25 C
Pontianak
Saturday, March 25, 2023

Tenun Ikat Kumpang Ilong Asal Sekadau

Khazanah Kearifan Lokal Berusia 170 Tahun, Butuh Bapak Angkat ?

Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat kaya akan khazanah kearifan lokal budaya setempat berusia ratusan tahun. Sejak beberapa generasi terus dilestarikan masyarakat, sekaligus para penenun di sana. Tenun Ikat Kumpang Ilong namanya, yakni tenunan tradisional asal kabupaten yang dikenal dengan julukan Bumi Lawang Kuari ini. Seperti apa sejarahnya ?

DENY HAMDANI–SEKADAU.

WAJAH Hendri Makaluasc, penasehat sekaligus politisi daerah setempat ini tampak tersenyum ramah. Dia berkeliling melihat-lihat barisan kelompok perempuan tengah memilih dan menenun kain aneka rupa berbagai motif. Rombongan perempuan yang berdomosili di Kampung Kumpang Ilong, Balai Sekuak, Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau, sedang berkonsentrasi menghasilkan tenunan indah. “Para penenun sedang membuat motif khas dan paling mencolok yakni Lingkok Petara,” katanya membuka cerita.

Motif Tenun Ikat Kumpang Ilong khusus Lingkok Petara memang memiliki makna tersendiri. Lingkok artinya bengkok. Dalam Bahasa Indonesia diambil dari lengkungan daun pakis. Sementara petara diartikan sebagai sosok Sang Pencipta atau Tuhan. “Ini hanya salah satu motif saja,” ucapnya.

Memang, motif kain Tenun Ikat Kumpang Ilong beragam. Motif paling menonjol adalah Pelintang Kiarak. Pelintang kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah dahan. Untuk kata Kiarak adalah jenis Pohon Kayu Ara. “Motif ini juga banyak peminat,” ucapnya kembali.

Sementara Desi, pembina penenun di sana melanjutkan bahwa motif tidak kalah indah dan cukup dikenal adalah Tenun Ikat Kumpang Ilong Daun Wi atau Danau Rotan. Sementara itu, motif Engkrebang Puang tidak kalah cantik dan punya ciri khas tersendiri, jika dipakai. Engkrebang adalah jenis daun, kata Puang dalam Bahasa Indonesia berarti kosong. “Motif ini bahkan tidak kalah digemari. Banyak konsumennya,” ucap dia.

Cara menenun Ikat Kumpang Ilong juga tidak mudah. Butuh beberapa tahapan, pertama benang kapas yang dipakai harus baik. Benang memiliki ketebalan dan kualitas serupa. Sehingga hasil tenunan menjadi seragam. Selanjutnya membuat pola ikat. Pola ikat juga dibuat dengan mengikat benang kapas menggunakan teknik ikat tradisional. Pola ikat yang dihasilkan akan menjadi dasar motif tenun ikat Kumpang Ilong.

Kemudian dalam proses menenun, benang kapas yang telah diikat dengan pola ikat dimasukkan ke dalam alat tenun dan ditenun dengan teknik tenun tradisional. Tenunan tersebut biasanya berbentuk sarung atau kain panjang dengan warna dan motif yang beragam. Tahapan terakhirnya adalah pewarnaan, dengan bahan pewarna alami. Bisa memakai pewarna dari kulit kayu, daun, atau akar. Pewarnaan dilakukan untuk memberikan warna dan corak pada tenunan. “Dalam prosesnya menenun Tenun Ikat Kumpang Ilong Asal Sekadau memerlukan ketelatenan, keahlian dan pengalaman. Prosesnya memakan waktu lama dan rumit. Namun, hasil yang dihasilkan sangat indah dan bernilai tinggi dari segi budaya dan seni,” kata Desi.

Bicara teknis, teknik menenun Tenun Ikat Kumpang Ilong Asal Sekadau, harus khusus. Dimulai dari teknik ikat guna membuat pola atau motif pada benang kapas. Pola ikat ini diikat dengan kawat atau tali sebelum dimasukkan ke dalam proses pewarnaan. Pola ikat nantinya akan terlihat jelas pada hasil akhir tenunan.

