23.9 C
Pontianak
Wednesday, June 7, 2023

Petani Cabai Batang Tarang, Jaga Tradisi Bertani, Simbol Kearifan Lokal

Suasana pagi hari di Kampung Batang Tarang, Kecamatan Balai Batang Tarang, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat terasa begitu sejuk. Beberapa petani cabai telah berkumpul di kebun seluas 2 hektare lebih. Mereka akan memulai panen cabai, yang telah diperjuangkan selama berbulan-bulan. Hujan turun di malam sebelumnya, memberi kesegaran bagi tanaman yang telah mereka rawat dengan penuh kasih sayang. Seperti apa kebun cabai masyarakat setempat ini ?

DENY HAMDANI–BATANG TARANG.

SEPERTI gambar lukisan alam yang indah, kebun cabai terhampar di hadapan petani dengan warna-warni memukau. Cabai hijau segar, kuning bak mentari, dan merah mencolok memenuhi setiap sudut kebun. Petani-petani ini berdiri di antara tanaman yang mereka pelihara dengan hati-hati, siap untuk memanen hasil yang ditanam dengan cinta.

Matahari perlahan muncul di ufuk timur, memberi harapan dan semangat baru. Para petani mulai memetik cabai dengan lembut, mengambil setiap buah yang sudah matang dengan hati-hati. Setiap cabai yang dipetik terlihat segar dan berkualitas, menjadi bukti nyata dari upaya keras dan ketekunan yang mereka lakukan selama berbulan-bulan.

Tak jarang, para petani tersenyum dan tertawa saat memetik cabai, merasakan kepuasan yang tak ternilai harganya. Mereka tahu betul betapa pentingnya upaya mereka dalam memproduksi komoditas yang berkualitas dan sehat untuk masyarakat.

Bukan itu saja, kisah panen cabai ini juga menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia. Para petani yang menjaga tradisi pertanian dengan penuh semangat dan kearifan lokal, memastikan bahwa cabai yang dihasilkan tidak hanya lezat dan berkualitas, tetapi juga menjadi simbol kearifan budaya Indonesia.

Seiring dengan waktu, panen cabai di Kampung Batang Tarang, Kecamatan Batang Tarang sudah menjadi bagian sejarah, tetapi kisah petani yang memproduksinya akan terus hidup dalam hati dan pikiran. Kisah perjuangan, ketekunan, dan semangat wirausaha yang ditunjukkan adalah sesuatu yang patut dihargai dan diapresiasi.

Baca Juga :  Masih Ada Asa, Perjuangan Desa Serdam untuk Lepas dari Belenggu Stunting

“Dalam dunia yang semakin modern, seringkali kita melupakan pentingnya koneksi kita dengan alam dan lingkungan sekitar. Namun, kisah panen cabai ini akan terus mengingatkan kami betapa pentingnya menjaga kelestarian alam dan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam,” kata Marsius Az, pemodal tanaman cabai membuka cerita kepada media harian ini.

Menurut pekerja Credit Union (CU) di Kalimantan Barat ini, di tengah-tengah keindahan alam dan semangat hidup, para petani setempat memberikan pelajaran berharga tentang arti kerja keras, ketekunan, dan semangat wirausaha mencapai tujuan. “Makanya mari kita belajar menjaga koneksi kita dengan alam, lingkungan, dan budaya Indonesia yang kaya dan beragam,” ucapnya.

Marsius bercerita bahwa menuju lokasi tanaman cabainya memang tidak mudah. Dari Kota Pontianak ke Kota Sanggau lebih kurang jaraknya mencapai 175 kilometer. Durasi jarak tempuhnya dengan jalur darat lebih dari 4 jam.

Sementara dari pusat kampungnya, Batang Tarang harus masuk lagi dengan jarak mencapai 5 kilometer. “Di situ ada kebun sawit mandiri juga. Punya saya. Jadi istilahnya tumpang sari,” kata dia.

Berkebun cabai dengan melibatkan warga setempat, tak semudah membalikan telapak tangan. Dia memulai menanamnya akhir tahun 2021. Dia membangun pola kerjasama dengan warga setempat.

“Jadi saya titip dana sekitar 40 jutaan. Namun gagal panen perdana, karena harga jual tidak memadai dan hasil cabainya cenderung tidak banyak. Itu pusingnya 7 keliling,” ujarnya.

Gagal panen tidak menjadikan Marsius dan kelompok taninya, terus berdiam diri. Dia terus mencoba mengekplorasi kelebihan dan kegagalan tanaman ini. Belajar dari pengalaman, untung perdana dari panen minimal 7 karung atau 300 kilogram bisa didapatnya. “Itu panen pada hari pertama saja,” ujarnya.

