26.7 C
Pontianak
Wednesday, March 29, 2023

Melihat Praktik Baik Petani Sawit Swadaya Desa Mondi Pertahankan Rimbanya (1)

*Hutan Pusaka Menjadi Tempat Berdoa dan Menggelar Ritual

Masyarakat Desa Mondi yang mayoritasnya merupakan petani sawit swadaya berikhtiar mempertahankan keberadaan hutan. Ini sebagai langkah dalam menerapkan praktik kelapa sawit berkelanjutan.

SITI SULBIYAH, Sekadau Hulu

Dengan menggunakan dodos, Mokeng (42) memangkas helai demi helai pelepah kelapa sawit di kebun miliknya. Tangannya tampak lihai. Tenaganya juga kuat. Hanya butuh dua sampai tiga kali sodokan, pelepah sawit terpisah dari batangnya.

Petani sawit swadaya di Desa Mondi ini rutin membersihkan lahan. “Biasanya ke kebun hari Sabtu dan Minggu,” ucapnya ditemui Pontianak Post di Desa Mondi, Kecamatan Sekadau Hulu Kabupaten Sekadau, Agustus lalu.

Mokeng punya lahan sawit yang tersebar di tiga lokasi berbeda di desa tersebut. Salah satu lokasinya tak jauh dari gerbang utama desa ini. Lokasi tersebut berbatasan langsung dengan salah satu rimba atau hutan masyarakat adat di desa itu.

“Kebun yang ini memang berbatasan langsung dengan Rimba Mangguk Kaar. Hutan ini keberadaannya tidak boleh diganggu. Itu sudah aturan di sini,” katanya.

Seperti Mokeng, mayoritas penduduk di Desa Mondi merupakan petani sawit swadaya. Sebagian petani bermitra dengan perusahaan sawit dengan sistem plasma. Selain sawit, warga juga berladang dan menoreh karet. 

Desa Mondi memiliki kontur alam berbukit dan tanah mineral. Desa ini terbagi dalam enam dusun. Keenam dusun tersebut antara lain Mondi, Gedet, Bandan, Sungai Agung, Sengiang/Gurong, dan Jangka Riam. Ada 1.585 penduduk menetap di desa yang luas wilayahnya kurang lebih 95,03 km persegi itu. 

Terdapat empat perusahaan sawit yang wilayahnya masuk ke dalam desa ini. Keempat perusahaan sawit tersebut yakni PT Agro Andalan, PT Multi Jaya Perkasa, PT Multi Duta Putra, dan PT Sumatera Makmur Lestari. 

Kepala Desa Mondi, Lukas Hitto mengatakan, perkebunan sawit di desa ini memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat. Namun di sisi lain, perluasan areal perkebunan sawit dikhawatirkan merambah hutan sehingga mengancam keberadaannya. Selain itu, eksploitasi hutan juga menjadi ancaman.

“Kalau rimba tidak boleh lagi kita merambah. Kita pikir tinggal ini lagi hutan kita,” imbuhnya.

Terdapat delapan rimba di desa Mondi, yakni Mangguk Kaar, Batu Nunggul, Roga Babi, Rompin, Bandong, Sempiawang, Sawak, dan Cindiaram. Rimba bagi masyarakat Mondi merupakan sumber penghidupan. Beberapa Rimba di desa ini merupakan hutan masyarakat adat yang dianggap keramat. 

Sebagian rimba masih diperbolehkan ditebang guna dimanfaatkan kayunya untuk kepentingan pribadi. Namun ada beberapa rimba yang pohonnya sama sekali dilarang ditebang karena lokasinya berada di dataran tinggi sehingga memegang fungsi penting sebagai penahan. Area ini, menurut Hitto, sudah dipesankan oleh para leluhur untuk dijaga. 

Baca Juga :  Sungai Sekadau Tercemar, Air Keruh, Tak Layak Digunakan

“Memang ada hutan kecil-kecil di setiap dusun yang oleh orang tua kita (leluhur, red) itu harus dijaga. (Mereka) memang sangat bijak sudah memikirkan itu untuk sekarang,” imbuhnya.

Ketua Adat Desa Mondi, Stefanus Ramli menyebut, hutan bagi masyarakat Mondi merupakan tempat hidup dan bergantung. Aneka hasil hutan dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. 

