27.8 C
Pontianak
Wednesday, May 31, 2023

Tanda Anak Mengalami Stres dan Cemas

Stres dan cemas tidak hanya dialami orang dewasa. Anak-anak pun bisa mengalami dua kondisi tersebut. Apa yang menjadi penyebabnya?

Oleh :

Dunia anak identik dengan keceriaan, penuh tawa, dan bahagia. Karena hal itulah, orangtua sering menganggap anak-anak tidak akan mungkin mengalami stres dan cemas. Padahal sebaliknya. Anak bisa mengalami kedua hal tersebut.

Menurut dr.Fazia, Sp.KJ, dokter spesialis kedokteran jiwa, stres dan cemas sama-sama merupakan sebuah respon emosi. Namun keduanya memiliki perbedaan. Stres itu adalah reaksi emosi, fisik, dan mental ketika ada suatu peristiwa yang terjadi.

“Misalnya ada suatu bencana atau ada suatu musibah atau suatu berita duka yang terjadi,” katanya dalam Webinar Parenting Cara Menangani Kecemasan dan Stres pada Anak yang dilaksanakan oleh Dunia Parenting Indonesia.

Menurutnya, stres akan menunjukkan respon fisik pada anak, seperti gemetaran, keringat dingin, hingga jantung berdebar-debar. Kemudian juga akan terlihat pada respon emosional seperti sedih, marah, dan penyangkalan. Sedangkan respon mentalnya adalah ketakutan, khawatir berlebih terhadap suatu kejadian.

Adapun cemas, lanjutnya, adalah respon emosi fisik dan kognitif terhadap suatu kenyataan atau imajinasi yang mengancam di masa depan. Cemas menimbulkan adanya kekhawatiran tentang suatu hal, baik itu yang memang akan terjadi ataupun hanya bayangan tentang suatu hal yang mengancam kehidupan di masa yang akan datang.

Baca Juga :  Daun Sambung Nyawa Redakan Peradangan

“Jadi, stres itu ada suatu peristiwa, sedangkan cemas adalah kekhawatiran tentang suatu kejadian di masa yang akan datang baik memang itu akan terjadi ataupun tidak terjadi,” ucapnya.

Menurutnya, cukup mudah mengetahui anak yang mengalami stres dan cemas. Ciri tersebut bisa terlihat pada perubahan perilaku dan emosinya, di mana bila emosi anak meledak-ledak, mudah marah, hingga menjadi tantrum.

Anak yang mengalami sulit tidur juga menjadi ciri bahwa ia mengalami stres. Sulit dalam hal ini meliputi kesulitan memulai tidur, mempertahankan, atau hanya tidur sebentar dan sesekali bangun. Tidur anak yang mengalami stress juga bisa membuatnya mengalami mimpi buruk.

“Kemudian anak yang mulai menarik diri dari lingkungannya. Misalnya, anak yang sebelumnya senang bermain setiap sore bersama teman-temannya, tapi dia mulai menarik diri karena bagi dia lebih baik sendirian dia mengurung diri di kamar,” jelasnya.

Ciri selanjutnya terlihat dari aktivitasnya di sekolah yang kesulitan fokus ketika belajar, nilainya menurun, tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Anak juga bisa mengeluhkan fisiknya saat mengalami stres, misalnya nyeri kepala dan sakit perut.

Baca Juga :  Olahraga Strong Nation di Kota Pontianak Makin Digandrungi

Ketika stres akan mengeluarkan suatu hormon yang namanya hormon kortisol. Hormon ini akan membuat kram perut hingga nyeri kepala. “Jadi harus hati-hati ketika si anak terus-menerus mengeluh nyeri kepala dan sakit perut padahal sudah kita obat itu berarti menjadi satu warning ya buat kita kenapa, apa karena anak stres atau apa,” ujarnya.

Penyebab stres pada anak bisa beragam, mulai dari rutinitas yang harus dihadapinya saat mulai bersekolah, bullying, tuntutan akademis, hingga masalah keluarga di rumah. Misalnya, anak yang mengalami kecemasan saat awal masuk sekolah.

“Ada anak ketika dia berada di sekolah dia bertemu dengan banyak orang, dan dia bertemu dengan guru-gurunya yang berbagai macam karakter itu kan pasti akan menimbulkan kecemasan pada si anak,” katanya.

Menurutnya, stres dan kecemasan pada si anak tersebut pada akhirnya akan terinterpretasi dalam sikapnya yang lebih banyak diam, tidak mau bersosialisasi atau membatasi pergaulan. Disinilah peran orang tua hadir untuk membuatnya semangat, merasa lebih tenang, dan mampu menghadapi masalahnya dengan lebih baik.