Kemudian teknik memasukkan benang ke dalam alat tenun bersamaan dengan benang lain. Penggunaan alat tenun khas terdiri dari papan kayu dilengkapi dengan paku dan kayu bundar kecil menjadi sangat penting. Ada juga teknik cerat dengan cara merajut atau menjahit bagian ujung benang dan digunakan dalam proses penenunan. Tujuannya agar benang tetap tersusun rapi dan tidak mudah putus.

Untuk teknik kawat digunakan dalam proses ikat benang, dimana kawat digunakan mengikat benang sesuai pola diinginkan. Teknik-teknik tersebut dipakai untuk menghasilkan keunikan, keindahan, kekuatan dan kecermatan yang terarah. Menghasilkan tenunan berkualitas, juga diperlukan keahlian, ketelatenan, dan pengalaman dalam melakukan setiap tahap pembuatan Tenun Ikat Kumpang Ilong.

Untuk benang-benang Tenun Ikat Kumpang Ilong pola kainnya diikat terlebih dahulu sebelum proses penenunan dimulai. Motifnya terinspirasi dari alam sekitar dan kehidupan sehari-hari masyarakat di Kabupaten Sekadau. Seperti gambar burung, kura-kura, bunga, hasil hutan, alam dan lain sebagainya.

Tenun ikat Kumpang Ilong memang memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi. Proses pembuatannya memerlukan keterampilan dan ketelitian tinggi. Bahannya saja untuk membuat pakaian tradisional masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, seperti baju kurung, selendang, atau pakaian adat lain.

Baca Juga :  Patroli Prokes, Polisi Datangi Warkop

Penghargaan Warisan Budaya Tak benda(WBTb) Indonesia.

Berusia lebih 1,7 abad ini, Kampung Kumpang Ilong pernah mendadak dikenal luas. Waktu itu tahun 20220, diumumkan sebagai satu dari tujuh Karya Budaya Kalimantan Barat sebagai Warisan Budaya Tak benda(WBTb) Indonesia, pada sidang penetapan WBTb. Penghargaan diberikan, karena Tenun Ikat Kumpang Ilong termasuk tenunan tradisional asal Kabupaten Sekadau, diperkirakan berusia lebih dari 170 tahun.

Desi bercerita bahwa disebut sebagai Tenun Ikat Kumpang Ilong guna membedakan setiap motifnya. Tujuannya agar tidak bercampur dengan warna dasar kain. “Jadi setiap motif kain selalu dibungkus dan diikat terlebih dahulu dengan menggunakan daun lembak. Zaman sekarang mempermudah pekerjaan motif, dikerjakan dengan dibungkus dan diikat menggunakan tali rapia,” ucap Desi.

Zaman dulu, para penenun membuat Tenun Ikat Kumpang Ilong dengan benang dari buah pisang kurak atau buah nenas. Nah, untuk menghasilkan warna benang, diambilah dari daun-daun engkrebang, engkraput, batang buah mengkudu, bunyah atau kapur sirih. Fungsinya sebagai pelekat. Bedanya zaman sekarang, benang yang digunakan sudah mempergunakan hasil pabrik termasuk pewarna kimia.

Tenun Ikat Kumpang Ilong yang sudah dikenal bertahun-tahun ini sebenarnya nama sebuah Kampung, yang sekarang sudah menjadi Desa. Kampung inilah dikenal sebagai tempat asal muasal, para penenun yang umumnya perempuan bekerja, sekaligus medulang rupiah. Lebih tepatnya di Dusun Kumpang Ilong, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat.

Hasil tenunan khas Ikat Kumpang Ilong sekarang memang sudah bertebaran dan banyak dipakai masyarakat setempat juga laur. Selain dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, juga dipakai untuk upacara adat warga setempat. Misalnya pada upacara adat pernikahan, gawai, dan adat lainnya.

Butuh Bapak Atau Ibu Angkat ?