“Kepentingan masyarakat terdapat di hutan. Semua bergantung dengan hutan,” tegas Ramli.

PETANI SAWIT : Mayoritas penduduk di Desa Mondi merupakan petani sawit swadaya. Mereka menanam sejak tahun 2014.

Masyarakat Desa Mondi memiliki kesepakatan bersama untuk tidak melakukan perambahan dan eksploitasi rimba. Itu sudah menjadi hukum adat masyarakat setempat. Selama masih digunakan untuk pemakaian sendiri, pemanfaatan hasil hutan diperbolehkan. 

“Misalnya mengambil kayu. Boleh diambil tapi hanya untuk bangun rumah saja. Juga perlu ada izin. (Kayu) dijual tidak boleh,” kata Ketua BPD Desa Mondi, Hendrikus Acang.

Jika ada yang melanggar, maka akan dikenakan sanksi adat. “Kalau tidak salah sudah ada tiga kali yang kena (sanksi adat) karena melanggar aturan ini,” tambahnya.

Menebang kayu dengan tujuan dijual kembali akan dikenakan denda. Pelaku harus menyerahkan sebanyak 30 poku, enam tempayan berisi tuak, ayam, beras, dan babi. Poku sendiri adalah istilah untuk menyebutkan tiga buah mangkok adat. Artinya, pelaku wajib menyediakan 90 mangkok adat.

Menjaga Roga Babi

Roga Babi adalah salah satu rimba di Desa Mondi yang harus dilestarikan keberadaannya. Rimba ini merupakan yang terluas di antara tujuh rimba lainnya. Memiliki luas 314,76 hektare, rimba ini memiliki tutupan yang masih bagus, Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT)

Bagi warga desa Mondi, Roga Babi adalah tempat yang keramat. Ritual-ritual adat kerap dilakukan di sana. Ramli menuturkan, Roga Babi merupakan hutan pusaka. “Roga Babi itu hutan pusaka namanya. (Di sana) tempat orang berkunjung dan berdoa. Ada patungnya di sana, tempat berdoa bagi masyarakat sekitar,” ucapnya.

Patung yang dimaksud merupakan patung yang terbuat dari kayu. Masyarakat menyebutnya Pantak/Empaguk. Di lokasi inilah ritual-ritual kerap dilakukan.

Lokasi Roga Babi cukup jauh dari pusat Desa Mondi. Butuh perjalanan sekitar satu jam dengan sepeda motor untuk mencapai rimba terluas tersebut. Sementara untuk mencapai lokasi yang ada patungnya, diperlukan waktu 45 menit lagi dengan berjalan kaki.

Roga Babi menyimpan kekayaan alam yang beragam, mulai dari hewan, tumbuhan, hingga tanaman obat-obatan. Di rimba ini terdapat pohon bentirai, rawan, topang, meranti, tengkawang layar, dan lain sebagaianya. Aneka rotan juga tumbuh subur di sana, sebut saja gotak, marau, uwak, cintai, tapah, dan lain-lain.

“Dari rotan, warga membuat anyaman,” imbuh Ramli.

Baca Juga :  Apresiasi Kesigapan Ungkap Kasus Bayi

Terdapat pula buah-buahan seperti mentawa, petai, cempedak hingga durian. Keberadaan satwa juga tak kalah banyaknya. Terdapat kera, kijang, landak, trenggiling, babi hingga kelempiau. Tanaman obat-obatan tradisional juga tumbuh di sana, mulai dari ginseng, pasak bumi, dan akar entomu. Di rimba ini juga terdapat madu hutan.

Roga Babi dikelilingi perkebunan sawit. Sebagian bahkan masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Kepala Desa Mondi, Lukas Hitto mengatakan, perusahaan mengakui bahwa Roga Babi merupakan hutan yang memiliki NKT dan SKT. Dirinya pun meminta batas antara rimba adat dengan wilayah kebun perusahaan diperjelas.

“Batasnya harus jelas. Kita mintanya nanti dibuatkan parit oleh perusahaan biar batasnya jelas. Selain itu, keberadaan parit juga bisa mencegah pengambilan kayu di hutan,” katanya. 