Baca Juga :  Kemdikbudristek Gelar Festival Lingkar Tiong Kandang

Untuk sekarang, hasil panen cabainya terus melimpah. Normalnya selama 4 hari berturut-turut, kelompoknya menuai cabai dalam jumlah puluhan ton. Bahkan bisa mmencapai ratusan ton, kalau memang buah cabainya padat, banyak, dan menyebar. Akan tetapi khusus pemasaran, dirinya tak bisa melakukan sembarangan.

“Sudah ada penampung. Pasar tradisional di Kota Pontianak. Kami biasanya untuk pupuk, bibit unggul, dan segala macamnya diberikan dulu. Kami jual ke mereka dengan harga standar,” ucapnya.

Umar, salah satu petani cabai melanjutkan bahwa hasil panen kali ini, memang lebih banyak daripada musim sebelumnya. Ini diduga karena penggunaan pupuk organik teratur dan pengairan lebih baik. Di sisi lain, proses panen cabai membutuhkan ketelatenan dan ketepatan waktu.

Para petani harus memilih waktu tepat untuk memanen cabai. “Jika terlalu cepat, cabai belum matang dan menghasilkan rasa yang pedas dan kurang enak. Namun, jika terlambat memanen, cabai akan membusuk dan tidak layak untuk dijual,” kata dia.

Walaupun terkadang hasil panen tak sesuai rencana, para petani cabai tidak pernah patah semangat. Mereka akan terus berusaha meningkatkan hasil panen dengan cara lebih baik. Sebab jerih payah petani tidak akan pernah sia-sia dan sangat pantas dihargai.

Biasanya bagi pembeli, panen cabai bakalan memberikan keuntungan. Selain harga cabai relatif stabil, kualitas cabai juga lebih baik. Dengan begitu, masyarakat dapat menikmati bumbu masakan lebih segar dan nikmat.
Ini juga menjadi bukti bahwa petani Indonesia tetap dan akan terus berkarya.

Menghadapi situasi sulit, petani selalu berusaha menghasilkan produk berkualitas dan bermanfaat buat masyarakat. “Mari kita dukung petani Indonesia dengan membeli produk lokal yang berkualitas,” ajak Umar. (*)

Suasana pagi hari di Kampung Batang Tarang, Kecamatan Balai Batang Tarang, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat terasa begitu sejuk. Beberapa petani cabai telah berkumpul di kebun seluas 2 hektare lebih. Mereka akan memulai panen cabai, yang telah diperjuangkan selama berbulan-bulan. Hujan turun di malam sebelumnya, memberi kesegaran bagi tanaman yang telah mereka rawat dengan penuh kasih sayang. Seperti apa kebun cabai masyarakat setempat ini ?

DENY HAMDANI–BATANG TARANG.

SEPERTI gambar lukisan alam yang indah, kebun cabai terhampar di hadapan petani dengan warna-warni memukau. Cabai hijau segar, kuning bak mentari, dan merah mencolok memenuhi setiap sudut kebun. Petani-petani ini berdiri di antara tanaman yang mereka pelihara dengan hati-hati, siap untuk memanen hasil yang ditanam dengan cinta.

Matahari perlahan muncul di ufuk timur, memberi harapan dan semangat baru. Para petani mulai memetik cabai dengan lembut, mengambil setiap buah yang sudah matang dengan hati-hati. Setiap cabai yang dipetik terlihat segar dan berkualitas, menjadi bukti nyata dari upaya keras dan ketekunan yang mereka lakukan selama berbulan-bulan.

Tak jarang, para petani tersenyum dan tertawa saat memetik cabai, merasakan kepuasan yang tak ternilai harganya. Mereka tahu betul betapa pentingnya upaya mereka dalam memproduksi komoditas yang berkualitas dan sehat untuk masyarakat.

Bukan itu saja, kisah panen cabai ini juga menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia. Para petani yang menjaga tradisi pertanian dengan penuh semangat dan kearifan lokal, memastikan bahwa cabai yang dihasilkan tidak hanya lezat dan berkualitas, tetapi juga menjadi simbol kearifan budaya Indonesia.

Seiring dengan waktu, panen cabai di Kampung Batang Tarang, Kecamatan Batang Tarang sudah menjadi bagian sejarah, tetapi kisah petani yang memproduksinya akan terus hidup dalam hati dan pikiran. Kisah perjuangan, ketekunan, dan semangat wirausaha yang ditunjukkan adalah sesuatu yang patut dihargai dan diapresiasi.

