23.9 C
Pontianak
Monday, June 5, 2023

Warga Minta Tanahnya Dikembalikan

Buntut Dari Masalah Perkebunan Kelapa Sawit dengan Masyarakat

SINTANG-Pelaksanaan tanggung jawab sosial dari perusahaan perkebunan sawit dinilai belum baik. Juga terkait wilayah Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang diduga menyerobot tanah masyarakat, berakibat pada warga tidak bisa mengurus sertifikat.

Ketua Tim Koordiansi Pembina Permbangunan Perkebunan Kabupaten (TKP3K) yang juga Wakil Bupati Sintang, Askiman mengakui pelaksanaan tanggung jawab sosial dari perusahaan atau coorporate social responsbility (CSR) dari perkebunan sawit memang belum baik. “Hal ini dilihat dari jalan di lingkungan perusahaan yang tidak mau diperbaiki oleh perkebunan, jalan banyak hancur, perusahaan tidak mau memelihara. Masyarakat juga mengeluhkan tidak adanya CSR perusahaan untuk fasilitas umum seperti sarana ibadah,” ujarnya.

Harusnya, CSR itu wajib 5 persen dari keuntungan perusahaan. Tetapi, Askiman mengakui Pemkab Sintang tidak mampu mengontrol, berapa keuntungan perusahaan per tahun.

Terkait permasalahan wilayah Hak Guna Usaha (HGU) dari perusahaan perkebunan sawit, Askiman pun mengakui masih ada permasalahan. Seperti perkebunan di Sungai Maram, Kecamatan Kelam Permai. Ia mengaku mendapatkan banyak keluhan dari warga di sekitar areal perkebunan soal HGU perusahaan. Yang akibatnya warga tidak bisa mendapatkan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dari BPN Kabupaten Sintang.

Baca Juga :  Masyarakat Tolak Investasi Tambang

“Saat mereka mau mengurus PTSL, ternyata ditolak BPN karena tanah yang mereka ajukan ternyata masuk dalam areal HGU perusahaan tertentu. Padahal mereka merasa tidak pernah menyerahkan tanah mereka itu kepada perusahaan. Mohon ini harus diselesaikan. Rapat ini akan menjadi bahan Tim P3K,” tambah Askiman.

Ia menghimbau agar HGU PT. Grand Mandiri Utama di Sungai Maram agar dibahas kembali oleh perusahaan dengan masyarakat. “Jangan sampai tanah masyarakat juga masuk dalam areal HGU. Persoalan HGU ini hampir terjadi disemua perusahaan. Saya minta pihak perusahaan menyelesaikan HGU ini,” tambahnya.

Pola kemitraan antara perusahaan dengan warga yang sudah memberikan lahannya pun tak luput dari soal yang dipermasalahkan. Petani dan warga, ujar Askiman, yang sudah menyerahkan tanahnya selalu merasa dirugikan. “Soal tanah kas desa, saya mau mengingatkan agar seluruh perusahaan agar komitmen dalam mengalokasikan tanah kas desa ini,” tegasnya.

Mendapatkan himbauan demikian, perwakilan dari PT. Grand Mandiri Utama, Hermanus mengakui memang ada gesekan masyarakat Sungai Maram dengan perusahaan pada tahun 2017. “Pada saat itu disepakati larangan aktivitas di kebun dengan luas sekitar 500 hektar. Soal HGU akan dilakukan evaluasi kembali,” terang Hermanus.

Baca Juga :  Tiga Desa Wilayah Perbatasan Disemprot

Kepala Desa Karya Jaya Bakti, Bendud  mengatakan, membahas HGU seharusnya menghadirkan BPN. Karena instansi itulah yang mengeluarkan sertifikat HGU perusahaan.

“Desa kami belum pernah mendapatkan CSR perusahaan. Padahal sudah dibahas sejak 2015 lalu. Soal kebun plasma, lokasinya juga tidak jelas, apalagi hasilnya,” ujar Bendud. Ia mengusulkan untuk lahan warga yang sudah diserahkan ke perusahaan tapi belum dikelola, agar minta dikembalikan kepada pemiliknya.

Senada dengan Bendud, Maryo yang merupakan Penjabat Kepala Desa Kelam Sejahtera menyampaikan warganya  tidak bisa membuat sertifikat melalui program PTSL. Karena tanah warga tersebut masuk dalam area HGU perusahaan. Padahal warga tidak pernah menyerahkan tanah tersebut. “Saya mohon pihak perusahaan dengan suka rela mengeluarkan tanah warga dari area HGU dan mengembalikan kepada warga sehingga warga bisa membuat sertifikat tanah tersebut,” pungkasnya. (ris)

Buntut Dari Masalah Perkebunan Kelapa Sawit dengan Masyarakat

SINTANG-Pelaksanaan tanggung jawab sosial dari perusahaan perkebunan sawit dinilai belum baik. Juga terkait wilayah Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang diduga menyerobot tanah masyarakat, berakibat pada warga tidak bisa mengurus sertifikat.

