24 C
Pontianak
Friday, March 31, 2023

Cerita di Balik Sketsa

Lewat tangan kreatif, sketsa pemandangan dan bangunan di berbagai sudut kota dihasilkan. Mereka berkisah di balik sketsa. Banyak cerita yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

Oleh : Siti Sulbiyah

Perlu waktu 10 menit bagi Bima Tanaka (23) membuat sketsa seorang wanita yang duduk di sebuah acara di Auditorium Universitas Tanjungpura. Ia menghasilkan gambar tersebut di sela-sela menjaga sebuah stan yang menampilkan hasil karya sketsa dari komunitas Sketcher Pontianak.

“(10 menit) lumayan lama,” ucapnya.

Beberapa karya komunitas Sketcher Pontianak dipamerkan di stan tersebut, dalam sebuah kegiatan literasi digital yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, pekan lalu. Di stan itu, sebagian besarnya menampilkan sketsa bangunan-bangunan di Kota Pontianak. Ada Masjid Jami’ Pontianak, gerbang selamat datang, Masjid Raya Mujahidin, sudut jalan Gajah Mada, dan lain sebagainya. Bima sendiri lebih tertarik membuat sketsa bangunan atau pemandangan.

Bima Tanaka menunjukkan hasil sketsa yang dibuat. SITI SULBIYAH/PONTIANAK POST

Ketertarikan Bima terhadap seni sketsa sejak duduk di bangku SMA. Namun, baru dua tahun lalu ia bergabung dengan komunitas. Lewat komunitas tersebut, ia bisa mengakselerasi kemampuannya dalam membuat beragam sketsa. Tak hanya bangunan dan pemandangan, ia juga sudah terbiasa membuat sketsa wajah.

Seumuran dengan Bima, Windi Guswirno Hedi juga punya hobi membuat sketsa. Ia lebih senang membuat sketsa urban, yakni sketsa yang bersumber dari objek di lingkungan kota, seperti aktivitas orang di jalanan, gedung-gedung, lalu lintas kendaraan, dan lain sebagainya.

Baca Juga :  Kebakaran Ruko di Tanjung Pura, Petugas Damkar Sulit Dapatkan Air

“Gambarnya beragam, seperti gambar orang yang sedang berdagang, orang naik mobil, dan lain-lain,” kata Windi.

Sketsa Masjid Raya Mujahidin. IST

Sudut-sudut kota baginya merupakan objek yang bisa diabadikan dalam selembar kertas. Menangkap objek yang dilihat dari pengamatan langsung akan membuat hasil sketsa terasa lebih nyata. Sekali duduk, waktu yang dibutuhkannya rata-rata sekitar setengah jam untuk menghasilkan sebuah sketsa dengan objek yang terlihat di hadapannya.

Sebelum pandemi, komunitas Sketcher Pontianak rutin satu pekan sekali berkumpul bersama menggambar di satu lokasi yang sama. Namun, sejak Pandemi Covid-19 melanda, aktivitas di komunitas agak redup.

“Komunitas Sketcher Pontianak saat ini anggotanya 65 orang. Sebelum pandemi, sekali kumpul paling banyak 20 orang. Tapi sekarang kadang hanya lima orang sekali kumpul,” ucapnya.

Sketsa Masjid Raya Mujahidin. IST

Meski begitu, semangatnya untuk menghasilkan karya lewat sketsa tidak pernah redup. Baginya, menggambar sketsa adalah sebuah hobi yang mengasyikkan.

“Pertama karena menggambar sketsa hobi dari kecil yang menjadi wadah menyalurkan kreativitas. Kedua membuat sketsa menjadi media untuk refreshing setelah penat bekerja,” ungkapnya.

Selain urban sketsa, ia juga bisa menggambar sketsa wajah. Menggambar objek yang satu ini memang memiliki tantangan tersendiri. Pengerjaannya bisa menghabiskan waktu total lima jam. Namun, kadang kala pengerjaannya tidak dapat dilakukan dalam sehari. Pekerjaan ini ia lakukan ketika ada pesanan dari orang.