Baca Juga :  Setelah Gagal Panen Kini Tumbuh Enam Ratus Batang Melon dan Seribu Cabai

“Dalam dunia yang semakin modern, seringkali kita melupakan pentingnya koneksi kita dengan alam dan lingkungan sekitar. Namun, kisah panen cabai ini akan terus mengingatkan kami betapa pentingnya menjaga kelestarian alam dan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam,” kata Marsius Az, pemodal tanaman cabai membuka cerita kepada media harian ini.

Menurut pekerja Credit Union (CU) di Kalimantan Barat ini, di tengah-tengah keindahan alam dan semangat hidup, para petani setempat memberikan pelajaran berharga tentang arti kerja keras, ketekunan, dan semangat wirausaha mencapai tujuan. “Makanya mari kita belajar menjaga koneksi kita dengan alam, lingkungan, dan budaya Indonesia yang kaya dan beragam,” ucapnya.

Marsius bercerita bahwa menuju lokasi tanaman cabainya memang tidak mudah. Dari Kota Pontianak ke Kota Sanggau lebih kurang jaraknya mencapai 175 kilometer. Durasi jarak tempuhnya dengan jalur darat lebih dari 4 jam.

Sementara dari pusat kampungnya, Batang Tarang harus masuk lagi dengan jarak mencapai 5 kilometer. “Di situ ada kebun sawit mandiri juga. Punya saya. Jadi istilahnya tumpang sari,” kata dia.

Berkebun cabai dengan melibatkan warga setempat, tak semudah membalikan telapak tangan. Dia memulai menanamnya akhir tahun 2021. Dia membangun pola kerjasama dengan warga setempat.

“Jadi saya titip dana sekitar 40 jutaan. Namun gagal panen perdana, karena harga jual tidak memadai dan hasil cabainya cenderung tidak banyak. Itu pusingnya 7 keliling,” ujarnya.

Gagal panen tidak menjadikan Marsius dan kelompok taninya, terus berdiam diri. Dia terus mencoba mengekplorasi kelebihan dan kegagalan tanaman ini. Belajar dari pengalaman, untung perdana dari panen minimal 7 karung atau 300 kilogram bisa didapatnya. “Itu panen pada hari pertama saja,” ujarnya.

Baca Juga :  Calya Tabrak Hilux Jelang Pergantian Tahun

Untuk sekarang, hasil panen cabainya terus melimpah. Normalnya selama 4 hari berturut-turut, kelompoknya menuai cabai dalam jumlah puluhan ton. Bahkan bisa mmencapai ratusan ton, kalau memang buah cabainya padat, banyak, dan menyebar. Akan tetapi khusus pemasaran, dirinya tak bisa melakukan sembarangan.

“Sudah ada penampung. Pasar tradisional di Kota Pontianak. Kami biasanya untuk pupuk, bibit unggul, dan segala macamnya diberikan dulu. Kami jual ke mereka dengan harga standar,” ucapnya.

Umar, salah satu petani cabai melanjutkan bahwa hasil panen kali ini, memang lebih banyak daripada musim sebelumnya. Ini diduga karena penggunaan pupuk organik teratur dan pengairan lebih baik. Di sisi lain, proses panen cabai membutuhkan ketelatenan dan ketepatan waktu.

Para petani harus memilih waktu tepat untuk memanen cabai. “Jika terlalu cepat, cabai belum matang dan menghasilkan rasa yang pedas dan kurang enak. Namun, jika terlambat memanen, cabai akan membusuk dan tidak layak untuk dijual,” kata dia.

Walaupun terkadang hasil panen tak sesuai rencana, para petani cabai tidak pernah patah semangat. Mereka akan terus berusaha meningkatkan hasil panen dengan cara lebih baik. Sebab jerih payah petani tidak akan pernah sia-sia dan sangat pantas dihargai.

Biasanya bagi pembeli, panen cabai bakalan memberikan keuntungan. Selain harga cabai relatif stabil, kualitas cabai juga lebih baik. Dengan begitu, masyarakat dapat menikmati bumbu masakan lebih segar dan nikmat.
Ini juga menjadi bukti bahwa petani Indonesia tetap dan akan terus berkarya.

Menghadapi situasi sulit, petani selalu berusaha menghasilkan produk berkualitas dan bermanfaat buat masyarakat. “Mari kita dukung petani Indonesia dengan membeli produk lokal yang berkualitas,” ajak Umar. (*)

Most Read

Artikel Terbaru