Ketua Tim Koordiansi Pembina Permbangunan Perkebunan Kabupaten (TKP3K) yang juga Wakil Bupati Sintang, Askiman mengakui pelaksanaan tanggung jawab sosial dari perusahaan atau coorporate social responsbility (CSR) dari perkebunan sawit memang belum baik. “Hal ini dilihat dari jalan di lingkungan perusahaan yang tidak mau diperbaiki oleh perkebunan, jalan banyak hancur, perusahaan tidak mau memelihara. Masyarakat juga mengeluhkan tidak adanya CSR perusahaan untuk fasilitas umum seperti sarana ibadah,” ujarnya.

Harusnya, CSR itu wajib 5 persen dari keuntungan perusahaan. Tetapi, Askiman mengakui Pemkab Sintang tidak mampu mengontrol, berapa keuntungan perusahaan per tahun.

Terkait permasalahan wilayah Hak Guna Usaha (HGU) dari perusahaan perkebunan sawit, Askiman pun mengakui masih ada permasalahan. Seperti perkebunan di Sungai Maram, Kecamatan Kelam Permai. Ia mengaku mendapatkan banyak keluhan dari warga di sekitar areal perkebunan soal HGU perusahaan. Yang akibatnya warga tidak bisa mendapatkan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dari BPN Kabupaten Sintang.

Baca Juga :  Masyarakat Adat Dayak Seberuang Kampung Silit Temui Bupati, Ajukan SK Pengakuan Hutan Adat

“Saat mereka mau mengurus PTSL, ternyata ditolak BPN karena tanah yang mereka ajukan ternyata masuk dalam areal HGU perusahaan tertentu. Padahal mereka merasa tidak pernah menyerahkan tanah mereka itu kepada perusahaan. Mohon ini harus diselesaikan. Rapat ini akan menjadi bahan Tim P3K,” tambah Askiman.

Ia menghimbau agar HGU PT. Grand Mandiri Utama di Sungai Maram agar dibahas kembali oleh perusahaan dengan masyarakat. “Jangan sampai tanah masyarakat juga masuk dalam areal HGU. Persoalan HGU ini hampir terjadi disemua perusahaan. Saya minta pihak perusahaan menyelesaikan HGU ini,” tambahnya.

Pola kemitraan antara perusahaan dengan warga yang sudah memberikan lahannya pun tak luput dari soal yang dipermasalahkan. Petani dan warga, ujar Askiman, yang sudah menyerahkan tanahnya selalu merasa dirugikan. “Soal tanah kas desa, saya mau mengingatkan agar seluruh perusahaan agar komitmen dalam mengalokasikan tanah kas desa ini,” tegasnya.

Mendapatkan himbauan demikian, perwakilan dari PT. Grand Mandiri Utama, Hermanus mengakui memang ada gesekan masyarakat Sungai Maram dengan perusahaan pada tahun 2017. “Pada saat itu disepakati larangan aktivitas di kebun dengan luas sekitar 500 hektar. Soal HGU akan dilakukan evaluasi kembali,” terang Hermanus.

Baca Juga :  Ajak Gereja Katolik Putus Penyebaran COVID-19

Kepala Desa Karya Jaya Bakti, Bendud  mengatakan, membahas HGU seharusnya menghadirkan BPN. Karena instansi itulah yang mengeluarkan sertifikat HGU perusahaan.

“Desa kami belum pernah mendapatkan CSR perusahaan. Padahal sudah dibahas sejak 2015 lalu. Soal kebun plasma, lokasinya juga tidak jelas, apalagi hasilnya,” ujar Bendud. Ia mengusulkan untuk lahan warga yang sudah diserahkan ke perusahaan tapi belum dikelola, agar minta dikembalikan kepada pemiliknya.

Senada dengan Bendud, Maryo yang merupakan Penjabat Kepala Desa Kelam Sejahtera menyampaikan warganya  tidak bisa membuat sertifikat melalui program PTSL. Karena tanah warga tersebut masuk dalam area HGU perusahaan. Padahal warga tidak pernah menyerahkan tanah tersebut. “Saya mohon pihak perusahaan dengan suka rela mengeluarkan tanah warga dari area HGU dan mengembalikan kepada warga sehingga warga bisa membuat sertifikat tanah tersebut,” pungkasnya. (ris)

Most Read

Artikel Terbaru