Baca Juga :  Optimalkan Pertumbuhan Investasi Daerah

“Satu karya kadang baru selesai satu Minggu, sebab pengerjaan sketsa ini tidak bisa cepat,” jelasnya.

Reza Pahlevi (27) dalam berbagai momen kerap mengabadikannya lewat sketsa. Lewat sketsa itulah, ia bisa menyampaikan sebuah cerita. “Saya tertarik dengan sketsa karena dengan sketsa saya dapat bercerita lewat gambar yang saya buat mengenai apa yang terjadi di sekitar saya. Misal sedang berlibur atau berkunjung di suatu tempat saya dapat merekam kejadian pada saat itu dengan di gambar,” kata Reza.

Karya karya sketsa. SITI SULBIYAH PONTIANAK POST

Setiap sketcher –pembuat sketsa- punya kesukaannya masing-masing. Ada yang suka menggambar sesuatu yang bersejarah, ada juga yang suka menggambar aktivitas sehari-hari masyarakat. Kalau Reza, lebih senang menggambar gedung-gedung dan bangunan di sudut kota, terutama yang jarang dilihat orang. Hasil sketsanya, ia ceritakan kepada masyarakat lewat media sosial.

“Untuk publikasinya masih di sosmed (sosial media) seperti Instagram dan facebook,” ucapnya.

Menggambar sketsa, baginya merupakan sarana untuk mengekspresikan diri, sekaligus cara mendapatkan hiburan. Apalagi sejak berkumpul dengan teman-teman yang memiliki hobi sama dalam Komunitas Sketcher Pontianak.

Dirinya pun belum pernah menjual hasil karyanya. Ia juga tak membuka jasa menggambar sketsa berbayar. Semata-mata aktivitasnya itu untuk sarana menyalurkan hobi. Rencana ke depan, ia ingin membuat sebuah buku.

“Saya sendiri ingin membuat buku yang menceritakan setiap sudut Pontianak dengan gambar sketsa saya,” pungkasnya.**

Lewat tangan kreatif, sketsa pemandangan dan bangunan di berbagai sudut kota dihasilkan. Mereka berkisah di balik sketsa. Banyak cerita yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

Oleh : Siti Sulbiyah

Perlu waktu 10 menit bagi Bima Tanaka (23) membuat sketsa seorang wanita yang duduk di sebuah acara di Auditorium Universitas Tanjungpura. Ia menghasilkan gambar tersebut di sela-sela menjaga sebuah stan yang menampilkan hasil karya sketsa dari komunitas Sketcher Pontianak.

“(10 menit) lumayan lama,” ucapnya.

Beberapa karya komunitas Sketcher Pontianak dipamerkan di stan tersebut, dalam sebuah kegiatan literasi digital yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, pekan lalu. Di stan itu, sebagian besarnya menampilkan sketsa bangunan-bangunan di Kota Pontianak. Ada Masjid Jami’ Pontianak, gerbang selamat datang, Masjid Raya Mujahidin, sudut jalan Gajah Mada, dan lain sebagainya. Bima sendiri lebih tertarik membuat sketsa bangunan atau pemandangan.

Bima Tanaka menunjukkan hasil sketsa yang dibuat. SITI SULBIYAH/PONTIANAK POST

Ketertarikan Bima terhadap seni sketsa sejak duduk di bangku SMA. Namun, baru dua tahun lalu ia bergabung dengan komunitas. Lewat komunitas tersebut, ia bisa mengakselerasi kemampuannya dalam membuat beragam sketsa. Tak hanya bangunan dan pemandangan, ia juga sudah terbiasa membuat sketsa wajah.

Seumuran dengan Bima, Windi Guswirno Hedi juga punya hobi membuat sketsa. Ia lebih senang membuat sketsa urban, yakni sketsa yang bersumber dari objek di lingkungan kota, seperti aktivitas orang di jalanan, gedung-gedung, lalu lintas kendaraan, dan lain sebagainya.

