31.7 C
Pontianak
Saturday, June 3, 2023

Berbagi Takjil, Tradisi Religi Ramadan Sejak Berabad Silam

Dirindukan Surga, Jadi Strategi Dakwah Para Wali Songo

Momen bulan Ramadan tak sekadar beribadah, namun banyak tradisi religi yang mengekorinya. Salah satunya tradisi berbagi takjil. Tradisi ini adalah suatu kebiasaan yang dilakukan masyarakat muslim di Kubu Raya, Kalbar, Indonesia selama Ramadan. Sudah dilakukan sejak berbad-abad silam. Takjil sendiri diartikan makanan atau minuman ringan yang dikonsumsi saat berbuka puasa. Seperti apa tradisi bertakjil gratis kepada orang-orang yang sedang berbuka puasa di tempat publik?

Deny Hamdani, Kubu Raya

“Selama Ramadan, surga itu sesungguhnya merindukan empat golongan,” ucap ustaz Miftah, penceramah atau DAI Kalbar ketika membuka pembicaraan kepada media ini.

Pertama orang yang membaca Alquran. Kedua muslim atau muslimah yang menjaga lisan atau tidak banyak bicara selama bulan Ramadan. Dan ketiga orang yang memberi makan orang lapar atau orang sedang berpuasa.

“Bukan lagi anjuran tetapi kita merasakan bagaimana rasanya lapar, dahaga, keroncong, dan bisa dirasakan orang miskin,” ucap dia seraya menambahkan golongan keempat yakni orang yang berpuasa di bulan Ramadan.

Nah, lanjut Miftah, tradisi berbagi takjil adalah salah satu bentuk amal kebaikan dan kepedulian sosial yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Tradisi ini juga menjadi sarana saling berbagi dan meningkatkan kebersamaan antara sesama muslim.

“Biasanya banyak masyarakat berpartisipasi dalam tradisi berbagi takjil ini dengan membagikan takjil secara sukarela di sepanjang jalan atau di tempat ibadah seperti masjid, surau, musala, lapangan, atau rumah sakit. Biasanya, takjil yang dibagikan berupa air mineral, jus buah, es buah, kolak, bubur, kurma, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Tradisi berbagi takjil memang sudah membudaya selama berabad-abad silam. Selain memberikan manfaat bagi yang membutuhkan, tradisi ini juga memperkuat tali silaturahmi dan memupuk semangat kebersamaan antar masyarakat.

Baca Juga :  Jagung hingga Kurma, Mengenal JAS-B Supermarket Hortikultura dari Singkawang

Takjil sendiri diartikan makanan pembuka sebelum makanan berat saat berbuka puasa. Biasanya takjil merupakan makanan ringan yang praktis dikonsumsi sebelum salat Magrib. Hal itu mengacu pada hadis Nabi SAW, untuk menyegerakan berbuka puasa.

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Artinya: “Manusia selalu dalam keadaan baik selama mereka segera berbuka (bila waktunya telah tiba).” (HR Bukhari)

Riwayat lain menyebutkan, saat berpuasa hendaknya menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Aisyah berkata, “Siapa di antara mereka berdua yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur?” Aku menjawab, “Abdullah bin Mas’ud.” Ia berkata, “Seperti itulah yang dahulu dikerjakan oleh Rasulullah.” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, & Ibnu Majah).

Dalam KBBI takjil terdapat dua makna. Yakni kata kerja dan kata benda. Untuk kata kerja, takjil berarti makanan. Sedangkan kata benda berarti sajian berbuka puasa. Bahasa takjil berasal dari bahasa Arab ajjalu, yang artinya menyegerakan. Kata ajjalu berasal dari hadis Nabi Muhammad SAW dalam Riwayat Bukhari Muslim yang berbunyi, “Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka”.

Pada praktiknya, di Indonesia ajjalu mengalami pergeseran kata, menjadi ajala yu’ajjilu ta’jilan. Beberapa sumber menyebutkan istilah tersebut disampaikan oleh penyiar agama Islam sejak abad ke-15 di Jawa. Dikutip dari muhammadiyah.or.id, takjilan dikenalkan oleh Wali Songo sebagai sebagai strategi dakwah.

