Harta yang disedekahkan itu tidak akan berkurang, malah bertambah. Itulah yang diyakini jemaah Masjid Abu Bakar. Juga dalam berkurban, meski di masa serba sulit saat pagebluk.
Aris Munandar, Sintang
DI dalam ruang Masjid Abu Bakar, tampak anak-anak berlarian. Bermain dan bercengkrama dengan sesamanya. Riuh dan tampak riang. Sementara di halaman masjid, berdiri tenda sekira berukuran 10×5 meter telah berdiri.
Saat Pontianak Post datang pukul 08.13 WIB, 13 ekor kambing telah selesai disembelih dan kulit sudah lepas dari dagingnya. Namun, sisa-sisa darah yang belum mengering di tanah berpasir, juga di spanduk-spanduk promosi dari salah satu produk rokok dan terpal yang dijadikan alas, menjadi tanda bahwa penjagalan belum lama dilakukan.
Di bawah teduh tenda, potongan-potongan besar kambing sudah ditumpuk. Potongan kambing itu adalah hasil satu ekor dibelah empat. Kaki dan kepala sudah dilepas. Namun lalu lalang kesibukan masih tampak. Diselingi senda gurau khas bapak-bapak dan sesekali terdengar tawa. Tak tampak wanita di sana. Juga tak ada asap rokok mengepul, bahkan dari satu mulut pun.
Daging-daging itu dimasukkan ke kantong-kantong plastik bening. panitia kurban masih akan melayani pembagian daging kurban. “Akan dimasukkan ke freezer,” ucap salah satu panitia.
Di sisi kanan tenda, potongan kaki-kali kambing dibakar di atas bara. Sementara di sisi kiri, api dari kayu yang dibakar mulai menyala. Di atas tungku, dandang berisi air telah bertengger. Berisi air, agaknya untuk merebus kulit agar rambut kambing mudah dirontokkan.
Kupon sudah disebar ke warga sekitar. Tinggal pemilik kupon datang untuk menukarnya di halaman Masjid yang berada di Jalan Transito 2, Kelurahan Kapuas Kanan Hulu, Kecamatan Sintang ini. Kurban kali ini, Masjid Abu Bakar menghadirkan total 61 hewan kurban. Adalah 18 sapi dan 43 sapi.
Di tengah sebagian besar masjid berkurang jumlah hewan kurbannya, di Masjid Abu Bakar bertambah 2 kali lipat. Tahun lalu, total hewan kurban yang disembelih hanya 20-an ekor. “Total yang kita salurkan se-Indonesia itu 5.800 ekor. Yang kita potong di Sintang sapinya berjumlah 27, kambing berjumlah 62. Tapi yang kita potong di Markaz sendiri hanya 18 sapi dan 43 ekor kambing. Sisanya kita sebarkan ke seluruh daerah Sintang, ke pedalaman,” ucap pemimpin Islamic Center Abu Bakar Sintang, Ustad Sutan Jefri.
Dari jumlah itu, hanya belasan hewan kurban yang disembelih di sisi kiri halaman masjid. Sisanya dibawa ke Tempat Pemotongan Hewan (TPH), bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang. Ada dua alasan untuk hal itu. Petugas di TPH lebih terlatih, hingga waktu pemotongan bisa lebih cepat. Selain itu limbahnya juga dikelola dengan baik.
“Kita pernah coba potong sendiri di sini. Sampai menghabiskan waktu lima jam. Kalau kita potong di Tempat Pemotongan Hewan, limbahnya bersih. Kemudian mereka kerjanya cepat. Tiga ekor sapi hanya satu jam,” katanya.
Di tengah gegap gempita itu, ia tetap merasa ada yang berbeda antara kurban ini dengan kurban beberapa tahun sebelumnya. Akibat pandemi, panitia kurban tidak bisa bertemu langsung dengan masyarakat. Ia mengaku sedih karena keadaan itu. “Kalau tahun-tahun sebelumnya, keluarga ngopi di sini. Sama-sama kita di sini. Tapi karena prokes yang menuntut orang tidak boleh berkerumun di tempat pemotongan, jadi hanya bisa kita antar sendiri ke alamat masing-masing,” ujarnya.
Meski demikian keadaannya, akan selalu ada hikmah. Setidaknya itulah yang dipercaya Ustaz Jefri, dan ditularkan ke jemaahnya. Bahwa perayaan Iduladha dan kurban di tengah pagebluk ini adalah pelajaran yang berarti bagi umat. Tidak ada yang dibawa mati, sehingga dapat dimaknai lebih jauh sebagai penambah semangat untuk berbagi dengan sesama.
Kurban ini, kata Ustaz pemilik wajah bulat dengan ornamen jenggot panjang ini, adalah cara beramal sebagai tabungan di akhirat kelak. Dengan mengikhlaskan harta, waktu, dan tenaga untuk Allah SWT, keyakinannya, Allah akan mengganjar semuanya. Diyakininya lagi, itulah esensi dari berkurban
Lebih banyak informasi diketahui tentang Islamic Center Abu Bakar dari Ustaz Jefri. Ia mengaku bahwa mereka adalah Non-Government Organization (NGO) Internasional berbasis agama yang bergerak di bidang kemanusiaan. “Ketika ada warga yang membutuhkan, akan kita bantu. Siapapun itu, tidak hanya muslim. Tetapi juga nonmuslim. Bagaimanapun kami memberdayakan kebutuhan umat,” ucap. (*)