25 C
Pontianak
Saturday, March 25, 2023

Berburu Lentera Ramadan Fanoos, Khas Mesir.

Sambut Semarak Ramadan 1444 Hijriah (2023)

Semarak Ramadan 1444 Hijriah(2023), terus mewarnai suasana hati masyarakat muslim di Sungai Raya, Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Berburu pernak pernik menyambut datangnya puasa, seperti sudah membudaya dan menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Beragam perlengkapan sholat, dan aneka pernak-pernik sudah disiapkan demi menyambut bulan suci penuh barokah ini.0

Deny-Kubu Raya.

MISALNYA  saja di Staradis Residence, menjelang Ramadan, sekelompok kecil warga mulai membeli dekorasi menyambut puasa dan lebaran berupa lentera Ramadan. Dalam bahasa Arab disebut Fanoos. Kebiasaan jelang Ramadan membeli Lentera Fanoos ini, juga sering dilakukan umat muslim di Negara Mesir.

“Hanya saja di Mesir sana, Lentera Fanoosnya terbuat dari besi. Di sini cukup berbahan plastik atau kertas saja. Terpenting ketika dicolok listrik terang dan memunculkan aneka gambar islami berwarna warni,” ucap Beni, pengurus komplek.

Lentera Fanoos andai dipasang pada setiap rumah warga, jelas memunculkan kesan rumah islami. Pasalnya ukiran warna pada lentera, sering memperlihatkan hal-hal berbau islami juga.

Misalnya, ukiran kakbah, bintang bulan, huruf-huruf hijaiyah, kubah masjid, pintu surau, dan aneka ukiran islami lainnya. “Pesannya mudah kok. Lewat e-comerce yang ada di Indonesia. Pesan hari ini, lusa sudah tiba di rumah,” ucapnya.

Lentera Fanoos di Indonesia memang bahannya sederhana. Di satu sisi harganya murah meriah dan terjangkau di kantong. Makanya, warga sering rembukan dana supaya setiap rumah memperoleh jatah Lentera Ramadan ini.

Baca Juga :  Sujiwo: Rider Rutin Lakukan Kegiatan Sosial

“Dan ketika sudah dipasang, percaya deh, kesan islami pada malam hari selama Ramadan terasa hidup. Apalagi lenterannya memiliki aneka warna penerangan,” kata dia.

Daily News Egypt melansir bahwa tradisi memasang Lentera Ramadhan sampai sekarang masih terus dilestarikan masyarakat Mesir, demi menyambut bulan suci dan penuh berkah ini. Cerita keberadaan lentera atau lampion ini berasal dari masyarakat zaman dulu. Umat muslim dahulu mempergunakannya sebagai alat penerangan khusus untuk pergi ke masjid, saat malam tiba. Dari situlah, tradisi Lentera Ramadan berkembang hingga sekarang. Sebagian orang-orang masih melakukannya.

Sementara sejarah lentera Ramadan sendiri berdasarkan sejarah Islam, diketahui bahwa orang Mesir-lah yang menemukan ide Lentera Ramadan. Dulunya berasal dari era Khalifah Fatimiyah. Bukan hanya di Mesir saja, tradisi pemasangan Lentera Ramadhan menyebar ke penjuru dunia seiring berjalannya waktu.

Pada era khalifah Fatimiyah, orang dewasa keluar pada malam sebelum Ramadan bersama anak-anak. Masing-masing dibekali dan membawa lentera guna menerangi jalan sambil bernyanyi. Bahkan salah satu khalifah pernah memerintahkan warga dan pengurus masjid agar diberi penerangan sepanjang bulan Ramadan dengan lentera, lampion atay lilin.

Pada masa lalu, lentera juga dibawa pria muda dan menemani para perempuan yang akan beribadah ke masjid. Ini dilakukan supaya orang lewat melihat tanda tersebut dan memberikan jalan kepada para perempuan tersebut supaya bisa lewat. Hanya tak sedikit mengkaitkan asal-usul lentara Ramadan adalah bagian dari Mesaharaty di jalanan dan meminta orang tidur untuk bangun ketika akan sahur.