Sementara dikutip dari buku Kiai Ahmad Dahlan: Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan karya Abdul Munir Mulkhan, Muhammadiyah punya peran besar dalam mempopulerkan takjil. Meski awalnya banyak ditentang dan sempat disebut bidah, namun tradisi tersebut terus diikuti oleh warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Tradisi takjilan semakin ramai ketika Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta menyediakan 1.200 sampai 1.400 porsi takjil setiap hari. Bahkan Sultan Hamengkubuwono VIII selalu memberikan takjil gulai kambing setiap Kamis sore. Tradisi takjilan juga terus dilestarikan Muhammadiyah di Yogyakarta dan beberapa daerah lainnya. Hingga kini takjilan sudah menjadi tradisi di Nusantara.

Baca Juga :  Aneka Kuliner Meriahkan Kampong Ramadan

M.Rino, Imam Masjid Radhiyatum Mardiyah menambahkan bahwa tradisi religi berbagi takjil dapat dilacak kembali hingga zaman Nabi Muhammad SAW, di mana beliau dan para sahabatnya juga berbagi makanan dan minuman saat berbuka puasa. Namun, dalam sejarah Indonesia, tradisi berbagi takjil di tempat publik mulai pada awal abad ke-20, ketika masyarakat muslim Indonesia mulai memperingati bulan Ramadan secara lebih intensif.

Pada masa itu, banyak orang yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum ketika berbuka puasa. Untuk mengatasinya, masyarakat berinisiatif membagikan takjil secara gratis di jalan-jalan atau tempat umum sebagai bentuk kepedulian sosial. Dari sinilah, tradisi berbagi takjil menjadi semakin populer dan menjadi salah satu kebiasaan yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia selama Ramadan. Tradisi berbagi takjil dapat menjadi salah satu cara mengurangi risiko pemborosan makanan dan minuman.

“Selama Ramadan, terkadang kita cenderung membeli makanan dan minuman yang berlebihan untuk berbuka puasa. Sehingga ada kemungkinan makanan atau minuman yang tidak terpakai dan terbuang sia-sia. Namun dengan berbagi takjil, kita mengurangi pemborosan dan memberikan manfaat untuk orang-orang. Belum lagi hadis kuat betapa rindunya surga kepada orang-orang yang mau berbagi takjilnya,” ujarnya.

Di sisi lain, tradisi berbagi takjil bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan keanekaragaman kuliner di Kubu Raya dan Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki aneka takjil, termasuk di Kubu Raya dan daerah lainnya. (*)

Dirindukan Surga, Jadi Strategi Dakwah Para Wali Songo

Momen bulan Ramadan tak sekadar beribadah, namun banyak tradisi religi yang mengekorinya. Salah satunya tradisi berbagi takjil. Tradisi ini adalah suatu kebiasaan yang dilakukan masyarakat muslim di Kubu Raya, Kalbar, Indonesia selama Ramadan. Sudah dilakukan sejak berbad-abad silam. Takjil sendiri diartikan makanan atau minuman ringan yang dikonsumsi saat berbuka puasa. Seperti apa tradisi bertakjil gratis kepada orang-orang yang sedang berbuka puasa di tempat publik?

Deny Hamdani, Kubu Raya

“Selama Ramadan, surga itu sesungguhnya merindukan empat golongan,” ucap ustaz Miftah, penceramah atau DAI Kalbar ketika membuka pembicaraan kepada media ini.

Pertama orang yang membaca Alquran. Kedua muslim atau muslimah yang menjaga lisan atau tidak banyak bicara selama bulan Ramadan. Dan ketiga orang yang memberi makan orang lapar atau orang sedang berpuasa.

“Bukan lagi anjuran tetapi kita merasakan bagaimana rasanya lapar, dahaga, keroncong, dan bisa dirasakan orang miskin,” ucap dia seraya menambahkan golongan keempat yakni orang yang berpuasa di bulan Ramadan.

Nah, lanjut Miftah, tradisi berbagi takjil adalah salah satu bentuk amal kebaikan dan kepedulian sosial yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Tradisi ini juga menjadi sarana saling berbagi dan meningkatkan kebersamaan antara sesama muslim.

“Biasanya banyak masyarakat berpartisipasi dalam tradisi berbagi takjil ini dengan membagikan takjil secara sukarela di sepanjang jalan atau di tempat ibadah seperti masjid, surau, musala, lapangan, atau rumah sakit. Biasanya, takjil yang dibagikan berupa air mineral, jus buah, es buah, kolak, bubur, kurma, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Tradisi berbagi takjil memang sudah membudaya selama berabad-abad silam. Selain memberikan manfaat bagi yang membutuhkan, tradisi ini juga memperkuat tali silaturahmi dan memupuk semangat kebersamaan antar masyarakat.