Menjadi ciri khas sekaligus kearifan lokal budaya setempat, tidak menjadikan bisnis Tenun Ikat Kumpang Ilong lancar begitu saja. Banyak kesulitan dan tantangan harus dihadapi menghadapi dilema persaingan era sekarang. Salah satunya uluran tangan Bapak atau Ibu angkat untuk terus melestarikan kekayaan Budaya Tak Benda ini.
Desi bercerita bahwa para penenunnya memang membutuhkan bantuan pemerintah atau swasta dari Bapak atau Ibu angkat agar lebih dikenal luas ke luar. Masalahnya modal dari para penenun memang sangat-sangat terbatas.

Di satu sisi, para srikandi-srikandi desanya memang sebagian ibu rumah tangga yang dilatih dan bekerja menenun kain kebanggaan warga setempat ini. Menenun, bagi perempuan di sini merupakan peluang membudayakan tenun asal Kabupaten Sekadau, sekaligus membantu ekonomi keluarga. Makanya, para penenun berharap ada Bapak atau Ibu angkat, yang dapat membina dan mengembangkan usaha mereka lebih luas lagi.
Banyak alasan kenapa bantuan Bapak atau Ibu angkat dibutuhkan. Pertama ketersediaan dan kemampuan membeli atau menghasilkan bahan baku sangat terbatas. Belum lagi masalah peralatan penunjang belum memadai dan banyak berusia uzur. Alat-alat tersebut, masih produk warisan lama dan dipakai hingga sekarang. Belum lagi sempat terpukul akiba Pandemi COVID-19, beberapa waktu lalu.

Masalah lain yang terberat ternyata, pasaran Tenun Ikat Kumpang Ilong tidak semudah membalikan telapak tangan. Itu karena pasaran sampai keluar daerah, belum terlalu memadai atau maksimal. Transaksi jual belinya hanya dari mulut ke mulut termasuk dari media sosial. “Harusnya memang ada penampung, sehingga kreasi para perempuan di sini tidak terbatas juga. Padahal juga, para penenun di sini sangat kreatif berkreasi aneka motif. Hasilnya cantik dann layak bersaing dengan tenunan asal daerah lain,” katanya.
Desi berharap ke depan, hasil tenunan kelompoknya terus menjadi penunjang kehidupan para wanita dan keluarga di sini. Oleh karena itu, tidak hanya sekadar support tetapi juga terus melestarikan hingga dapat dipakai siapapun. Dia tidak mau, diberikan penghargaan nasional tetapi pelan-pelan hilang dan mati, akiba keterbatasan bantuan.

Hendri Makaluasc sendiri, berjanji akan mengawal dan membantu mencarikan pihak swasta berupa Bapak atau Ibu angkat Tenun Ikat Kumpang Ilong ini. Dia juga tidak mau, karya budaya berusia hampir dua abad ini ditelan ketatnya persaingan industri tekstil Indonesia dan dunia.

Baca Juga :  38 Perwira Polres Sekadau Non Reaktif

Warisan budaya semacam ini, harus tetap hidup dan dapat bermanfaat bagi perempuan-perempuan desa di sini. “Memang di satu sisi Pemkab Sekadau sudah melakukan pembinaan sampai berbuah Warisan Budaya Tak benda(WBTb) dari pemerintah Indonesia. Hanya saja, tetap harus kita besarkan dan kembangkan karena wajib ada target yang harus digapai para penenun di sini,” pungkasnya.

Mempromosikan dan melestarikan keberadaan Tenun Ikat Kumpang Ilong, pemerintah dan beberapa komunitas seni dan budaya di Kabupaten Sekadau dan sekitar banyak mengadakan berbagai kegiatan. Seperti pameran tenun ikat, lokakarya tenun ikat, dan pelatihan pembuatan tenun ikat.

Selain itu, ada juga upaya mengembangkan pasar produk Tenun Ikat Kumpang Ilong, baik secara lokal maupun internasional, agar masyarakat yang menghasilkan kain tenun ini dapat memperoleh penghasilan layak dan tetap mempertahankan keberlangsungan budaya tradisional tersebut.

