Pernikahan dini dan hamil di luar nikah tak asing bagi Nordianto Hartoyo Sanan. Bahkan, sang teman juga mengalaminya ketika duduk di bangku SMP. Hal ini membuat pria akrab disapa Anto ini tergerak untuk mengedukasi bahaya pernikahan dini. Dia pun menginisiasi gerakan GenRengers Educamp, yang kemudian mengantarkannya meraih penghargaan SATU Indonesia Awards pada tahun 2018.
Ramses Tobing, Pontianak
Kejadian pada tahun 2009 tak terlupakan bagi Anto. Ketika itu dia masih duduk di bangku kelas 3 sekolah menengah pertama. Temannya berhenti sekolah karena terpaksa menikah. Bahkan, ada juga anak-anak lain yang mengalaminya.
“Waktu SMP saya sering menemukan anak-anak menikah muda. Bahkan, teman saya sendiri. Miris rasanya,” tutur Anto.
Walau usianya masih belia saat itu, Anto merasa persoalan nikah muda tak bisa dianggap enteng. Jiwa kritisnya pun terpanggil. Dia mulai menyuarakan kegundahannya dalam berbagai kesempatan. Tidak hanya saat kelas-kelas diskusi bersama teman-teman dari sekolah yang berbeda, tapi juga anak-anak dari kelompok yang berbeda.
Anto pun memutuskan bergabung dengan Forum Anak Daerah pada 2009. Forum yang dibina Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini sebagai ruang untuk partisipasi anak agar terlibat pengambilan keputusan. Saat itu ia terpilih menjadi presiden anak Kabupaten Kubu raya. Pada 2010 dia terpilih menjadi Presiden Anak Kalimantan Barat dan mewakili anak Kalimantan Barat dalam pertemuan Forum Anak Nasional dan Kongres Anak Indonesia.
Melalui forum tersebut Anto berbicara tentang bahaya pernikahan dini, bahkan ketika bertemu Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono.
“Saya bertemu presiden dan menyampaikan masalah anak di Indonesia,” kata Anto.
Tak hanya bergabung dalam Forum Anak Daerah, Anto juga aktif dalam kegiatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana pada 2009. Dia menjadi menjadi konselor di Pusat Informasi dan Konseling (PIK) BKKBN. Pembentukan PIK bagi remaja guna meminimalisasi tiga risiko yang dikenal dengan Triad Kesehatan Reproduksi Remaja (KKR), yakni seks bebas, narkotika dan HIV/AIDS.
Pada 2014 Anto menjadi Duta Mahasiswa Generasi Berencana (GenRE) Kalimantan Barat. Hadiah uang dalam ajang tersebut digunakannya untuk tur keliling Kalimantan Barat. Selama tiga bulan dia mengunjungi daerah pedalaman Kalbar. Tak sekadar jalan-jalan, tetapi juga mengedukasi anak-anak disana mengenai bahaya pernikahan dini.
“Namun, tidak secara langsung. Pendekatannya melalui impian dan cita-cita anak-anak. Dengan cara ini dapat membantu anak-anak untuk menepis kekhawatiran terhadap impian dan cita-cita mereka,” ungkap pria yang tinggal di Kubu Raya, Desa Teluk kapuas, Kecamatan Sungai Raya ini.
Misalnya, ketika berada di Bengkayang, kabupaten yang berbatasan Malaysia. Ada anak yang bercerita ingin menjadi dokter. Anto membantu memberikan informasi tentang beasiswa untuk meraih cita-cita tersebut.
Dia sela-sela diskusi dia menyelipkan tentang pengetahuan tentang bahaya menikah muda, bahaya seksualitas, hingga menjelaskan ada bagian tubuh yang tidak boleh disentuh.
“Tujuannya ketika ingin menggapai cita-cita maka harus jaga ini dan itu, dan yang disampaikan. Kalau sudah kehilangan kesempatan ini, hamil di luar nikah dan mengurus anak, cita-cita itu bisa tapi akan sulit dicapai,” cerita pria berusia 27 tahun ini.
Kisah-kisah yang kerap diceritakannya dalam setiap diskusi menggugah semangat para anak-anak. Mereka yang awalnya berpikiran untuk bekerja setelah lulus SMA agar bisa membantu ekonomi keluarga berbalik arah mengejar cita-cita. Padahal awalnya khawatir dengan kondisi keuangan keluarga. Bahkan ada yang sudah diminta segera menikah oleh orangtuanya.
“Dan cerita itu dari anak-anak di perbatasan. Mereka berpikir setelah lulus SMA ingin kerja. Kami memberikan mereka masukan, bahwa ada beasiswa dari pemerintah untuk kuliah. Seperti program satu sarjana satu desa, jadi banyak yang mengambil kuliah di Jawa, termasuk di Pontianak,” kenang Anto.
Dari gerakan-gerakan yang dilakukannya itu muncul gagasan untuk membentuk GenRengers Educamp. Selain berkemah, anak-anak mendapat pembelajaran tentang kesehatan reproduksi, seks bebas, hingga kemandirian ekonomi.
“Dari sini harapannya anak-anak mendapat menyerap informasi dampak buruk menikah di usia muda,” tutur pria kelahiran tahun 1994 ini.
Saat pertama kali, GenRengers digelar di empat kabupaten dan kota di Kalimantan Barat. Kubu Raya, Kota Pontianak, Sanggau, dan Kayong Utara. Setelah itu meluas ke tingkat provinsi, seperti Bengkulu, Kalimantan Timur, Bangka Belitung.