Tak hanya membuat batas, dia juga berharap ada pos-pos yang dibangun sebagai tempat untuk berjaga. Keberadaan pos ini diharapkan bisa mencegah terjadi pencurian atau eksploitasi hasil hutan yang bisa saja terjadi.

“Kita berharap perusahaan juga membantu. Mereka juga punya tanggung jawab terhadap hal ini. 

Hitto bercerita, sekitar tahun 2010 Pemerintah Desa Mondi bersama warga pernah membuat Tim Pengawasan Rimba Roga Babi. “Karena dulu sering ada penebangan liar. (Yang melakukan) mereka yang punya modal dan kadang kala ada orang luar memanfaatkan orang lokal,” katanya.

Tugas dari tim ini adalah melakukan pengawasan terhadap Roga Babi agar tidak ada warga, baik lokal maupun di luar desa melakukan eksploitasi. Namun seiring berjalannya waktu aktivitas dari tim ini tak tampak. Keterbatasan sumber daya dan biaya menjadi kendalanya.

Hitto mengatakan, tahun ini Desa Mondi akan kembali memulai ikhtiar menjaga hutan dengan program yang efektif. Dalam merancang hal ini, pihaknya dibantu oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Salah satu tujuan dari upaya ini mengarah kepada lahirnya Peraturan Desa (perdes) tentang perlindungan kawasan hutan. 

“Arahnya ada ke perdes. Tapi sebelum buat perdes perlu ada kajian dan kesepakatan ini ada di masyarakat,” ucapnya.

Pimpinan PT Agro Andalan, Immanuel Tibian mengakui ada sebagian kawasan rimba yang masuk dalam wilayah HGU perusahaan. Pihaknya mengklaim telah melakukan asesmen SKT dan NKT di area hutan yang masuk HGU perusahaan. Untuk wilayah yang telah dilakukan asesmen, kata dia, perusahaan berkomitmen untuk tidak melakukan pembukaan lahan di daerah tersebut.

“Jelas bagian itu merupakan wilayah yang kami konservasi,” imbuhnya.

Terpenting bagi perusahaan, tambah dia, adalah komitmen bersama masyarakat desa untuk menjaga wilayah rimba yang ada saat ini. “(Nanti) kita buat patok batasnya,” pungkasnya. ** (Liputan ini berkolaborasi dengan Mongabay Indonesia)

*Hutan Pusaka Menjadi Tempat Berdoa dan Menggelar Ritual

Masyarakat Desa Mondi yang mayoritasnya merupakan petani sawit swadaya berikhtiar mempertahankan keberadaan hutan. Ini sebagai langkah dalam menerapkan praktik kelapa sawit berkelanjutan.

SITI SULBIYAH, Sekadau Hulu

Dengan menggunakan dodos, Mokeng (42) memangkas helai demi helai pelepah kelapa sawit di kebun miliknya. Tangannya tampak lihai. Tenaganya juga kuat. Hanya butuh dua sampai tiga kali sodokan, pelepah sawit terpisah dari batangnya.

Petani sawit swadaya di Desa Mondi ini rutin membersihkan lahan. “Biasanya ke kebun hari Sabtu dan Minggu,” ucapnya ditemui Pontianak Post di Desa Mondi, Kecamatan Sekadau Hulu Kabupaten Sekadau, Agustus lalu.

Mokeng punya lahan sawit yang tersebar di tiga lokasi berbeda di desa tersebut. Salah satu lokasinya tak jauh dari gerbang utama desa ini. Lokasi tersebut berbatasan langsung dengan salah satu rimba atau hutan masyarakat adat di desa itu.

“Kebun yang ini memang berbatasan langsung dengan Rimba Mangguk Kaar. Hutan ini keberadaannya tidak boleh diganggu. Itu sudah aturan di sini,” katanya.

Seperti Mokeng, mayoritas penduduk di Desa Mondi merupakan petani sawit swadaya. Sebagian petani bermitra dengan perusahaan sawit dengan sistem plasma. Selain sawit, warga juga berladang dan menoreh karet. 

Desa Mondi memiliki kontur alam berbukit dan tanah mineral. Desa ini terbagi dalam enam dusun. Keenam dusun tersebut antara lain Mondi, Gedet, Bandan, Sungai Agung, Sengiang/Gurong, dan Jangka Riam. Ada 1.585 penduduk menetap di desa yang luas wilayahnya kurang lebih 95,03 km persegi itu. 