Baca Juga :  Penjualan Masker Meningkat; Model Scuba yang Dipakai Artis Korea Paling Diminati

Takjil sendiri diartikan makanan pembuka sebelum makanan berat saat berbuka puasa. Biasanya takjil merupakan makanan ringan yang praktis dikonsumsi sebelum salat Magrib. Hal itu mengacu pada hadis Nabi SAW, untuk menyegerakan berbuka puasa.

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Artinya: “Manusia selalu dalam keadaan baik selama mereka segera berbuka (bila waktunya telah tiba).” (HR Bukhari)

Riwayat lain menyebutkan, saat berpuasa hendaknya menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Aisyah berkata, “Siapa di antara mereka berdua yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur?” Aku menjawab, “Abdullah bin Mas’ud.” Ia berkata, “Seperti itulah yang dahulu dikerjakan oleh Rasulullah.” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, & Ibnu Majah).

Dalam KBBI takjil terdapat dua makna. Yakni kata kerja dan kata benda. Untuk kata kerja, takjil berarti makanan. Sedangkan kata benda berarti sajian berbuka puasa. Bahasa takjil berasal dari bahasa Arab ajjalu, yang artinya menyegerakan. Kata ajjalu berasal dari hadis Nabi Muhammad SAW dalam Riwayat Bukhari Muslim yang berbunyi, “Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka”.

Pada praktiknya, di Indonesia ajjalu mengalami pergeseran kata, menjadi ajala yu’ajjilu ta’jilan. Beberapa sumber menyebutkan istilah tersebut disampaikan oleh penyiar agama Islam sejak abad ke-15 di Jawa. Dikutip dari muhammadiyah.or.id, takjilan dikenalkan oleh Wali Songo sebagai sebagai strategi dakwah.

Sementara dikutip dari buku Kiai Ahmad Dahlan: Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan karya Abdul Munir Mulkhan, Muhammadiyah punya peran besar dalam mempopulerkan takjil. Meski awalnya banyak ditentang dan sempat disebut bidah, namun tradisi tersebut terus diikuti oleh warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Tradisi takjilan semakin ramai ketika Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta menyediakan 1.200 sampai 1.400 porsi takjil setiap hari. Bahkan Sultan Hamengkubuwono VIII selalu memberikan takjil gulai kambing setiap Kamis sore. Tradisi takjilan juga terus dilestarikan Muhammadiyah di Yogyakarta dan beberapa daerah lainnya. Hingga kini takjilan sudah menjadi tradisi di Nusantara.

Baca Juga :  Masjid Al Mukhlishin Pontianak Sambut Ramadan dengan Beragam Kegiatan

M.Rino, Imam Masjid Radhiyatum Mardiyah menambahkan bahwa tradisi religi berbagi takjil dapat dilacak kembali hingga zaman Nabi Muhammad SAW, di mana beliau dan para sahabatnya juga berbagi makanan dan minuman saat berbuka puasa. Namun, dalam sejarah Indonesia, tradisi berbagi takjil di tempat publik mulai pada awal abad ke-20, ketika masyarakat muslim Indonesia mulai memperingati bulan Ramadan secara lebih intensif.

Pada masa itu, banyak orang yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum ketika berbuka puasa. Untuk mengatasinya, masyarakat berinisiatif membagikan takjil secara gratis di jalan-jalan atau tempat umum sebagai bentuk kepedulian sosial. Dari sinilah, tradisi berbagi takjil menjadi semakin populer dan menjadi salah satu kebiasaan yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia selama Ramadan. Tradisi berbagi takjil dapat menjadi salah satu cara mengurangi risiko pemborosan makanan dan minuman.

“Selama Ramadan, terkadang kita cenderung membeli makanan dan minuman yang berlebihan untuk berbuka puasa. Sehingga ada kemungkinan makanan atau minuman yang tidak terpakai dan terbuang sia-sia. Namun dengan berbagi takjil, kita mengurangi pemborosan dan memberikan manfaat untuk orang-orang. Belum lagi hadis kuat betapa rindunya surga kepada orang-orang yang mau berbagi takjilnya,” ujarnya.

Di sisi lain, tradisi berbagi takjil bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan keanekaragaman kuliner di Kubu Raya dan Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki aneka takjil, termasuk di Kubu Raya dan daerah lainnya. (*)

Most Read

Artikel Terbaru