Upaya pemerintah dan komunitas seni dan budaya, semakin dikenal dan diminati masyarakat luas, baik di dalam maupun di luar Kalimantan Barat. Hal ini tak lepas dari upaya promosi yang dilakukan melalui media sosial dan e-commerce.
Beberapa desainer lokal bahkan sudah mulai menggabungkan tenun ikat Kumpang Ilong dengan desain-modern dalam koleksinya. Sehingga dapat membawa tenun ikat Kumpang Ilong menjadi lebih relevan dan sesuai dengan trend mode masa kini.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa tenun ikat Kumpang Ilong tidak hanya menjadi warisan budaya yang penting bagi masyarakat Kalimantan Barat, namun juga mampu menembus pasar fashion nasional dan bahkan internasional. Sebagai hasil, tenun ikat Kumpang Ilong akan tetap eksis dan menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat setempat dalam jangka panjang.

Jaga Terus Kearifannya.

Keberadaan tenun ikat Kumpang Ilong sebagai warisan budaya yang unik harus tetap dijaga dan dilestarikan agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Oleh karena itu, banyak hal yang dapat dilakukan demi melestarikan Tenun Ikat Kumpang Ilong. “Misalnya terus mengadakan pelatihan pembuatan tenun ikat Kumpang Ilong bagi generasi muda. Sehingga keterampilan tradisional tersebut tetap terjaga dan dapat dikembangkan,” ujar Hendri yang juga anggota DPRD Provinsi Kalbar dari dapil Sekadau ini.
Selanjutnya, sambung dia, meningkatkan pemasaran produk tenun ikat Kumpang Ilong, baik di pasar lokal atau internasional. Sehingga dapat memberikan nilai ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat setempat. Juga dorong kemajuan penggunaan Tenun Ikat Kumpang Ilong dalam industri fashion. Dengan begitu dapat memperkenalkan keunikan budaya Indonesia ke seluruh dunia.
Di sisi lain, peran masyarakat menjadi bagian terpenting dalam pelestarian tenun ikat Kumpang Ilong. Masyarakat dapat mendukung pelestarian warisan budayanya dengan memiliki apresiasi tinggi terhadap keindahan dan keunikan tenun ikat Kumpang Ilong sebagai produk budaya lokal. Pakai produk tenun ikat Kumpang Ilong dalam kegiatan sehari-hari, seperti pakaian, kain sarung, dan sebagainya. Sebab, dengan kesadaran dan dukungan masyarakat yang kuat, maka pelestarian Tenun Ikat Kumpang Ilong dapat dilakukan lebih efektif dan berkelanjutan. “Ini akan berdampak positif bagi perkembangan industri kreatif lokal serta keberlangsungan kebudayaan dan tradisi Indonesia secara umum,” ucapnya.

JNE, Solusi Pengiriman Masa Kini.

Hendri melanjutkan skala produksi dan pasar yang dituju, sepertinya masih perlu melibatkan usaha ekspedisi besar seperti JNE (Jalur Nugraha Ekakurir) dan dapat menjadi pilihan tepat. Sebab penggunaan jasa ekspedisi dapat membantu mempercepat pengiriman produk ke pasar yang lebih luas, dan juga memberikan jaminan keamanan terhadap produk dikirim.
“Namun. Jika produksi masih berskala kecil dan pasar dituju masih terbatas di lingkup lokal atau regional, maka pengiriman secara mandiri melibatkan jasa ekspedisi lokal bisa menjadi alternatif lebih hemat biaya,” ucapnya.
Hanya saja, melakukan pengiriman secara mandiri melalui ekspedisi, pelaku usaha dapat menjalin hubungan lebih dekat dengan konsumen dan memberikan layanan lebih personal kepada mereka. Pemilihan metode pengiriman produk dapat disesuaikan dengan skala produksi, pasar dituju, dan pertimbangan biaya juga layanan diinginkan oleh para pelaku usaha.**

Khazanah Kearifan Lokal Berusia 170 Tahun, Butuh Bapak Angkat ?

Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat kaya akan khazanah kearifan lokal budaya setempat berusia ratusan tahun. Sejak beberapa generasi terus dilestarikan masyarakat, sekaligus para penenun di sana. Tenun Ikat Kumpang Ilong namanya, yakni tenunan tradisional asal kabupaten yang dikenal dengan julukan Bumi Lawang Kuari ini. Seperti apa sejarahnya ?

DENY HAMDANI–SEKADAU.

WAJAH Hendri Makaluasc, penasehat sekaligus politisi daerah setempat ini tampak tersenyum ramah. Dia berkeliling melihat-lihat barisan kelompok perempuan tengah memilih dan menenun kain aneka rupa berbagai motif. Rombongan perempuan yang berdomosili di Kampung Kumpang Ilong, Balai Sekuak, Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau, sedang berkonsentrasi menghasilkan tenunan indah. “Para penenun sedang membuat motif khas dan paling mencolok yakni Lingkok Petara,” katanya membuka cerita.

Motif Tenun Ikat Kumpang Ilong khusus Lingkok Petara memang memiliki makna tersendiri. Lingkok artinya bengkok. Dalam Bahasa Indonesia diambil dari lengkungan daun pakis. Sementara petara diartikan sebagai sosok Sang Pencipta atau Tuhan. “Ini hanya salah satu motif saja,” ucapnya.

Memang, motif kain Tenun Ikat Kumpang Ilong beragam. Motif paling menonjol adalah Pelintang Kiarak. Pelintang kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah dahan. Untuk kata Kiarak adalah jenis Pohon Kayu Ara. “Motif ini juga banyak peminat,” ucapnya kembali.

Sementara Desi, pembina penenun di sana melanjutkan bahwa motif tidak kalah indah dan cukup dikenal adalah Tenun Ikat Kumpang Ilong Daun Wi atau Danau Rotan. Sementara itu, motif Engkrebang Puang tidak kalah cantik dan punya ciri khas tersendiri, jika dipakai. Engkrebang adalah jenis daun, kata Puang dalam Bahasa Indonesia berarti kosong. “Motif ini bahkan tidak kalah digemari. Banyak konsumennya,” ucap dia.

Cara menenun Ikat Kumpang Ilong juga tidak mudah. Butuh beberapa tahapan, pertama benang kapas yang dipakai harus baik. Benang memiliki ketebalan dan kualitas serupa. Sehingga hasil tenunan menjadi seragam. Selanjutnya membuat pola ikat. Pola ikat juga dibuat dengan mengikat benang kapas menggunakan teknik ikat tradisional. Pola ikat yang dihasilkan akan menjadi dasar motif tenun ikat Kumpang Ilong.

Kemudian dalam proses menenun, benang kapas yang telah diikat dengan pola ikat dimasukkan ke dalam alat tenun dan ditenun dengan teknik tenun tradisional. Tenunan tersebut biasanya berbentuk sarung atau kain panjang dengan warna dan motif yang beragam. Tahapan terakhirnya adalah pewarnaan, dengan bahan pewarna alami. Bisa memakai pewarna dari kulit kayu, daun, atau akar. Pewarnaan dilakukan untuk memberikan warna dan corak pada tenunan. “Dalam prosesnya menenun Tenun Ikat Kumpang Ilong Asal Sekadau memerlukan ketelatenan, keahlian dan pengalaman. Prosesnya memakan waktu lama dan rumit. Namun, hasil yang dihasilkan sangat indah dan bernilai tinggi dari segi budaya dan seni,” kata Desi.

Bicara teknis, teknik menenun Tenun Ikat Kumpang Ilong Asal Sekadau, harus khusus. Dimulai dari teknik ikat guna membuat pola atau motif pada benang kapas. Pola ikat ini diikat dengan kawat atau tali sebelum dimasukkan ke dalam proses pewarnaan. Pola ikat nantinya akan terlihat jelas pada hasil akhir tenunan.