Terdapat empat perusahaan sawit yang wilayahnya masuk ke dalam desa ini. Keempat perusahaan sawit tersebut yakni PT Agro Andalan, PT Multi Jaya Perkasa, PT Multi Duta Putra, dan PT Sumatera Makmur Lestari. 

Kepala Desa Mondi, Lukas Hitto mengatakan, perkebunan sawit di desa ini memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat. Namun di sisi lain, perluasan areal perkebunan sawit dikhawatirkan merambah hutan sehingga mengancam keberadaannya. Selain itu, eksploitasi hutan juga menjadi ancaman.

“Kalau rimba tidak boleh lagi kita merambah. Kita pikir tinggal ini lagi hutan kita,” imbuhnya.

Terdapat delapan rimba di desa Mondi, yakni Mangguk Kaar, Batu Nunggul, Roga Babi, Rompin, Bandong, Sempiawang, Sawak, dan Cindiaram. Rimba bagi masyarakat Mondi merupakan sumber penghidupan. Beberapa Rimba di desa ini merupakan hutan masyarakat adat yang dianggap keramat. 

Sebagian rimba masih diperbolehkan ditebang guna dimanfaatkan kayunya untuk kepentingan pribadi. Namun ada beberapa rimba yang pohonnya sama sekali dilarang ditebang karena lokasinya berada di dataran tinggi sehingga memegang fungsi penting sebagai penahan. Area ini, menurut Hitto, sudah dipesankan oleh para leluhur untuk dijaga. 

Baca Juga :  Tak Pakai Masker 44 Orang Ditegur

“Memang ada hutan kecil-kecil di setiap dusun yang oleh orang tua kita (leluhur, red) itu harus dijaga. (Mereka) memang sangat bijak sudah memikirkan itu untuk sekarang,” imbuhnya.

Ketua Adat Desa Mondi, Stefanus Ramli menyebut, hutan bagi masyarakat Mondi merupakan tempat hidup dan bergantung. Aneka hasil hutan dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. 

“Kepentingan masyarakat terdapat di hutan. Semua bergantung dengan hutan,” tegas Ramli.

PETANI SAWIT : Mayoritas penduduk di Desa Mondi merupakan petani sawit swadaya. Mereka menanam sejak tahun 2014.

Masyarakat Desa Mondi memiliki kesepakatan bersama untuk tidak melakukan perambahan dan eksploitasi rimba. Itu sudah menjadi hukum adat masyarakat setempat. Selama masih digunakan untuk pemakaian sendiri, pemanfaatan hasil hutan diperbolehkan. 

“Misalnya mengambil kayu. Boleh diambil tapi hanya untuk bangun rumah saja. Juga perlu ada izin. (Kayu) dijual tidak boleh,” kata Ketua BPD Desa Mondi, Hendrikus Acang.

Jika ada yang melanggar, maka akan dikenakan sanksi adat. “Kalau tidak salah sudah ada tiga kali yang kena (sanksi adat) karena melanggar aturan ini,” tambahnya.

Menebang kayu dengan tujuan dijual kembali akan dikenakan denda. Pelaku harus menyerahkan sebanyak 30 poku, enam tempayan berisi tuak, ayam, beras, dan babi. Poku sendiri adalah istilah untuk menyebutkan tiga buah mangkok adat. Artinya, pelaku wajib menyediakan 90 mangkok adat.

Menjaga Roga Babi

Roga Babi adalah salah satu rimba di Desa Mondi yang harus dilestarikan keberadaannya. Rimba ini merupakan yang terluas di antara tujuh rimba lainnya. Memiliki luas 314,76 hektare, rimba ini memiliki tutupan yang masih bagus, Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT)

Bagi warga desa Mondi, Roga Babi adalah tempat yang keramat. Ritual-ritual adat kerap dilakukan di sana. Ramli menuturkan, Roga Babi merupakan hutan pusaka. “Roga Babi itu hutan pusaka namanya. (Di sana) tempat orang berkunjung dan berdoa. Ada patungnya di sana, tempat berdoa bagi masyarakat sekitar,” ucapnya.

Patung yang dimaksud merupakan patung yang terbuat dari kayu. Masyarakat menyebutnya Pantak/Empaguk. Di lokasi inilah ritual-ritual kerap dilakukan.