Dari GenRengers Educamp melahirkan kader-kader lokal yang meneruskan informasi yang diterima di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Anto menyebut para kader itu sebagai local champion.
Menurutnya, dengan program ini edukasi yang dilakukan kepada anak-anak bisa menjangkau lebih lebih luas, sehingga berjalan lebih efektif dan efisien.
“Jadi saya tidak harus bolak-balik lagi karena tentu memakan waktu dan energi yang lebih besar,” ujar pria yang saat ini berkuliah di tiga universitas berbeda, yakni University of Business Wroclaw, Poland, dengan beasiswa Erasmus, serta di Institudo Politecnico de Braganca, Portugal, dan University of Zagreb, Croatia.
Anto menjelaskan program edukasi tersebut juga selain mudah dan murah, bisa dilakukan di mana pun. Hanya menyiapkan tenda untuk berkemah. Strategi seperti ini kemudian dipakai di beberapa tempat dalam skala yang lebih luas.
“Jadi banyak yang menduplikasi. Sudah ada di Aceh, Lampung, Papua, Sulawesi dan provinsi lainnya,” kata Anto.
Ketika awal melaksanakan GenRengers Anto harus berjuang secara mandiri selama tiga tahun. Tak ada bantuan pemerintah. Dia melakukannya bersama rekan yang memiliki visi serupa. Padahal, pada tahun-tahun tersebut angka pernikahan dini di Kalimantan Barat cukup tinggi. Bahkan, masuk tiga besar bersama provinsi lainya.
Kampanye yang dilakukannya itu pada tempat-tempat yang angka pernikahan usia dini terindikasi tinggi. Ia memanfaatkan kaos sebagai media kampanye. Kaos itu dibagikan secara gratis dengan tagline “Tadak Kawen Mude”.
Menurutnya strategi ini cukup efektif. Sebab Dengan melihat tagline di kaos yang dibagikan gratis tersebut memunculkan keingintahuan masyarakat.
“Saya tidak tahu apakah kemudian memiliki kaitan yang kuat atau tidak, tetapi setelah itu hasil survei 2017 memang angka pernikahan di usia muda di Kalbar menurun,” jelasnya.
Anto menambahkan GenRengers Educamp terus berkembang luas. Saat ini ia sedang menyiapkan dalam bentuk platform digital. Rencananya akan diterapkan di negara-negara luar Indonesia seperti ke Afrika dengan mengusung isu yang sama tentang kesehatan dan organ reproduksi.
“Kami ingin mengembangkan aplikasi secara meluas tentang isu ini. Sehingga nanti dari aplikasi ini, hanya dengan satu klik bisa mengakses semua. Tidak hanya informasi, tapi membantu mapping, planning apa yang ingin dicapai,” terang Anto.
Sebab, menurutnya, tantangan untuk generasi muda semakin komplek seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Dunia akan semakin kompetitif, sehingga tidak bisa menikah muda.
“Generasi milenial paling suka minder dan itu mempengaruhi tingkah laku. Selanjutnya menjadi PR bagi pemerintah untuk menyediakan akses pendidikan dan ruang untuk berkreatifitas untuk generasi muda, karena anak-anak butuh sesuatu mengasah bakat mereka,” jelasnya.
Dalam kesempatan terpisah, Koordinator Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Kalimantan Barat Hadirin, menyebutkan angka melahirkan di usia muda di tahun 2012 cukup tinggi. Angka itu kaitannya dengan terjadi pernikahan di usia muda.
Dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 tercatat angka melahirkan di usia muda yakni antara 15-19 tahun sebesar 104 per 1000 wanita. Lima tahun, tepatnya 2017 kemudian angka itu turun menjadi 63 per 1000 wanita untuk usia 15 tahun hingga 19 tahun. SDKI itu merupakan survei yang dilakukan lima tahun sekali.
“Penurunan ini berkata kerjasama dengan mitra, baik yang mitra secara individu maupun lembaga. Seperti Genre,” kata Hadirin.
Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat Alik R Rosyad, meniai apa yang dilakukan Nordianto menjadi role model bagi anak-anak untuk tidak menyerah meraih impian.
Anto dan rekan-rekannya dikatakan Alik memiliki peran dalam isu perlindungan anak. Apalagi ia bergabung dalam komunitas yang konsen terhadap perlindungan hak-hak anak.
“Anto dan kawan-kawannya menjadi role model. Tidak hanya teman-teman sebayanya, tapi juga generasi di bawahnya,” kata Alik.
Alik menceritakan ia mengenal anak dari Forum Anak Daerah. Anto juga dikenal sangat aktif dalam berbagai organisasi yang konsen terhadap anak-anak.
“Kami juga pernah pada forum yang sama, melakukan edukasi dan sosialisasi tentang anak,” ujar Alik.
Bahkan di tingkat nasional dilanjutkan Alik, Anto menjadi duta di forum anak nasional. Sebagai aktivitas anak, dilanjutkan Alik, pihaknya pernah melibatkan Anto dalam kegiatan di nasional. Kiprahnya sebagai aktivis anak itu yang kemudian menjadi pembuka jalan untuk Anto, meraih berbagai prestasi di tingkat nasional. Termasuk meraih penghargaan SATU Indonesia Awards pada tahun 2018. Bahkan beasiswa pendidikan ke luar negeri.
“Sebagai aktivis anak, Anto terus menyuarakan hak anak, dalam berbagai kesempatan. Bahkan kami (KPPAD.red), juga melibatkan Anto saat kegiatan tentang anak di Jakarta,” jelas Alik. (*)