32.3 C
Pontianak
Wednesday, March 29, 2023

Kebutuhan Pendidikan Generasi Milenial

PERUBAHAN menjadi salah satu ciri makhluk hidup yang ditandai dengan perubahan fisik, dari kecil menjadi besar, dari rendah menjadi tinggi, berbunga, berbuah, bahkan berkembang biak, atau berkembang dari anak-anak menjadi dewasa. Khusus pada manusia disamping perubahan fisik disertai pula perkembangan mental, psikologis, perilaku, orientasi, seksualitas bahkan spiritualitas.

Sedemikian uniknya, banyak kajian dan penelitian yang dikembangkan untuk memahami sifat dan karakter manusia sebagai individu maupun interaksinya dalam kehidupan sosial. Baik generasi terdahulu maupun selanjutnya. Melihat kehidupan manusia lintas generasi, maka akan ditemukan perbedaan yang cukup besar. Hari ini, misalnya, aktivitas pekerjaan sudah di-handling oleh generasi milenial.

Beberapa perbedaan generasi terhadulu dengan generasi milenial antara lain, pertama mengenai orientasi pendidikan dan demokrasi.

Generasi milenial merasa jauh lebih bebas baik secara lahir maupun bathin dan mereka lebih merdeka berpendapat. Hal ini ditunjang dengan pola pengasuhan yang semakin baik dan terbuka baik di rumah, sekolah dan lingkungan. Pengasuhan masa lalu cenderung bersifat indokrinatif.

Dalam memilih pendidikan contohnya, Orang tua merasa anak-anak harus selalu mendengar dan mengikuti apa yang dikatakan atau diinginkannya, sementara pilihan itu belum tentu diminati oleh anaknya. Pada masa lalu umumnya orang tua menetapkan pilihan pendidikan anaknya sesuai dengan karir orang tuanya. Kalau orang tuanya berprofesi sebagai seorang dokter, tentara, polisi, guru, pilot, jaksa, hakim atau PNS seringkali anaknya diharapkan untuk menggeluti profesi yang sama. Membantah atau bahkan menolak keinginan orang tua adalah tabu.

Bagi generasi terdahulu, demokrasi dalam memilih profesi sangat terbatas. Walaupun tidak semua keinginan orang tua itu salah karena prinsip utamanya setiap orang tua berkeinginan anak-anaknya memiliki masa depan yang lebih baik. Namun generasi milenial saat ini lebih suka memilih pekerjaan yang bersifat merdeka dalam bekerja. Tidak terikat pada aturan-aturan yang kaku baik dari sisi waktu dan cara bekerja. Pekerjaan seperti ini terwakili dalam profesi seperti programmer, seniman, translater, chef, model, penata rias, penata rambut, pemandu wisata, ojek online, sopir taksi online, youtuber, dan banyak profesi lain sejenisnya yang mengandalkan jaringan internet, yang sekaligus menjadi ciri generasi milenial.

Baca Juga :  Cap Go Meh Di Sanggau Tanpa Tatung

Kedua, orientasi dan perilaku komunikasi

Dalam konteks kehidupan modern ini keberadaan internet sangat penting, karena sudah menunjang hampir seluruh bidang pekerjaan dan profesi.  Dengan aksesibilitas yang tinggi terhadap informasi membuat generasi milenial bisa terhubung dalam komunikasi dan pekerjaannya dengan siapapun tanpa jarak dan waktu.

Saat bekerja mereka bisa menerima dan memberi informasi secara real time kepada rekan kerja maupun pimpinannya. Mereka bisa bekerja dari mana saja baik dari kantor, rumah, café, restoran, dari atas kendaraan, bahkan dari manapun sepanjang tersedia jaringan. Dampak positif lain dari penguasaan internet membuat generasi milenial cenderung mudah untuk menguasai banyak bahasa asing, jika dibanding dengan generasi terdahulu yang lebih terbatas dalam berkomunikasi. Hal ini membuat generasi milenial lebih ekstrovert dalam pergaulan.

Keterpaduan antara penguasaan teknologi informasi, sifat ekstrovert, penguasaan komunikasi, dan merdeka berkarya membuat generasi milenial lebih berani dan mudah pindah mukim. Bahkan mereka lebih berani meninggalkan kampung dan rumah-nya untuk mengejar profesi dan karirnya bahkan sampai ke luar negeri. Agak berbeda dengan generasi terdahulu yang mungkin lebih tidak tertarik untuk berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya. Dengan eksapansifnya generasi milenial terhadap pendidikan, karir dan profesi maka keinginan untuk “naik kelas” dalam profesinya menjadi lebih tinggi, dan cenderung bersifat materialistis.

