rumah. Bukan di lokasi perkotaan atau ibukota Kalbar, Kota Pontianak. Lokasi rumahnya adalah tempat tinggal sekaligus lokasi berjualan dan tempat berkembang biaknya ikan endemi asli lokal Kapuas Hulu ini. Selain, punya banyak aquarium, juga kolam penangkaran. “Kolam penangkaran ada. Punya orang tua. Banyak anakan juga dibesarkan di dalamnya,” kata Rafi.

Lokasi rumahnya memang terpencil di pedalaman Kalbar. Namun Desa Nanga Suhaid punya ciri khas. Di kalangan pemain arwana, nama Nanga Suhaid dikenal sebagai tempat paling ideal pengembangbiakan ikan arwana. Sebab kadar airnya sangat cocok dengan habitat alam dari ikan kayangan ini. “Hasil kolam dari Nanga Suhaid sangat bagus membesarkan ikan siluk,” tuturnya.

Hanya saja, menuju lokasi rumah juga Rafi bukan perkara gampang. Jarak tempuhnya saja, dari pusat ibukota Kalbar, Kota Pontianak berkisar 456,9 kilometer. Atau tepatnya sekitar 9 jam 3 menit perjalanan melalui jalur darat.

Desa Nanga Suhaid adalah 1 dari 11 desa yang berada di Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Kalbar sendiri diketahui memiliki 14 Kabupaten/Kota. Beberapa kabupaten diketahui berbatasan langsung dengan negeri Jiran, Malaysia.

Kabupaten Kapuas Hulu tercatat memiliki 23 kecamatan, 4 kelurahan, dan 278 desa. Secara demografi jumlah penduduk hasil data tahun 2019 berjumlah 245.988 jiwa.  Secara geografis, luasan wilayah Kapuas Hulu yakni seluas 29.842 kilo meter persegi. Nama, Nanga Suhaid sendiri sudah lama dikenal sebagai lokasi pembesaran  favorit ikan naga, dalam sebutan dari mitologi Tionghoa ini.

Sebagai wilayah terujung di Kalbar, kabupaten Kapuas Hulu memiliki batas wilayah langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Ada namanya Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Nanga Badau-Indonesia. Batasnya langsung dengan PLBN Lubok Antu, Serawak-Malaysia.

Baca Juga :  Taman Sebalo Ditutup Sementara

Meskipun berada di ujung Borneo, Kabupaten Kapuas Hulu juga memiliki komoditas andalan lain. Ikan siluk sudah dikenal lama. Tanaman tengkawang sampai tanaman kratom, sekarang jadi komoditi andalan warga. Kratom atau mitragyna speciosa bahkan  sampai diekspor ke Amerika sampai Eropa. “Saya juga main kratom bang. Tapi tidak banyak,” ungkap Rafi.

Ongkos ke rumah Rafi dari Kota Pontianak juga tak kecil. Lewat jalur cepat, yakni jalur darat dari ibukota Kalbar, Kota Pontianak, dana ratusan hingga jutaan wajib disiapkan. Sementara memakai transportasi air sungai kapuas sebagai salah satu sungai terpanjang di Indonesia, butuh waktu berhari-hari sampai ke sana.

Kendaraan airnyajuga hanya kapal Bandong, yang tahun 1980-1999, pernah jadi primadona moda transportasi masyarakat perhuluan Kalbar. Melalui jalur air, selain membawa manusia juga difungsikan membawa barang-barang kebutuhan pokok.

Rafi yang tengah bercengkrama bersama adiknya, Faris Faruqi pelajar kelas 1 SMPN Nanga Suhaid mengatakan keluarganya sudah lama berbinis ikan siluk. Sebelum Pandemi COVID-19 menglobal, jualannya cukup laris manis. Rafi menjajakan atau memasarkan ke penampungan di Kota Pontianak.

Sayangnya, selama pandemi Covid-19, bisnis arwananya kian terjepit. Pasaran lagi sepi, termasuk penampungan. Penampung inilah yang biasanya menjajakan sampai ke luar negeri. Dampak Pandemi COVID-19, pasaran Luar negeri juga belum berani membeli banyak. Sementara di Kalbar, khususnya Kabupaten Kapuas Hulu tidak sedikit penangkar dan pebisnis ikan siluk ini.

Peliharaan ikan Rafi sebetulnya beragam. Dulu, berbagai jenis arwana lokal sampai arwana habitat asli luar Indonesia pernah dipelihara dan dibesarkan. Ikan yang disebut ikan kayangan ini banyak jenisnya.