Lokasi Roga Babi cukup jauh dari pusat Desa Mondi. Butuh perjalanan sekitar satu jam dengan sepeda motor untuk mencapai rimba terluas tersebut. Sementara untuk mencapai lokasi yang ada patungnya, diperlukan waktu 45 menit lagi dengan berjalan kaki.

Roga Babi menyimpan kekayaan alam yang beragam, mulai dari hewan, tumbuhan, hingga tanaman obat-obatan. Di rimba ini terdapat pohon bentirai, rawan, topang, meranti, tengkawang layar, dan lain sebagaianya. Aneka rotan juga tumbuh subur di sana, sebut saja gotak, marau, uwak, cintai, tapah, dan lain-lain.

“Dari rotan, warga membuat anyaman,” imbuh Ramli.

Baca Juga :  Rapid Test Covid, Tiga ODP Reaktif

Terdapat pula buah-buahan seperti mentawa, petai, cempedak hingga durian. Keberadaan satwa juga tak kalah banyaknya. Terdapat kera, kijang, landak, trenggiling, babi hingga kelempiau. Tanaman obat-obatan tradisional juga tumbuh di sana, mulai dari ginseng, pasak bumi, dan akar entomu. Di rimba ini juga terdapat madu hutan.

Roga Babi dikelilingi perkebunan sawit. Sebagian bahkan masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Kepala Desa Mondi, Lukas Hitto mengatakan, perusahaan mengakui bahwa Roga Babi merupakan hutan yang memiliki NKT dan SKT. Dirinya pun meminta batas antara rimba adat dengan wilayah kebun perusahaan diperjelas.

“Batasnya harus jelas. Kita mintanya nanti dibuatkan parit oleh perusahaan biar batasnya jelas. Selain itu, keberadaan parit juga bisa mencegah pengambilan kayu di hutan,” katanya. 

Tak hanya membuat batas, dia juga berharap ada pos-pos yang dibangun sebagai tempat untuk berjaga. Keberadaan pos ini diharapkan bisa mencegah terjadi pencurian atau eksploitasi hasil hutan yang bisa saja terjadi.

“Kita berharap perusahaan juga membantu. Mereka juga punya tanggung jawab terhadap hal ini. 

Hitto bercerita, sekitar tahun 2010 Pemerintah Desa Mondi bersama warga pernah membuat Tim Pengawasan Rimba Roga Babi. “Karena dulu sering ada penebangan liar. (Yang melakukan) mereka yang punya modal dan kadang kala ada orang luar memanfaatkan orang lokal,” katanya.

Tugas dari tim ini adalah melakukan pengawasan terhadap Roga Babi agar tidak ada warga, baik lokal maupun di luar desa melakukan eksploitasi. Namun seiring berjalannya waktu aktivitas dari tim ini tak tampak. Keterbatasan sumber daya dan biaya menjadi kendalanya.

Hitto mengatakan, tahun ini Desa Mondi akan kembali memulai ikhtiar menjaga hutan dengan program yang efektif. Dalam merancang hal ini, pihaknya dibantu oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Salah satu tujuan dari upaya ini mengarah kepada lahirnya Peraturan Desa (perdes) tentang perlindungan kawasan hutan. 

“Arahnya ada ke perdes. Tapi sebelum buat perdes perlu ada kajian dan kesepakatan ini ada di masyarakat,” ucapnya.

Pimpinan PT Agro Andalan, Immanuel Tibian mengakui ada sebagian kawasan rimba yang masuk dalam wilayah HGU perusahaan. Pihaknya mengklaim telah melakukan asesmen SKT dan NKT di area hutan yang masuk HGU perusahaan. Untuk wilayah yang telah dilakukan asesmen, kata dia, perusahaan berkomitmen untuk tidak melakukan pembukaan lahan di daerah tersebut.

“Jelas bagian itu merupakan wilayah yang kami konservasi,” imbuhnya.

Terpenting bagi perusahaan, tambah dia, adalah komitmen bersama masyarakat desa untuk menjaga wilayah rimba yang ada saat ini. “(Nanti) kita buat patok batasnya,” pungkasnya. ** (Liputan ini berkolaborasi dengan Mongabay Indonesia)

Most Read

Artikel Terbaru