Ketiga, orientasi terhadap pengetahuan dan keterampilan

Pengetahuan dan keterampilan adalah kompetensi penting yang harus dimiliki dalam sekolah dan pekerjaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa generasi milenial lebih cepat menguasai pengetahuan dan keterampilan. Hal ini ditunjang oleh kemampuan mereka dalam penguasaan teknologi dan informasi. Generasi terdahulu memang tidak terlalu lincah berselancar di dunia internet. Oleh Karena itu sering kali tertinggal dalam banyak informasi. Menggunakan aplikasi saja sudah bukan main susahnya apakah lagi kalau harus dituntut untuk menciptakan aplikasi yang dapat mendukung pekerjaannya. Gap pengetahuan dan keterampilan ini seringkali menjadi masalah dalam membangun kolaborasi. Sementara semakin modern suatu organisasi kebutuhan terhadap penggunaan teknologi pun semakin tinggi.

Baca Juga :  Membangun Pendidikan Dengan Kualitas SDM

Perbedaan-perbedaan generasi sebagaimana diatas dipertegas pula oleh suatu keadaan dimana dalam masa dua tahun terakhir ini seluruh dunia menghadapi pandemi covid-19. Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemic covid-19 membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Salah satu aspek yang terpapar cukup berat adalah aspek pendidikan. Seluruh jenjang pendidikan mulai dari jenjang Paud, SD, SMP, SMA dan mahasiswa mengalami disrupsi dalam proses pembelajaran. Ketika diterapkan kebijakan belajar dari rumah atau “learn from home” banyak kalangan pendidikan merasa kebingungan.

Tidak bisa dibayangkan betapa crowded-nya proses belajar mengajar di sekolah, sampai-sampai seorang pakar menyatakan pandemi covid dapat mengakibatkan terjadinya leraning lose dalam pendidikan. Lose in leraning adalah sebuah keadaan dimana para siswa tidak dapat menyerap ilmu dari gurunya dalam proses belajarnya. Dalam jangka panjang menjadi ancaman besar ketika Indonesia diharapkan dapat mencapai atau membentuk generasi emas pada 2045 mendatang.

Kondisi learning lose hanya bisa dimitigasi melalui membuka sebesar-besarnya peluang untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam dunia pendidikan. Pola belajar tradisional dimana murid selalu dipaksa menghapal tidak lagi cocok dengan kebutuhan siswa. Kompetensi yang dibutuhkan mereka sekarang adalah belajar tentang bagaimana caranya belajar. Hal ini telah dicanangkan dalam salah satu pilar pendidikan yang berbunyi learning how to learn.

Tapi tentu saja, kondisi diatas harus didukung oleh semua stakeholder pendidikan baik pemerintah, guru, siswa dan terutama orang tua dirumah harus selalu mengawasi aksesibilitas anak-anaknya dalam penggunaan internet. (Guru di SDN 1 Sanggau)

 

PERUBAHAN menjadi salah satu ciri makhluk hidup yang ditandai dengan perubahan fisik, dari kecil menjadi besar, dari rendah menjadi tinggi, berbunga, berbuah, bahkan berkembang biak, atau berkembang dari anak-anak menjadi dewasa. Khusus pada manusia disamping perubahan fisik disertai pula perkembangan mental, psikologis, perilaku, orientasi, seksualitas bahkan spiritualitas.

Sedemikian uniknya, banyak kajian dan penelitian yang dikembangkan untuk memahami sifat dan karakter manusia sebagai individu maupun interaksinya dalam kehidupan sosial. Baik generasi terdahulu maupun selanjutnya. Melihat kehidupan manusia lintas generasi, maka akan ditemukan perbedaan yang cukup besar. Hari ini, misalnya, aktivitas pekerjaan sudah di-handling oleh generasi milenial.

Beberapa perbedaan generasi terhadulu dengan generasi milenial antara lain, pertama mengenai orientasi pendidikan dan demokrasi.

Generasi milenial merasa jauh lebih bebas baik secara lahir maupun bathin dan mereka lebih merdeka berpendapat. Hal ini ditunjang dengan pola pengasuhan yang semakin baik dan terbuka baik di rumah, sekolah dan lingkungan. Pengasuhan masa lalu cenderung bersifat indokrinatif.

Dalam memilih pendidikan contohnya, Orang tua merasa anak-anak harus selalu mendengar dan mengikuti apa yang dikatakan atau diinginkannya, sementara pilihan itu belum tentu diminati oleh anaknya. Pada masa lalu umumnya orang tua menetapkan pilihan pendidikan anaknya sesuai dengan karir orang tuanya. Kalau orang tuanya berprofesi sebagai seorang dokter, tentara, polisi, guru, pilot, jaksa, hakim atau PNS seringkali anaknya diharapkan untuk menggeluti profesi yang sama. Membantah atau bahkan menolak keinginan orang tua adalah tabu.

Bagi generasi terdahulu, demokrasi dalam memilih profesi sangat terbatas. Walaupun tidak semua keinginan orang tua itu salah karena prinsip utamanya setiap orang tua berkeinginan anak-anaknya memiliki masa depan yang lebih baik. Namun generasi milenial saat ini lebih suka memilih pekerjaan yang bersifat merdeka dalam bekerja. Tidak terikat pada aturan-aturan yang kaku baik dari sisi waktu dan cara bekerja. Pekerjaan seperti ini terwakili dalam profesi seperti programmer, seniman, translater, chef, model, penata rias, penata rambut, pemandu wisata, ojek online, sopir taksi online, youtuber, dan banyak profesi lain sejenisnya yang mengandalkan jaringan internet, yang sekaligus menjadi ciri generasi milenial.

