PONTIANAK – Pengadilan Negeri (PN) Pontianak menggelar sidang perkara penipuan dan penggelapan dengan terdakwa, Dahlan Setiawan, Kamis (2/3) lalu⁷. Tujuh orang saksi dihadirkan jaksa penuntut umum di sidang yang kedua ini.
Terdakwa melakukan penipuan dan penggelapan terhadap sepasang suami istri Endang Daniah dan Vinsent Apriono sebesar kurang lebih Rp400 juta, dengan modus menawarkan proyek pengaspalan jalan dan rabat beton milik Dinas Perumahan dan Pemukiman Pemerintah Kota Pontianak tahun 2021.
Sidang dipimpin hakim ketua, Sri Harsiwi didampingi dua hakim anggotanya, Wuryanti dan Udut Widodo Kusmiran Napitupulu dengan panitera pengganti, Ririn Zuama Rochaidah.
Sidang kedua ini, majelis hakim mendengarkan keterangan saksi korban, yakni Vinsent Apriono dan Endang Daniah.
Di depan majelis hakim, Vinsent mengatakan, bahwa pada Agustus 2021 saat sedang bermain badminton bersama teman-teman kantor perusahaannya di gedung olahraga Kurnia, Jalan Wonodadi, Kecamatan Pontianak Selatan, tiba-tiba Merry Cristine datang menemui dirinya untuk menawarkan proyek.
“Merry ini teman istri saya. Ketika datang ke gedung olahraga dia ikut bermain badminton, ia menceritakan pekerjaannya sebagai kontraktor,” kata Vinsent di depan majelis hakim.
Vinsent menerangkan, saat itu Merry datang menemuinya hendak meminjam uang sebesar Rp300 juta. Namun permohonan peminjaman uang tersebut tidak disanggupinya. Yang bersangkutan lalu menawarkan pekerjaan pembangunan rumah dengan sistem bagi bangun dengan pemilik tanah dan proyek penunjukan langsung dari pemerintah.
“Merry bilang ada empat proyek penunjukan langsung dari pemerintah. Ia menawarkan kepada saya untuk mengambil dua proyek. Proyek yang ditawarkan pengaspalan jalan dan rabat beton,” ucap Vinsent.
Vinsent menuturkan, untuk satu proyek pagu anggarannya sebesar Rp200 juta. Namun saat itu dirinya tidak mengetahui dimana proyek tersebut akan dikerjakan. Tawaran itu dirinya terima karena, Merry mengiming — imingi keuntungan yang menggiurkan.
“Keuntungan yang dijanjikannya untuk satu proyek sebesar 30 persen. Proyek akan dilaksanakan di Oktober dan November. Pencarian dana pekerjaan akan dilakukan pada Desember 2021,” terang Vinsent.
Vinsent menjelaskan, untuk meyakinkan dirinya, selain soal keuntungan yang besar, Merry menyampaikan bahwa proyek penunjukan langsung tersebut adalah miliknya. Dan sebagai tanda jadi untuk mengambil proyek tersebut, maka dirinya diminta untuk mengirim uang sebesar 15 persen dari total pagu anggaran dua proyek tersebut.
“15 Persen uang tanda jadi atau sebesar Rp60 juta ditransfer istri saya ke rekening Merry,” terang Vinsent.
Vinsent menjelaskan, pengiriman uang kepada Merry dilakukan istrinya secara bertahap sampai dengan Desember 2021. Total uang yang ditransfer ke rekening yang bersangkutan untuk dua proyek yakni, pengaspalan jalan dan rabat beton di dua jalan gang di Kecamatan Pontianak Timur kurang lebih hampir mencapai Rp400 juta.
“Uang tersebut ditransfer istri saya ketika Merry meminta dikirimkan uang untuk keperluan pengerjaan proyek,” ucap Vinsent.
Vinsent mengaku, setelah mentransfer uang kepada Merry, ia bersama istrinya tidak pernah mengecek langsung pengerjaan proyek tersebut. Hal itu dikarenakan dirinya begitu percaya dengan apa yang disampaikan Merry.
“Saya dibuat yakin oleh Merry kerena yang bersangkutan mengirimkan foto pengerjaan proyek. Sempat saya tanya kepadanya, apakah itu proyeknya, Dijawab ia,” tutur Vinsent.