Kemudian teknik memasukkan benang ke dalam alat tenun bersamaan dengan benang lain. Penggunaan alat tenun khas terdiri dari papan kayu dilengkapi dengan paku dan kayu bundar kecil menjadi sangat penting. Ada juga teknik cerat dengan cara merajut atau menjahit bagian ujung benang dan digunakan dalam proses penenunan. Tujuannya agar benang tetap tersusun rapi dan tidak mudah putus.

Untuk teknik kawat digunakan dalam proses ikat benang, dimana kawat digunakan mengikat benang sesuai pola diinginkan. Teknik-teknik tersebut dipakai untuk menghasilkan keunikan, keindahan, kekuatan dan kecermatan yang terarah. Menghasilkan tenunan berkualitas, juga diperlukan keahlian, ketelatenan, dan pengalaman dalam melakukan setiap tahap pembuatan Tenun Ikat Kumpang Ilong.

Untuk benang-benang Tenun Ikat Kumpang Ilong pola kainnya diikat terlebih dahulu sebelum proses penenunan dimulai. Motifnya terinspirasi dari alam sekitar dan kehidupan sehari-hari masyarakat di Kabupaten Sekadau. Seperti gambar burung, kura-kura, bunga, hasil hutan, alam dan lain sebagainya.

Tenun ikat Kumpang Ilong memang memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi. Proses pembuatannya memerlukan keterampilan dan ketelitian tinggi. Bahannya saja untuk membuat pakaian tradisional masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, seperti baju kurung, selendang, atau pakaian adat lain.

Baca Juga :  Polres Sekadau Terjunkan 157 Personel

Penghargaan Warisan Budaya Tak benda(WBTb) Indonesia.

Berusia lebih 1,7 abad ini, Kampung Kumpang Ilong pernah mendadak dikenal luas. Waktu itu tahun 20220, diumumkan sebagai satu dari tujuh Karya Budaya Kalimantan Barat sebagai Warisan Budaya Tak benda(WBTb) Indonesia, pada sidang penetapan WBTb. Penghargaan diberikan, karena Tenun Ikat Kumpang Ilong termasuk tenunan tradisional asal Kabupaten Sekadau, diperkirakan berusia lebih dari 170 tahun.

Desi bercerita bahwa disebut sebagai Tenun Ikat Kumpang Ilong guna membedakan setiap motifnya. Tujuannya agar tidak bercampur dengan warna dasar kain. “Jadi setiap motif kain selalu dibungkus dan diikat terlebih dahulu dengan menggunakan daun lembak. Zaman sekarang mempermudah pekerjaan motif, dikerjakan dengan dibungkus dan diikat menggunakan tali rapia,” ucap Desi.

Zaman dulu, para penenun membuat Tenun Ikat Kumpang Ilong dengan benang dari buah pisang kurak atau buah nenas. Nah, untuk menghasilkan warna benang, diambilah dari daun-daun engkrebang, engkraput, batang buah mengkudu, bunyah atau kapur sirih. Fungsinya sebagai pelekat. Bedanya zaman sekarang, benang yang digunakan sudah mempergunakan hasil pabrik termasuk pewarna kimia.

Tenun Ikat Kumpang Ilong yang sudah dikenal bertahun-tahun ini sebenarnya nama sebuah Kampung, yang sekarang sudah menjadi Desa. Kampung inilah dikenal sebagai tempat asal muasal, para penenun yang umumnya perempuan bekerja, sekaligus medulang rupiah. Lebih tepatnya di Dusun Kumpang Ilong, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat.

Hasil tenunan khas Ikat Kumpang Ilong sekarang memang sudah bertebaran dan banyak dipakai masyarakat setempat juga laur. Selain dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, juga dipakai untuk upacara adat warga setempat. Misalnya pada upacara adat pernikahan, gawai, dan adat lainnya.

Butuh Bapak Atau Ibu Angkat ?