Ada, arwana merah super red (chili and blood red), ikan endemi asli Kapuas Hulu masuk jajaran strata teratas. Jenis golden (cross back, cross back golden) golden varietas cross back alias arwana golden, golden ekor merah  atau arwana golden Indonesia pernah ditangkarnya.

Varietas lain seperti arwana hijau, arwana banjar merah Kelas 2 jenis red spotted pearl dan jardini arwana irian pernah dijualnya juga. “Untuk sekarang, pembeli lagi gandrung silver arwana atau osteoglossum bicirrhosum,” ucapnya.

Walaupun bisnis arwana didera kelesuan, semangat pemuda ini tidak kendor. Demi membantu perekonomian keluarga, dia bersama adiknya tidak tinggal diam. Keduanya memarketkan produk sendiri melalui aneka medsos (media sosial).

Jejaring facebook dan instagram adalah kesukaannya, selain twitter, whatsapp dengan telegram. “Sekarang jualannya lewat medsos saja. Sangat berguna. Ada saja yang pesan. Tetapi kebanyakan anakan untuk dibesarkan,” ucapnya.

“Kuncinya jualan jujur saja di medsos. Jangan nipu. Penjual jujur dan dikenal, biasanya direkomendasikan ke konsumen lain,” sambung Rafi.

Baca Juga :  Pekerja Positif Covid-19 Diserahkan ke Pemkab

Untuk harga, ikan siluk jenis unggulan tidaklah murah. Dari jutaan, belasan sampai ratusan juta rupiah. Arwana seharga ratusan juta, biasanya berlabel ikan menang kontes. Sementara ikan kategori kelas biasa, bisa ratusan ribu hingga jutaan saja.

Jualan ikan kategori dewasa, tak mudah di zaman pandemi COVID-19, seperti sekarang. Kebanyakan yang dijual Rafi adalah anakan. Ia akan menjualnya, asalkan hitungan cuan (untung) memang masuk. “Asal ada untung saja, saya lepas. Yang penting dapur emak tetap mengepul,” kata pria berperawakan tinggi kurus ini.

Pembeli ikan siluk Rafi, beragam. Tak hanya kalangan lokal Kapuas Hulu, juga berasal dari kabupaten lain termasuk asal luar Kalimantan Barat. Dari luar negeri yang sengaja membidik foto-foto arwana di medsosnya juga ada. Hanya terkadang pembeli dari negara lain sering membuat repot. “Ada yang minta barangnya datang duluan baru ditransfer. Mana saya mau,” ujarnya.

Rafi, sedang mencari sinyal hingga ke luar rumah supaya dapat berkomunikasi dan bermain medsos untuk memasarkan ikan-ikan siluk peliharaannya.

Blanck Spot Area

Memasarkan arwana dari medsos ternyata tak mudah. Tingga di daerah ujung Kalbar, Rafi kerap kesulitan sinyal. Sebab di daerahnya masih ada Blank Spot Area (daerah tanpa sinyal telekomunikasi). Daerah-daerah tersebut umumnya jauh dari jalur sebaran sinyal dan pemancar.

Dia pernah mendapat pengalaman tak nyaman. Pembeli asal Jakarta menelponnya. Kebetulan waktu itu, Rafi tengah derada di wilayah tanpa sinyal seharian. “Karena nomor saya tidak bisa dihubungi, pelanggan akhirnya beralih ke pembeli lain. Buntung deh,” katanya menggerutu.

Kapuas Hulu banyak memiliki Area Blank Spot. Penyebabnya adalah luasan wilayah sampai lokasi pemukiman penduduk saling berjauhan. Makanya, pantulan sinyal juga sulit diterima pemakai telepon seluruh.

Jualan Aquarium Meningkat

Andrian, pengusaha Aquarium di Kabupaten Kapuas Hulu menyebutkan antusiasme masyarakat membudidayakan ikan arwana masih cukup tinggi. Di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, kolam penangkaran dan Aquarium warga banyak terisi ikan siluk.

Dia bahkan mengaku kelebihan pemesanan Aquarium pada masa corona. Itu karena tingginya peminat ikan arwana, akibat harga jualnya mengalami penurunan.

“Turunnya harga jual ikan arwana diakibatkan pandemi global Covid-19. Kondisi ini dimanfaatkan sebagian masyarakat membeli anakan arwana. Harapannya apabila kondisi sudah normal, harga jual jika sudah besar akan melonjak drastis,” ucapnya.

Agus, pembeli anakan Arwana Super Red mengaku sengaja membeli anakan Arwana untuk investasi, jika sudah besar. “Saya sengaja membeli dua anakan arwana jenis unggul. Tujuannya agar dapat dijual kembali, apabila sudah besar,” kata pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi ini singkat saja.**

Most Read

Artikel Terbaru