SUKADANA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat (Kalbar) menyoroti tindak lanjut penanganan dugaan tumpahan Minyak Kotor (Miko) di sekitar perairan Pulau Panebang, Desa Pelapis, Kecamatan Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Sebab, hal tersebut agar dapat memastikan jika laut di sekitar Kepulauan Karimata terhindar dari pencemaran, atas tongkang terbalik dalam perjalanan dari Pontianak menuju Jambi.
Mengenai hal ini, Kadiv Kajian dan Kampanye Walhi Kalimantan Barat (Kalbar) Hendrikus Adam mengungkapkan, atas terjadinya tumpahan minyak kotor harus adanya pertanggungjawaban dari pihak terkait. Terlebih kata dia, memastikan air laut di sekitar terhindar dari pencemaran.
“Usaha untuk memastikan laut terhindari dari pencemaran harus terus dilakukan. Memulangkan tongkang ke asalnya di Jambi tanpa ada kejelasan penyelesaian kasus ini dalam penindakannya merupakan solusi yang pantas dipertanyakan,”terangnya kepada Pontianak Post, Selasa (8/3).
Apa lagi, lanjut dia jika permasalahan ini tidak adanya ujung pangkal dalam pertanggung jawaban dari pemilik patut untuk dipertanyakan.
“Tumpahnya minyak kotor kernel sawit di perairan dari tongkang pengangkut sekitar Pulau Penebang, Desa Pelapis, Kecamatan Karimata, Kabupaten Kayong Utara 16 Januari 2022 lalu yang tidak kunjung ada progres bentuk pertanggungjawaban pelaku patut dipertanyakan,” katanya.
“Pasalnya selain sudah lama berlalu, kasus ini bahkan beresiko menguap tanpa kabar. Sehingga juga berpotensi menjadikan upaya penegakan hukum kasus ini jalan ditempat atau terhenti,” sambungnya.
Apa lagi, menurut dia hingga saat ini belum ada keterbukaan informasi kepemilikan tongkang, maupun kepemilikan kernel sawit, menurut dia mengotori laut tersebut.
“Selain itu pasca tumpahan minyak Januari hingga Maret saat ini belum pula informasi terbuka mengenai pemilik tongkang maupun pemilik kernel sawit yang dikabarkan 8,4 ton yang mengotori laut tersebut,” tambahnya.
Apalagi, lanjut dia, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) maupun pihak terkait lainnya harus mendorong agar adanya upaya penindakan atas kejadian tersebut dengan tujuan kedepan tidak terulang kembali.
“Tidak cukup sebetulnya jika hanya mengandalkan ada tidaknya laporan dari lapangan mengenai sebaran potensi wilayah cagar alam (CA) laut Karimata yang dicemari atau tidak. Karenanya sebagaimana kami sampaikan sejak awal bahwa pihak BKSDA maupun pihak terkait lainnya mesti telah melakukan penelusuran dan mendorong adanya upaya penindakan atas kejadian ini untuk mencegah keterulangan berikutnya,” jelasanya.
Selanjutnya, menurut dia, ada hal tidak kalah penting mengenai hasil pengiriman sampel air laut yang dikirim ke laboratorium agar publik dan masyarakat luas mengetahui keseriusan dalam penanganan hal ini.
“Pengiriman sampel atas pencemaran akibat tumpahan minyak kernel sawit ini infonya juga sebaiknya dibuka. Kapan pengambilan sampel dan kapan penyerahannya pada pihak laboratorium. Hal ini penting untuk memastikan proses pengungkapan kasus ini benar sungguh serius dan dapat ikut dipantau publik,” imbuhnya.
“Jadi, jangan ada celah bagi oknum untuk bermain dan memanfaatkan kejadian seperti ini dengan menutup informasi tindakan hukumnya lebih lanjut,”ungkapnya.
Sebab, dalam pengambilan sample baru dilakukan dan kejadian sudah lama, maka menurut dia, dapat berpotensi pencemaran hasil laboratorium menjadi nihil.
“Jika pengambilan sampel baru dilakukan sementara kejadiannya sudah lama, maka memang potensi dugaan pencemaran dari hasil laboratoriumnya bisa jadi nihil,”katanya.
“Terlebih bila dibandingkan antara material yang tumpah sebagaimana disebutkan lebih 8 ton dengan laut sekitar yang ditumpahi jauh lebih berlimpah, bisa dipastikan tidak akan signifikan kandungan zat pencemarnya yang serius. Namun demikian, tumpahnya minyak kotor kernel sawit ke laut tersebut jelas berbahaya bagi biota dan keberlangsungan kehidupan laut sekitar. Hal ini perlu disadari sedari seharusnya,” bebernya.
Apa lagi, dikatakan dia dalam hal ini untuk pencemaran laut dan rusak beresiko berdampak pada hasil tangkap bagi sejumlah nelayan yang menggantungkan pada hasil laut.
“Selain itu laut yang tercemar dan rusak akan beresiko bagi hasil tangkap para nelayan yang bergantung pada aktivitasnya menangkap ikan,” tutupnya. (dan)