Baca Juga :  Xing Fu Salurkan Beras untuk Korban Banjir

“Gambarnya beragam, seperti gambar orang yang sedang berdagang, orang naik mobil, dan lain-lain,” kata Windi.

Sketsa Masjid Raya Mujahidin. IST

Sudut-sudut kota baginya merupakan objek yang bisa diabadikan dalam selembar kertas. Menangkap objek yang dilihat dari pengamatan langsung akan membuat hasil sketsa terasa lebih nyata. Sekali duduk, waktu yang dibutuhkannya rata-rata sekitar setengah jam untuk menghasilkan sebuah sketsa dengan objek yang terlihat di hadapannya.

Sebelum pandemi, komunitas Sketcher Pontianak rutin satu pekan sekali berkumpul bersama menggambar di satu lokasi yang sama. Namun, sejak Pandemi Covid-19 melanda, aktivitas di komunitas agak redup.

“Komunitas Sketcher Pontianak saat ini anggotanya 65 orang. Sebelum pandemi, sekali kumpul paling banyak 20 orang. Tapi sekarang kadang hanya lima orang sekali kumpul,” ucapnya.

Sketsa Masjid Raya Mujahidin. IST

Meski begitu, semangatnya untuk menghasilkan karya lewat sketsa tidak pernah redup. Baginya, menggambar sketsa adalah sebuah hobi yang mengasyikkan.

“Pertama karena menggambar sketsa hobi dari kecil yang menjadi wadah menyalurkan kreativitas. Kedua membuat sketsa menjadi media untuk refreshing setelah penat bekerja,” ungkapnya.

Selain urban sketsa, ia juga bisa menggambar sketsa wajah. Menggambar objek yang satu ini memang memiliki tantangan tersendiri. Pengerjaannya bisa menghabiskan waktu total lima jam. Namun, kadang kala pengerjaannya tidak dapat dilakukan dalam sehari. Pekerjaan ini ia lakukan ketika ada pesanan dari orang.

Baca Juga :  Saleh Kurap Ditangkap di Sungai Kakap

“Satu karya kadang baru selesai satu Minggu, sebab pengerjaan sketsa ini tidak bisa cepat,” jelasnya.

Reza Pahlevi (27) dalam berbagai momen kerap mengabadikannya lewat sketsa. Lewat sketsa itulah, ia bisa menyampaikan sebuah cerita. “Saya tertarik dengan sketsa karena dengan sketsa saya dapat bercerita lewat gambar yang saya buat mengenai apa yang terjadi di sekitar saya. Misal sedang berlibur atau berkunjung di suatu tempat saya dapat merekam kejadian pada saat itu dengan di gambar,” kata Reza.

Karya karya sketsa. SITI SULBIYAH PONTIANAK POST

Setiap sketcher –pembuat sketsa- punya kesukaannya masing-masing. Ada yang suka menggambar sesuatu yang bersejarah, ada juga yang suka menggambar aktivitas sehari-hari masyarakat. Kalau Reza, lebih senang menggambar gedung-gedung dan bangunan di sudut kota, terutama yang jarang dilihat orang. Hasil sketsanya, ia ceritakan kepada masyarakat lewat media sosial.

“Untuk publikasinya masih di sosmed (sosial media) seperti Instagram dan facebook,” ucapnya.

Menggambar sketsa, baginya merupakan sarana untuk mengekspresikan diri, sekaligus cara mendapatkan hiburan. Apalagi sejak berkumpul dengan teman-teman yang memiliki hobi sama dalam Komunitas Sketcher Pontianak.

Dirinya pun belum pernah menjual hasil karyanya. Ia juga tak membuka jasa menggambar sketsa berbayar. Semata-mata aktivitasnya itu untuk sarana menyalurkan hobi. Rencana ke depan, ia ingin membuat sebuah buku.

“Saya sendiri ingin membuat buku yang menceritakan setiap sudut Pontianak dengan gambar sketsa saya,” pungkasnya.**

Most Read

Artikel Terbaru