Vinsent pun mengaku, sejak ditawarkan dua pekerjaan dan sampai dengan mengirimkan uang pembiayaan proyek, Merry tidak pernah menyebut jika proyek tersebut sebenarnya milik orang lain atau milik pihak ketiga.
Vinsent mengatakan, seperti yang awalnya dijanjikan, bahwa pencairan anggaran proyek akan dilakukan pada Desember 2021, ternyata pada saat masa waktunya tiba pencairan tersebut tidak pernah terjadi. Merry tidak pernah mengembalikan modal yang sudah dipakai berikut dengan keuntungan yang dijanjikan.
“Merry janji kalau sebelum akhir 2021 modal dan keuntungan akan diberikan. Tetapi nyatanya tidak ada,” ujar Vinsent.
Vinsent mengatakan, karena janji modal dan keuntungan akan diberikan tidak pernah terlaksana, ia dan istrinya lalu mencari Merry untuk menagih janjinya. Pada saat bertemu yang bersangkutan hanya bilang pencairannya belum bisa dilakukan.
“Kepada istri saya, Merry bilang tenang saja. Kalau ada masalah ia siap bertanggungjawab. Bahkan untuk meyakinkan jika memang proyek itu benar adanya, dia kirim dokumen surat perintah kerja (SPK) kedua proyek tersebut melalui chat WhatsApp,” cerita Vinsent.
Vinsent menjelaskan, Januari 2022 Merry datang ke rumahnya untuk mengajak bertemu dengan seseorang yang sebenarnya mengurusi proyek. Dirinya kaget, karena setahu ia dan istrinya proyek tersebut adalah milik Merry bukan milik orang lain.
“Saya bilang kepada Merry proyek inikan urusannya sama kamu tidak ada urusan sama orang lain. Tapi yang bersangkutan menjawab, proyek ini bukan dirinya sendiri yang mengurus tapi ada orang lain juga,” ungkap Vinsent.
Vinsent menuturkan, lalu pada Februari ia bersama istrinya diajak Merry untuk bertemu dan berkenalan dengan terdakwa, Dahlan Setiawan. Dan pada pertemuan itu, Merry menyampaikan pencairan uang proyek akan melalui temannya itu.
“Dipertemuan itu, terdakwa menyampaikan uang proyek belum dicairkan pemerintah. Kemungkinan ada temuan yang harus diperbaiki sedikit. Dan setelah perbaikan barulah pencairan,” tutur Vincent.
Vinsent mengatakan, tetapi sejak pertemuan itu tidak pernah ada kabar dari Merry maupun Dahlan Setiawan. Janji uang akan dikembalikan juga tidak kunjung terlaksana. Saat ditagih, Merry cenderung menghindar ketika ditanya soal janji pengembalian uang.
“Kerana tidak ada kejelasan, kepada Merry saya minta agar membuat surat pernyataan bahwa mereka berdua meminjam uang kepada saya,” ucap Vinsent.
Vinsent mengungkapkan, akhirnya dibuatlah surat pernyataan yang isinya bahwa Merry Cristine dan Dahlan Setiawan memiliki hutang kepada dirinya sebesar kurang lebih Rp400 juta ditambah dengan janji keuntungan sebesar 30 persen. Surat ditandatangani keduanya di atas meterai dan akan dibayarkan pada akhir Maret 2022.
Vinsent menjelaskan, setelah sampai dengan batas waktu yang ditentukan, keduanya tetap tidak memenuhi janjinya untuk membayarkan uang modal dan keuntungan. Sehingga kepada Merry dirinya sampaikan akan melaporkan perbuatannya itu ke pihak kepolisian.
“April 2022, saya melaporkan Merry dan Dahlan ke Polresta Pontianak,” kata Vincent.
Saksi Merry Cristine yang dihadirkan dalam persidangan, mengaku, mengenal Endang Daniah dan Vincent Apriono, karena memang sudah berteman sejak lama. Dan kepada terdakwa, Dahlan Setiawan ia kenal karena pertemanannya di club sepeda.
Merry menuturkan, Pada Agustus 2021, Dahlan Setiawan menawarkan pekerjaan penunjukan langsung dari Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Pontianak. Adapun proyek yang akan dikerjakan yakni, pengerjaan jalan di dua gang di daerah Kecamatan Pontianak Timur.
“Kepada saya, Dahlan ini mengaku kontraktor PL yang sudah bertahun-tahun. Mengaku pengusaha arwana, ketua organisasi, tinggal di perumahan elit dan mengaku sebagai pengurus salah satu partai politik. Punya banyak teman di partai. Dan saya percaya karena saat di club sepeda ada beberapa orang partai politik yang berteman dengannya,” kata Merry di depan majelis hakim.
