25 C
Pontianak
Saturday, March 25, 2023

Prayogo Pangestu, Taipan Asal Kalbar Yang Berkarir dari Supir Angkot.

PONTIANAK – Kalimantan Barat tidak sedikit penghasil taipan papan atas di kanca bisnis nasional dan internasional. Selain nama Jerry Ng dengan PT Bank Jago Tbk (ARTO), juga ada nama tidak kalah menterengnya. Dia adalah Prajogo Pangestu, pria kelahiran asal Sungai Betung, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat pada 13 Mei tahun 1944 silam. Founder dari Barito Pacific dan Chandra Asri Petrochemical ini dari versi forbes merupakan peringkat ketujuh orang terkaya di Indonesia.

Nama Prajogo Pangestu sendiri diketahui merupakan Taipan Perkayuan terbesar di Indonesia sebelum Krisis Ekonomi 1997 terjadi. Bisnisnya berawal pada akhir tahun 70-an di bawah perusahaan Djajanti Timber Group dan selanjutnya membentuk nama Barito Pacific. Nilai kekayaan Prajogo per Desember 2022 dikabarkan tercatat sebesar US$4,9 miliar atau setara dengan Rp76 triliun. Laporan terbaru 2023 versi forbes bahkan kabarnya sudah menyentuh level angka 5,7 miliar USD.

Namun, di balik kesuksesan Prayogo Pangestu mengelola perusahaan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia, ternyata dulunya pria asli bernama Phang Djoem Phen harus memulainya dari bawah. Kurang beruntung secara finansial dalam kehidupan keluarnya waktu itu, hingga sempat menjadikannya sebagai sopir angkot di kotanya.

Semasa kecil, Prajogo Pengestu juga menjalani hidup yang cukup keras. Sejak kecil juga, Taipan asal Kalbar ini harus bekerja demi membantu sang keluarga. Waktu itu ayahnya bahkan bekerja sebagai seorang penyadap getah karet.

Karena keterbatasan biaya, Prajogo Pangestu juga hanya mampu dapat menamatkan bangku sekolahnya hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Meskipun hidup di tengah keterbatasan, namun tak membuat Phang Djoem Phen menyesali nasib hidupnya. Justru dia lebih bekerja keras memikirkan nasib keluarganya.

Sikap baik dan motivasi tingginya menghidupi keluarga dengan cara halal, justru menjadi sebagai gerbang pembuka kesuksesannya. Prajogo bahkan sampai merantau ke Jakarta mengejar impian kecilnya. Tinggal di ibukota, Indonesia tak serta merta membuatnya mendapat penghasilan.

Baca Juga :  Groot Watch, Kreasi Jam Tangan Berbahan Tulang dan Tanduk

Prayogo bahkan sempat kecewa hingga harus kembali ke kampung halamannya.
Dikutip dari Data Indonesia, saat pulang ke kampung halamannya, Prajogo kembali membulatkan tekadnya mengais rezeki dari bawah. Dia menjadi sopir angkot. Sekitar tahun 1960, sambil menjalani pekerjaannya, Prayogo membuka awal mula kunci suksesnya.

Dia bertemu bertemu dengan pengusaha kayu asal Malaysia bernama Bong Sun On atau Burhan Uray. Dari pertemuan dengan pengusaha kayu asal Malaysia tersebut, akhirnya jalan menuju sukses seperti terbuka. Prajogo pun waktu itu mulai meniti karier di PT Djajanti Group milik Sun On pada 1969. Berkat kerja keras dan tangan midasnya, tujuh tahun kemudian Prajogo mendapatkan jabatan sebagai general manager (GM) di pabrik Plywood Nusantara.

Kurang lebih setahun berkarier, dia pun memberanikan diri membuka usaha sendiri. Mulanya, dia membeli CV. Pacific Lumber Coy yang bermodalkan utang bank. Perusahaan ini sukses dan membawa ke lantai bursa pasar modal Indonesia pada tahun 1993, sebelum akhirnya berganti nama menjadi PT Barito Pacific pada tahun 2007.

Bisnis Prayogo Pangestu terus melesat hingga bekerja sama dengan berbagai pengusaha termasuk penguasa waktu itu. Karier, Prajogo Pangestu sendiri juga cukup menyebar dan pernah di berbagai posisi. Dari menjadi Presiden Komisaris PT.Tripolyta Indonesia Tbk, Presiden Komisaris PT.Chandra Asri Petrochemical Center, Wakil Presiden Komisaris PT.Tanjungenim Lestari Pulp & Paper, Presiden Komisaris PT.Barito Pacific Timber Tbk, hingga Komisaris PT.Astra International, 1993-1998 pernah dijalaninya.

Namun melesatnya perkembangan bisnis Prajogo Pangestu dilansir Forbes, setelah tahun 2007 Barito Pacific mengakuisisi 70 persen perusahaan petrokimia Chandra Asri. Perusahaan ini juga melantai di Bursa Efek Indonesia. Tahun 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.