Baca Juga :  Sanggau Kembali Terancam Potensi Banjir

Kedua, orientasi dan perilaku komunikasi

Dalam konteks kehidupan modern ini keberadaan internet sangat penting, karena sudah menunjang hampir seluruh bidang pekerjaan dan profesi.  Dengan aksesibilitas yang tinggi terhadap informasi membuat generasi milenial bisa terhubung dalam komunikasi dan pekerjaannya dengan siapapun tanpa jarak dan waktu.

Saat bekerja mereka bisa menerima dan memberi informasi secara real time kepada rekan kerja maupun pimpinannya. Mereka bisa bekerja dari mana saja baik dari kantor, rumah, café, restoran, dari atas kendaraan, bahkan dari manapun sepanjang tersedia jaringan. Dampak positif lain dari penguasaan internet membuat generasi milenial cenderung mudah untuk menguasai banyak bahasa asing, jika dibanding dengan generasi terdahulu yang lebih terbatas dalam berkomunikasi. Hal ini membuat generasi milenial lebih ekstrovert dalam pergaulan.

Keterpaduan antara penguasaan teknologi informasi, sifat ekstrovert, penguasaan komunikasi, dan merdeka berkarya membuat generasi milenial lebih berani dan mudah pindah mukim. Bahkan mereka lebih berani meninggalkan kampung dan rumah-nya untuk mengejar profesi dan karirnya bahkan sampai ke luar negeri. Agak berbeda dengan generasi terdahulu yang mungkin lebih tidak tertarik untuk berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya. Dengan eksapansifnya generasi milenial terhadap pendidikan, karir dan profesi maka keinginan untuk “naik kelas” dalam profesinya menjadi lebih tinggi, dan cenderung bersifat materialistis.

Ketiga, orientasi terhadap pengetahuan dan keterampilan

Pengetahuan dan keterampilan adalah kompetensi penting yang harus dimiliki dalam sekolah dan pekerjaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa generasi milenial lebih cepat menguasai pengetahuan dan keterampilan. Hal ini ditunjang oleh kemampuan mereka dalam penguasaan teknologi dan informasi. Generasi terdahulu memang tidak terlalu lincah berselancar di dunia internet. Oleh Karena itu sering kali tertinggal dalam banyak informasi. Menggunakan aplikasi saja sudah bukan main susahnya apakah lagi kalau harus dituntut untuk menciptakan aplikasi yang dapat mendukung pekerjaannya. Gap pengetahuan dan keterampilan ini seringkali menjadi masalah dalam membangun kolaborasi. Sementara semakin modern suatu organisasi kebutuhan terhadap penggunaan teknologi pun semakin tinggi.

Baca Juga :  Guru sebagai Aktivator: “Mastery Learning”

Perbedaan-perbedaan generasi sebagaimana diatas dipertegas pula oleh suatu keadaan dimana dalam masa dua tahun terakhir ini seluruh dunia menghadapi pandemi covid-19. Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemic covid-19 membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Salah satu aspek yang terpapar cukup berat adalah aspek pendidikan. Seluruh jenjang pendidikan mulai dari jenjang Paud, SD, SMP, SMA dan mahasiswa mengalami disrupsi dalam proses pembelajaran. Ketika diterapkan kebijakan belajar dari rumah atau “learn from home” banyak kalangan pendidikan merasa kebingungan.

Tidak bisa dibayangkan betapa crowded-nya proses belajar mengajar di sekolah, sampai-sampai seorang pakar menyatakan pandemi covid dapat mengakibatkan terjadinya leraning lose dalam pendidikan. Lose in leraning adalah sebuah keadaan dimana para siswa tidak dapat menyerap ilmu dari gurunya dalam proses belajarnya. Dalam jangka panjang menjadi ancaman besar ketika Indonesia diharapkan dapat mencapai atau membentuk generasi emas pada 2045 mendatang.

Kondisi learning lose hanya bisa dimitigasi melalui membuka sebesar-besarnya peluang untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam dunia pendidikan. Pola belajar tradisional dimana murid selalu dipaksa menghapal tidak lagi cocok dengan kebutuhan siswa. Kompetensi yang dibutuhkan mereka sekarang adalah belajar tentang bagaimana caranya belajar. Hal ini telah dicanangkan dalam salah satu pilar pendidikan yang berbunyi learning how to learn.

Tapi tentu saja, kondisi diatas harus didukung oleh semua stakeholder pendidikan baik pemerintah, guru, siswa dan terutama orang tua dirumah harus selalu mengawasi aksesibilitas anak-anaknya dalam penggunaan internet. (Guru di SDN 1 Sanggau)

 

Most Read

Artikel Terbaru