Memasuki dunia kerja, biasanya ada pilihan untuk bekerja korporasi atau startup. Keduanya punya ciri dan keunggulan masing-masing. Lantas dari kedua pilihan tersebut, mana yang lebih menguntungkan?
Oleh : Siti Sulbiyah
Secara definisi, startup merupakan perusahaan baru yang dirintis untuk menjawab kebutuhan pasar dengan menggabungkan pandangan bisnis dengan kemajuan teknologi digital.
Sementara korporasi adalah perusahaan besar yang telah mapan dan memiliki sistem serta berbagai aturan tersendiri yang dijalankan secara terstruktur. Korporasi dan startup memiliki ciri khas masing-masing.
Reinhardt Graciano Rongre, Senior Product Manager at Tiket.com, mengatakan perbedaan antara startup dan korporasi bisa terlihat dari usia, valuasi, market, hingga keberadaannya di pasar. Namun, dari hal-hal tersebut, yang paling bisa dilihat adalah usianya.
“Kalau mau tahu lihat dari usianya. Kalau perusahaan biasanya berusia puluhan tahun atau bahkan ratusan. Kalau startup umumnya baru berusia di bawah 10 tahun,” katanya.
Perbedaan yang paling terlihat, lanjutnya, juga terletak pada budaya di tempat kerja. Dari segi cara bergaul, korporasi cenderung lebih formal, dan senioritasnya lebih kental.
“Misalnya, saat memanggil koleganya, kalau yang lebih senior di panggil bapak atau ibu, lebih formal,” ungkapnya.
Sementara di startup, para pekerjanya diisi oleh anak-anak muda, yang minim senioritas dan lebih fleksibel.
“Kalau anak startup itu biasanya usia mereka bedanya gak jauh, seperti junior dan senior di kuliah, pergaulannya lebih luwes,” jelasnya.
Budaya kerja lainnya yang berbeda adalah korporasi cenderung memiliki sistem hirarki yang terstruktur, sehingga dalam pengambilan sebuah keputusan harus melalui mekanisme tertentu yang cukup menyita waktu, sementara startup cenderung tidak memiliki proses atau birokrasi yang berbelit-belit.
“Kalau startup memang terstruktur tapi tidak lebih kaku atau formal dibandingkan korporasi,” tuturnya.
Apakah bekerja di startup lebih sering lembur? Reinhardt mengungkapkan, berdasarkan pengalamannya bekerja di korporasi dan startup, lembur bisa saja terjadi pada kedua pekerjaan itu. Namun, di korporasi cenderung lebih jarang.
“Kenapa lebih jarang? karena perubahan tidak terlalu banyak, lalu prosedur kerjanya juga sudah jelas, sehingga selesai jam kerja, ya selesai,” imbuhnya.
Sementara startup, lanjutnya, kemungkinan untuk bekerja lembur lebih sering karena perubahan kerja yang cepat sehingga menyita waktu yang lebih banyak.
Meski cenderung punya waktu kerja yang lebih tinggi, tak tak sedikit anak muda bertahan bekerja di startup. Salah satu faktor yang menurutnya membuat anak muda bertahan adalah karena lebih memiliki tantangan.
“Yang pasti orang ingin punya tantangan, merasa dirinya ter-improve karena bertemu masalah dan masalah baru yang harus dicarikan solusinya,” katanya.
Faktor lainnya adalah keunggulan dari sisi budaya. Saat ini banyak anak muda yang ingin bekerja dengan lingkungan yang nyaman dalam bergaul, menggunakan pakaian kerja yang tidak formal, suasana kantor yang asyik, serta memiliki rekan kerja yang aktif.
“Ada stigma atau generalisasi bahwa di startup itu, karena kerjanya tinggi, sering overtime, maka bayarannya juga sepadan. Saya lihat, beberapa startup itu berani memberi benefit gaji lebih dari 50-100 persen dari gaji korporat,” ujarnya.
Sementara itu, sebagian orang juga merasa nyaman dengan bekerja di korporasi lantaran bisnis yang dijalankan cenderung stabil dan kerjanya cenderung repetitif. Bagi sebagian orang, bekerja secara repetitif tidak masalah dan tidak membosankan.
“Karena bagi mereka yang penting adalah punya penghasilan, pulang kerja beres, setelah itu bisa santai,” pungkasnya.
Benefit lain dari korporasi adalah dari segi finansial. Gaji korporasi boleh jadi lebih kecil dari startup. Namun, ada faktor finansial lain yang menjadi keunggulan, seperti adanya tunjangan, reimburse asuransi, pesangon, atau ada uang bonus tahunan, dan benefit finansial lainnya.
“Yang penting kalau tiba-tiba ada pengeluaran gede, perusahaan itu menanggung, misalnya reimburse medicalnya. Kalau orang sakit biaya mahal ya, tapi kalau di korporasi cenderung tercover biaya tersebut,” imbuhnya. **