Baca Juga :  Jagung hingga Kurma, Mengenal JAS-B Supermarket Hortikultura dari Singkawang

Waktu itu juga, Thaioil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri sekitar bulan Juli 2021. Kesuksesan bisnis petrokimia dalam negeri, selanjutnya bulan Maret 2022, keluarga Pangestu kembali mengambil alih produsen energi panas Star Energy. Caranya dengan mengakuisisi 33 persen saham dari BCPG Thailand seharga US$440 juta atau Rp6,8 triliun.

Perusahaan ini diincar Prajogo Pangestu sejak tahun 2009 silam. Setelah itu, Prajogo akhirnya melakukan akuisisi sehingga jumlah saham Star Energy menjadi 66,66 persen saham beredar.
Hasilnya, selain bisnis bidang perkayuan, usaha Barito Group meluas di berbagai bidang.

Diketahui PT. Barito Pacific Tbk dengan kodem emiten saham BRPT adalah perusahaan energi terintegrasi berbasis di Indonesia dengan berbagai aset di sektor energi dan industri. Melalui Star Energy, Barito Pacific mengoperasikan perusahaan panas bumi terbesar di Indonesia yang juga merupakan perusahaan panas bumi terbesar ketiga di dunia.

Bekerja sama dengan Indonesia Power, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh PLN, Barito Pacific tengah mengembangkan proyek Jawa 9 & 10, yaitu pembangkit listrik tenaga uap dengan teknologi ultra super-critical berkapasitas 2 x 1.000 MW yang akan dipasang dengan teknologi pengurangan emisi yang belum pernah ada sebelumnya.

Pembangkit listrik ini akan membantu Indonesia memodernisasi kemampuan pembangkit listrik yang sudah lama sekaligus mengurangi biaya dengan menurunkan konsumsi bahan bakar hingga 20% per kwh; sehingga mengurangi emisi karbon secara pro-rata.

Barito Pacific juga merupakan pemegang saham pengendali dan mengkonsolidasikan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan nama kode emiten TPIA, merupakan satu-satunya perusahaan petrokimia terintegrasi dan terbesar di Indonesia.

Untuk emiten BRPT, Prajogo Pangestu diketahui memiliki sekitar 71.15 lembar saham beredar. Sisanya masyarakat (public) sebesar 28,65 persen dan saham treasury sekitar 0,2 persen. (den)

PONTIANAK – Kalimantan Barat tidak sedikit penghasil taipan papan atas di kanca bisnis nasional dan internasional. Selain nama Jerry Ng dengan PT Bank Jago Tbk (ARTO), juga ada nama tidak kalah menterengnya. Dia adalah Prajogo Pangestu, pria kelahiran asal Sungai Betung, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat pada 13 Mei tahun 1944 silam. Founder dari Barito Pacific dan Chandra Asri Petrochemical ini dari versi forbes merupakan peringkat ketujuh orang terkaya di Indonesia.

Nama Prajogo Pangestu sendiri diketahui merupakan Taipan Perkayuan terbesar di Indonesia sebelum Krisis Ekonomi 1997 terjadi. Bisnisnya berawal pada akhir tahun 70-an di bawah perusahaan Djajanti Timber Group dan selanjutnya membentuk nama Barito Pacific. Nilai kekayaan Prajogo per Desember 2022 dikabarkan tercatat sebesar US$4,9 miliar atau setara dengan Rp76 triliun. Laporan terbaru 2023 versi forbes bahkan kabarnya sudah menyentuh level angka 5,7 miliar USD.

Namun, di balik kesuksesan Prayogo Pangestu mengelola perusahaan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia, ternyata dulunya pria asli bernama Phang Djoem Phen harus memulainya dari bawah. Kurang beruntung secara finansial dalam kehidupan keluarnya waktu itu, hingga sempat menjadikannya sebagai sopir angkot di kotanya.

Semasa kecil, Prajogo Pengestu juga menjalani hidup yang cukup keras. Sejak kecil juga, Taipan asal Kalbar ini harus bekerja demi membantu sang keluarga. Waktu itu ayahnya bahkan bekerja sebagai seorang penyadap getah karet.

Karena keterbatasan biaya, Prajogo Pangestu juga hanya mampu dapat menamatkan bangku sekolahnya hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Meskipun hidup di tengah keterbatasan, namun tak membuat Phang Djoem Phen menyesali nasib hidupnya. Justru dia lebih bekerja keras memikirkan nasib keluarganya.

Sikap baik dan motivasi tingginya menghidupi keluarga dengan cara halal, justru menjadi sebagai gerbang pembuka kesuksesannya. Prajogo bahkan sampai merantau ke Jakarta mengejar impian kecilnya. Tinggal di ibukota, Indonesia tak serta merta membuatnya mendapat penghasilan.