Stres dan cemas tidak hanya dialami orang dewasa. Anak-anak pun bisa mengalami dua kondisi tersebut. Apa yang menjadi penyebabnya?

Oleh :

Dunia anak identik dengan keceriaan, penuh tawa, dan bahagia. Karena hal itulah, orangtua sering menganggap anak-anak tidak akan mungkin mengalami stres dan cemas. Padahal sebaliknya. Anak bisa mengalami kedua hal tersebut.

Menurut dr.Fazia, Sp.KJ, dokter spesialis kedokteran jiwa, stres dan cemas sama-sama merupakan sebuah respon emosi. Namun keduanya memiliki perbedaan. Stres itu adalah reaksi emosi, fisik, dan mental ketika ada suatu peristiwa yang terjadi.

“Misalnya ada suatu bencana atau ada suatu musibah atau suatu berita duka yang terjadi,” katanya dalam Webinar Parenting Cara Menangani Kecemasan dan Stres pada Anak yang dilaksanakan oleh Dunia Parenting Indonesia.

Menurutnya, stres akan menunjukkan respon fisik pada anak, seperti gemetaran, keringat dingin, hingga jantung berdebar-debar. Kemudian juga akan terlihat pada respon emosional seperti sedih, marah, dan penyangkalan. Sedangkan respon mentalnya adalah ketakutan, khawatir berlebih terhadap suatu kejadian.

Adapun cemas, lanjutnya, adalah respon emosi fisik dan kognitif terhadap suatu kenyataan atau imajinasi yang mengancam di masa depan. Cemas menimbulkan adanya kekhawatiran tentang suatu hal, baik itu yang memang akan terjadi ataupun hanya bayangan tentang suatu hal yang mengancam kehidupan di masa yang akan datang.

Baca Juga :  Cegah Amputasi, Rawat Luka Diabetes dengan Tepat

“Jadi, stres itu ada suatu peristiwa, sedangkan cemas adalah kekhawatiran tentang suatu kejadian di masa yang akan datang baik memang itu akan terjadi ataupun tidak terjadi,” ucapnya.

Menurutnya, cukup mudah mengetahui anak yang mengalami stres dan cemas. Ciri tersebut bisa terlihat pada perubahan perilaku dan emosinya, di mana bila emosi anak meledak-ledak, mudah marah, hingga menjadi tantrum.

Anak yang mengalami sulit tidur juga menjadi ciri bahwa ia mengalami stres. Sulit dalam hal ini meliputi kesulitan memulai tidur, mempertahankan, atau hanya tidur sebentar dan sesekali bangun. Tidur anak yang mengalami stress juga bisa membuatnya mengalami mimpi buruk.

“Kemudian anak yang mulai menarik diri dari lingkungannya. Misalnya, anak yang sebelumnya senang bermain setiap sore bersama teman-temannya, tapi dia mulai menarik diri karena bagi dia lebih baik sendirian dia mengurung diri di kamar,” jelasnya.

Ciri selanjutnya terlihat dari aktivitasnya di sekolah yang kesulitan fokus ketika belajar, nilainya menurun, tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Anak juga bisa mengeluhkan fisiknya saat mengalami stres, misalnya nyeri kepala dan sakit perut.

Baca Juga :  Mudah dan Praktis, Satu Genggaman untuk Akses Layanan Kesehatan Program JKN

Ketika stres akan mengeluarkan suatu hormon yang namanya hormon kortisol. Hormon ini akan membuat kram perut hingga nyeri kepala. “Jadi harus hati-hati ketika si anak terus-menerus mengeluh nyeri kepala dan sakit perut padahal sudah kita obat itu berarti menjadi satu warning ya buat kita kenapa, apa karena anak stres atau apa,” ujarnya.

Penyebab stres pada anak bisa beragam, mulai dari rutinitas yang harus dihadapinya saat mulai bersekolah, bullying, tuntutan akademis, hingga masalah keluarga di rumah. Misalnya, anak yang mengalami kecemasan saat awal masuk sekolah.

“Ada anak ketika dia berada di sekolah dia bertemu dengan banyak orang, dan dia bertemu dengan guru-gurunya yang berbagai macam karakter itu kan pasti akan menimbulkan kecemasan pada si anak,” katanya.

Menurutnya, stres dan kecemasan pada si anak tersebut pada akhirnya akan terinterpretasi dalam sikapnya yang lebih banyak diam, tidak mau bersosialisasi atau membatasi pergaulan. Disinilah peran orang tua hadir untuk membuatnya semangat, merasa lebih tenang, dan mampu menghadapi masalahnya dengan lebih baik.

Most Read

Artikel Terbaru