Menjadi ciri khas sekaligus kearifan lokal budaya setempat, tidak menjadikan bisnis Tenun Ikat Kumpang Ilong lancar begitu saja. Banyak kesulitan dan tantangan harus dihadapi menghadapi dilema persaingan era sekarang. Salah satunya uluran tangan Bapak atau Ibu angkat untuk terus melestarikan kekayaan Budaya Tak Benda ini.
Desi bercerita bahwa para penenunnya memang membutuhkan bantuan pemerintah atau swasta dari Bapak atau Ibu angkat agar lebih dikenal luas ke luar. Masalahnya modal dari para penenun memang sangat-sangat terbatas.

Di satu sisi, para srikandi-srikandi desanya memang sebagian ibu rumah tangga yang dilatih dan bekerja menenun kain kebanggaan warga setempat ini. Menenun, bagi perempuan di sini merupakan peluang membudayakan tenun asal Kabupaten Sekadau, sekaligus membantu ekonomi keluarga. Makanya, para penenun berharap ada Bapak atau Ibu angkat, yang dapat membina dan mengembangkan usaha mereka lebih luas lagi.
Banyak alasan kenapa bantuan Bapak atau Ibu angkat dibutuhkan. Pertama ketersediaan dan kemampuan membeli atau menghasilkan bahan baku sangat terbatas. Belum lagi masalah peralatan penunjang belum memadai dan banyak berusia uzur. Alat-alat tersebut, masih produk warisan lama dan dipakai hingga sekarang. Belum lagi sempat terpukul akiba Pandemi COVID-19, beberapa waktu lalu.

Masalah lain yang terberat ternyata, pasaran Tenun Ikat Kumpang Ilong tidak semudah membalikan telapak tangan. Itu karena pasaran sampai keluar daerah, belum terlalu memadai atau maksimal. Transaksi jual belinya hanya dari mulut ke mulut termasuk dari media sosial. “Harusnya memang ada penampung, sehingga kreasi para perempuan di sini tidak terbatas juga. Padahal juga, para penenun di sini sangat kreatif berkreasi aneka motif. Hasilnya cantik dann layak bersaing dengan tenunan asal daerah lain,” katanya.
Desi berharap ke depan, hasil tenunan kelompoknya terus menjadi penunjang kehidupan para wanita dan keluarga di sini. Oleh karena itu, tidak hanya sekadar support tetapi juga terus melestarikan hingga dapat dipakai siapapun. Dia tidak mau, diberikan penghargaan nasional tetapi pelan-pelan hilang dan mati, akiba keterbatasan bantuan.

Hendri Makaluasc sendiri, berjanji akan mengawal dan membantu mencarikan pihak swasta berupa Bapak atau Ibu angkat Tenun Ikat Kumpang Ilong ini. Dia juga tidak mau, karya budaya berusia hampir dua abad ini ditelan ketatnya persaingan industri tekstil Indonesia dan dunia.

Baca Juga :  Hapus NPWP Bendaharawan, DJP Tetapkan NPWP Instansi Pemda

Warisan budaya semacam ini, harus tetap hidup dan dapat bermanfaat bagi perempuan-perempuan desa di sini. “Memang di satu sisi Pemkab Sekadau sudah melakukan pembinaan sampai berbuah Warisan Budaya Tak benda(WBTb) dari pemerintah Indonesia. Hanya saja, tetap harus kita besarkan dan kembangkan karena wajib ada target yang harus digapai para penenun di sini,” pungkasnya.

Mempromosikan dan melestarikan keberadaan Tenun Ikat Kumpang Ilong, pemerintah dan beberapa komunitas seni dan budaya di Kabupaten Sekadau dan sekitar banyak mengadakan berbagai kegiatan. Seperti pameran tenun ikat, lokakarya tenun ikat, dan pelatihan pembuatan tenun ikat.

Selain itu, ada juga upaya mengembangkan pasar produk Tenun Ikat Kumpang Ilong, baik secara lokal maupun internasional, agar masyarakat yang menghasilkan kain tenun ini dapat memperoleh penghasilan layak dan tetap mempertahankan keberlangsungan budaya tradisional tersebut.