Baca Juga :  Melihat Penginapan Kafilah STQH Kalimantan Barat di Sofifi

Prayogo bahkan sempat kecewa hingga harus kembali ke kampung halamannya.
Dikutip dari Data Indonesia, saat pulang ke kampung halamannya, Prajogo kembali membulatkan tekadnya mengais rezeki dari bawah. Dia menjadi sopir angkot. Sekitar tahun 1960, sambil menjalani pekerjaannya, Prayogo membuka awal mula kunci suksesnya.

Dia bertemu bertemu dengan pengusaha kayu asal Malaysia bernama Bong Sun On atau Burhan Uray. Dari pertemuan dengan pengusaha kayu asal Malaysia tersebut, akhirnya jalan menuju sukses seperti terbuka. Prajogo pun waktu itu mulai meniti karier di PT Djajanti Group milik Sun On pada 1969. Berkat kerja keras dan tangan midasnya, tujuh tahun kemudian Prajogo mendapatkan jabatan sebagai general manager (GM) di pabrik Plywood Nusantara.

Kurang lebih setahun berkarier, dia pun memberanikan diri membuka usaha sendiri. Mulanya, dia membeli CV. Pacific Lumber Coy yang bermodalkan utang bank. Perusahaan ini sukses dan membawa ke lantai bursa pasar modal Indonesia pada tahun 1993, sebelum akhirnya berganti nama menjadi PT Barito Pacific pada tahun 2007.

Bisnis Prayogo Pangestu terus melesat hingga bekerja sama dengan berbagai pengusaha termasuk penguasa waktu itu. Karier, Prajogo Pangestu sendiri juga cukup menyebar dan pernah di berbagai posisi. Dari menjadi Presiden Komisaris PT.Tripolyta Indonesia Tbk, Presiden Komisaris PT.Chandra Asri Petrochemical Center, Wakil Presiden Komisaris PT.Tanjungenim Lestari Pulp & Paper, Presiden Komisaris PT.Barito Pacific Timber Tbk, hingga Komisaris PT.Astra International, 1993-1998 pernah dijalaninya.

Namun melesatnya perkembangan bisnis Prajogo Pangestu dilansir Forbes, setelah tahun 2007 Barito Pacific mengakuisisi 70 persen perusahaan petrokimia Chandra Asri. Perusahaan ini juga melantai di Bursa Efek Indonesia. Tahun 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.

Baca Juga :  Dokter Virna Dwi Oktariana dan Inovasi Implan Glaukoma

Waktu itu juga, Thaioil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri sekitar bulan Juli 2021. Kesuksesan bisnis petrokimia dalam negeri, selanjutnya bulan Maret 2022, keluarga Pangestu kembali mengambil alih produsen energi panas Star Energy. Caranya dengan mengakuisisi 33 persen saham dari BCPG Thailand seharga US$440 juta atau Rp6,8 triliun.

Perusahaan ini diincar Prajogo Pangestu sejak tahun 2009 silam. Setelah itu, Prajogo akhirnya melakukan akuisisi sehingga jumlah saham Star Energy menjadi 66,66 persen saham beredar.
Hasilnya, selain bisnis bidang perkayuan, usaha Barito Group meluas di berbagai bidang.

Diketahui PT. Barito Pacific Tbk dengan kodem emiten saham BRPT adalah perusahaan energi terintegrasi berbasis di Indonesia dengan berbagai aset di sektor energi dan industri. Melalui Star Energy, Barito Pacific mengoperasikan perusahaan panas bumi terbesar di Indonesia yang juga merupakan perusahaan panas bumi terbesar ketiga di dunia.

Bekerja sama dengan Indonesia Power, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh PLN, Barito Pacific tengah mengembangkan proyek Jawa 9 & 10, yaitu pembangkit listrik tenaga uap dengan teknologi ultra super-critical berkapasitas 2 x 1.000 MW yang akan dipasang dengan teknologi pengurangan emisi yang belum pernah ada sebelumnya.

Pembangkit listrik ini akan membantu Indonesia memodernisasi kemampuan pembangkit listrik yang sudah lama sekaligus mengurangi biaya dengan menurunkan konsumsi bahan bakar hingga 20% per kwh; sehingga mengurangi emisi karbon secara pro-rata.

Barito Pacific juga merupakan pemegang saham pengendali dan mengkonsolidasikan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan nama kode emiten TPIA, merupakan satu-satunya perusahaan petrokimia terintegrasi dan terbesar di Indonesia.

Untuk emiten BRPT, Prajogo Pangestu diketahui memiliki sekitar 71.15 lembar saham beredar. Sisanya masyarakat (public) sebesar 28,65 persen dan saham treasury sekitar 0,2 persen. (den)

Most Read

Artikel Terbaru

/