Baca Juga :  Bupati Pantau Pelaksanaan PTM

Mesaharaty sendiri zaman dahulu disebut orang-orang berkeliling kampung saat akan sahur dan menyerukan orang tidur segera bangun dan santap sahur. Secara historis bahwa penggunaan lentera sesungguhnya sudah dimulai pada zaman Mesir era khalifah Fatimiyah. Pada masa itu juga, terdapat sekelompok perajin membuat dan menyimpan lentera hingga datangnya bulan Ramadan.

Lentera zaman dulu dan sekarang berbeda sekali bentuknya. Desain era dulu masih memakai budaya negara setempat. Namun sekarang, semakin maju desain lentera tradisional, sudah memasukan budaya campuran dan banyak disukai anak-anak.

Lentera modern juga lebih canggih. Dilengkapi aneka lampu kelap-kelip bahkan ada pengeras suaranya, yang memainkan lagu-lagu tradisional Ramadan. Harga lentera modern cukup murah. Tidak seperti desain tradisional kelas atas yang lebih rumit dan kebanyakan terbuat dari kuningan bertakhtakan kaca berwarna.

Di Indonesia sendiri, Lentera erat kaitannya dengan Keriang Bandong alias lampu obor. Kerlap kerlip panas lampunya sempat dirasakan masyarakat yang hidup sebelum era tahun 2000. Bahannya sederhana yakni dengan kain bekas, berbahan koreserene (minyak tanah). Fungsinya sebagai alat penerangan atau penunjuk jalan masyarakat, yang akan berpergian sholat tarawih atau subuh.

“Wah saya sempat merasakan sejak kecil main keriang bandong, untuk sholat tawarih dan subuh. Maklum tempat saya dulu tahun 1995 ke bawah, listrik belum mengalir rata. Masih banyak area kosong,” pungkas Beni. (den)

Sambut Semarak Ramadan 1444 Hijriah (2023)

Semarak Ramadan 1444 Hijriah(2023), terus mewarnai suasana hati masyarakat muslim di Sungai Raya, Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Berburu pernak pernik menyambut datangnya puasa, seperti sudah membudaya dan menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Beragam perlengkapan sholat, dan aneka pernak-pernik sudah disiapkan demi menyambut bulan suci penuh barokah ini.0

Deny-Kubu Raya.

MISALNYA  saja di Staradis Residence, menjelang Ramadan, sekelompok kecil warga mulai membeli dekorasi menyambut puasa dan lebaran berupa lentera Ramadan. Dalam bahasa Arab disebut Fanoos. Kebiasaan jelang Ramadan membeli Lentera Fanoos ini, juga sering dilakukan umat muslim di Negara Mesir.

“Hanya saja di Mesir sana, Lentera Fanoosnya terbuat dari besi. Di sini cukup berbahan plastik atau kertas saja. Terpenting ketika dicolok listrik terang dan memunculkan aneka gambar islami berwarna warni,” ucap Beni, pengurus komplek.

Lentera Fanoos andai dipasang pada setiap rumah warga, jelas memunculkan kesan rumah islami. Pasalnya ukiran warna pada lentera, sering memperlihatkan hal-hal berbau islami juga.

Misalnya, ukiran kakbah, bintang bulan, huruf-huruf hijaiyah, kubah masjid, pintu surau, dan aneka ukiran islami lainnya. “Pesannya mudah kok. Lewat e-comerce yang ada di Indonesia. Pesan hari ini, lusa sudah tiba di rumah,” ucapnya.

Lentera Fanoos di Indonesia memang bahannya sederhana. Di satu sisi harganya murah meriah dan terjangkau di kantong. Makanya, warga sering rembukan dana supaya setiap rumah memperoleh jatah Lentera Ramadan ini.