Upaya pemerintah dan komunitas seni dan budaya, semakin dikenal dan diminati masyarakat luas, baik di dalam maupun di luar Kalimantan Barat. Hal ini tak lepas dari upaya promosi yang dilakukan melalui media sosial dan e-commerce.
Beberapa desainer lokal bahkan sudah mulai menggabungkan tenun ikat Kumpang Ilong dengan desain-modern dalam koleksinya. Sehingga dapat membawa tenun ikat Kumpang Ilong menjadi lebih relevan dan sesuai dengan trend mode masa kini.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa tenun ikat Kumpang Ilong tidak hanya menjadi warisan budaya yang penting bagi masyarakat Kalimantan Barat, namun juga mampu menembus pasar fashion nasional dan bahkan internasional. Sebagai hasil, tenun ikat Kumpang Ilong akan tetap eksis dan menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat setempat dalam jangka panjang.

Jaga Terus Kearifannya.

Keberadaan tenun ikat Kumpang Ilong sebagai warisan budaya yang unik harus tetap dijaga dan dilestarikan agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Oleh karena itu, banyak hal yang dapat dilakukan demi melestarikan Tenun Ikat Kumpang Ilong. “Misalnya terus mengadakan pelatihan pembuatan tenun ikat Kumpang Ilong bagi generasi muda. Sehingga keterampilan tradisional tersebut tetap terjaga dan dapat dikembangkan,” ujar Hendri yang juga anggota DPRD Provinsi Kalbar dari dapil Sekadau ini.
Selanjutnya, sambung dia, meningkatkan pemasaran produk tenun ikat Kumpang Ilong, baik di pasar lokal atau internasional. Sehingga dapat memberikan nilai ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat setempat. Juga dorong kemajuan penggunaan Tenun Ikat Kumpang Ilong dalam industri fashion. Dengan begitu dapat memperkenalkan keunikan budaya Indonesia ke seluruh dunia.
Di sisi lain, peran masyarakat menjadi bagian terpenting dalam pelestarian tenun ikat Kumpang Ilong. Masyarakat dapat mendukung pelestarian warisan budayanya dengan memiliki apresiasi tinggi terhadap keindahan dan keunikan tenun ikat Kumpang Ilong sebagai produk budaya lokal. Pakai produk tenun ikat Kumpang Ilong dalam kegiatan sehari-hari, seperti pakaian, kain sarung, dan sebagainya. Sebab, dengan kesadaran dan dukungan masyarakat yang kuat, maka pelestarian Tenun Ikat Kumpang Ilong dapat dilakukan lebih efektif dan berkelanjutan. “Ini akan berdampak positif bagi perkembangan industri kreatif lokal serta keberlangsungan kebudayaan dan tradisi Indonesia secara umum,” ucapnya.

JNE, Solusi Pengiriman Masa Kini.

Hendri melanjutkan skala produksi dan pasar yang dituju, sepertinya masih perlu melibatkan usaha ekspedisi besar seperti JNE (Jalur Nugraha Ekakurir) dan dapat menjadi pilihan tepat. Sebab penggunaan jasa ekspedisi dapat membantu mempercepat pengiriman produk ke pasar yang lebih luas, dan juga memberikan jaminan keamanan terhadap produk dikirim.
“Namun. Jika produksi masih berskala kecil dan pasar dituju masih terbatas di lingkup lokal atau regional, maka pengiriman secara mandiri melibatkan jasa ekspedisi lokal bisa menjadi alternatif lebih hemat biaya,” ucapnya.
Hanya saja, melakukan pengiriman secara mandiri melalui ekspedisi, pelaku usaha dapat menjalin hubungan lebih dekat dengan konsumen dan memberikan layanan lebih personal kepada mereka. Pemilihan metode pengiriman produk dapat disesuaikan dengan skala produksi, pasar dituju, dan pertimbangan biaya juga layanan diinginkan oleh para pelaku usaha.**

Most Read

Artikel Terbaru