Baca Juga :  Muda Uji Nyali, Pegang Kabel Listrik Tegangan 20.000 Volt

“Dan ketika sudah dipasang, percaya deh, kesan islami pada malam hari selama Ramadan terasa hidup. Apalagi lenterannya memiliki aneka warna penerangan,” kata dia.

Daily News Egypt melansir bahwa tradisi memasang Lentera Ramadhan sampai sekarang masih terus dilestarikan masyarakat Mesir, demi menyambut bulan suci dan penuh berkah ini. Cerita keberadaan lentera atau lampion ini berasal dari masyarakat zaman dulu. Umat muslim dahulu mempergunakannya sebagai alat penerangan khusus untuk pergi ke masjid, saat malam tiba. Dari situlah, tradisi Lentera Ramadan berkembang hingga sekarang. Sebagian orang-orang masih melakukannya.

Sementara sejarah lentera Ramadan sendiri berdasarkan sejarah Islam, diketahui bahwa orang Mesir-lah yang menemukan ide Lentera Ramadan. Dulunya berasal dari era Khalifah Fatimiyah. Bukan hanya di Mesir saja, tradisi pemasangan Lentera Ramadhan menyebar ke penjuru dunia seiring berjalannya waktu.

Pada era khalifah Fatimiyah, orang dewasa keluar pada malam sebelum Ramadan bersama anak-anak. Masing-masing dibekali dan membawa lentera guna menerangi jalan sambil bernyanyi. Bahkan salah satu khalifah pernah memerintahkan warga dan pengurus masjid agar diberi penerangan sepanjang bulan Ramadan dengan lentera, lampion atay lilin.

Pada masa lalu, lentera juga dibawa pria muda dan menemani para perempuan yang akan beribadah ke masjid. Ini dilakukan supaya orang lewat melihat tanda tersebut dan memberikan jalan kepada para perempuan tersebut supaya bisa lewat. Hanya tak sedikit mengkaitkan asal-usul lentara Ramadan adalah bagian dari Mesaharaty di jalanan dan meminta orang tidur untuk bangun ketika akan sahur.

Baca Juga :  Enam Lahan di Rasau Jaya Disegel

Mesaharaty sendiri zaman dahulu disebut orang-orang berkeliling kampung saat akan sahur dan menyerukan orang tidur segera bangun dan santap sahur. Secara historis bahwa penggunaan lentera sesungguhnya sudah dimulai pada zaman Mesir era khalifah Fatimiyah. Pada masa itu juga, terdapat sekelompok perajin membuat dan menyimpan lentera hingga datangnya bulan Ramadan.

Lentera zaman dulu dan sekarang berbeda sekali bentuknya. Desain era dulu masih memakai budaya negara setempat. Namun sekarang, semakin maju desain lentera tradisional, sudah memasukan budaya campuran dan banyak disukai anak-anak.

Lentera modern juga lebih canggih. Dilengkapi aneka lampu kelap-kelip bahkan ada pengeras suaranya, yang memainkan lagu-lagu tradisional Ramadan. Harga lentera modern cukup murah. Tidak seperti desain tradisional kelas atas yang lebih rumit dan kebanyakan terbuat dari kuningan bertakhtakan kaca berwarna.

Di Indonesia sendiri, Lentera erat kaitannya dengan Keriang Bandong alias lampu obor. Kerlap kerlip panas lampunya sempat dirasakan masyarakat yang hidup sebelum era tahun 2000. Bahannya sederhana yakni dengan kain bekas, berbahan koreserene (minyak tanah). Fungsinya sebagai alat penerangan atau penunjuk jalan masyarakat, yang akan berpergian sholat tarawih atau subuh.

“Wah saya sempat merasakan sejak kecil main keriang bandong, untuk sholat tawarih dan subuh. Maklum tempat saya dulu tahun 1995 ke bawah, listrik belum mengalir rata. Masih banyak area kosong,” pungkas Beni. (den)

Most Read

Artikel Terbaru