Merry menerangkan, terdakwa juga mengaku pernah menang tender proyek di Kabupaten Sambas dengan pagu anggaran sebesar Rp44 miliar.
“Dari pengakuannya itu, saya percaya bahwa terdakwa bukan orang sembarangan,” ucap Merry.
Merry menerangkan, Agustus 2021 ia lalu ditawari terdakwa dua proyek dengan pagu anggaran untuk satu proyek sebesar Rp200 juta. Dan proyek penunjukan langsung tersebut banyak diberikan teman-temannya kepada dirinya. Terdakwa mengatakan bahwa satu proyek PL dapat memberikan keuntungan sebesar Rp80 juta
“Terdakwa mengaku ada 16 proyek PL yang diberikan kepadanya. Dari apa yang dijelaskannya, saya sampaikan ada teman yang membutuhkan pekerjaan,” ungkap Merry.
Merry menjelaskan, kedua proyek PL tersebut kemudian ditawarkan kepada Vincent Apriono dan Endang Daniah. Namun sebagai tanda jadi, maka keduanya diminta untuk mengirimkan uang tanda jadi sebesar 15 persen dari Rp400 juta.
“Pertama ditransferlah uang sebesar Rp60 juta dari rekening Endang Daniah ke rekening saya. Kemudian pengiriman uang dilakukan secara bertahap dari Agustus sampai dengan Desember 2021,” ungkap Merry.
Merry menerangkan, uang tersebut kemudian ia transfer kepada terdakwa, secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang diminta.
Di depan majelis hakim, Merry pun mengaku jika dirinya tidak pernah menyebut nama Dahlan Setiawan kepada Endang Daniah dan Vincent Apriono. Kepada keduanya dirinya hanya mengatakan, jika proyek tersebut miliknya.
Merry mengaku, dirinya akhirnya mengatakan kepada kedua korban, bahwa proyek tersebut adalah milik terdakwa, Dahlan Setiawan karena terdesak oleh permintaan korban untuk membayar uang modal proyek beserta keuntungannya.
Dalam sidang, salah satu majelis hakim, yakni Udut Widodo sempat memarahi Merry Cristine yang seolah-olah mengaku sebagai korban dalam perkara penipuan dan penggelapan tersebut. Dimana hakim Udut Widodo menunjukan berkas dakwaan, yang di dalamnya terdapat surat menunjukan bahwa Merry Cristine bukanlah korban melainkan terlapor.
“Anda jangan membangun opini, seolah-olah menjadi korban. Dalam berkas dakwaan perkara ini, anda itu terlapor. Jadi jangan seolah-olah menjadi orang yang paling tersakiti. Yang tersakiti dari perkara ini adalah Vincent dan Endang,” kata Udut Widodo.
Merry pada akhirnya mengakui jika dalam perkara tersebut dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polresta Pontianak. Namun dirinya tidak mengetahui sampai di mana perkembangan penanganan perkaranya. Karena sejak ditetapkan tersangka pada Agustus 2022, dirinya tidak pernah ditahan bahkan tidak pernah diharuskan untuk wajib lapor.
Bahkan dalam persidangan terungkap pula, jika Merry Cristine pernah menerima uang yang dikirim Dahlan Setiawan kepadanya dengan cara ditransfer dengan total lebih dari Rp50 juta.
Kuasa hukum terdakwa, Raymundus mengatakan, sidang pertama perkara ini agendanya adalah pembacaan dakwaan. Dimana dalam dakwaannya adalah perkara penipuan dan penggelapan. Dimana sejak awal dakwaan dibacakan, pihaknya sudah mengajukan esepsi untuk menanggapi dakwaan dari jaksa penuntut umum.
Dia menerangkan, dalam esepsi itu pihaknya menyatakan bahwa dakwaan tidak jelas dan tidak lengkap sebagaimana dimaksud dengan pasal 143 ayat 2 KUHAP. Kliennya didakwa dengan pasal 372 dan 378 KUHP tetapi tidak dijelaskan peran terdakwa untuk mengambil uang kepada korban, kapan dan dimana. Dan uang yang diterima kliennya dari Merry Cristine tidak dijelaskan kapan dan dimana diserahkan dan berapa jumlahnya. Oleh karena itu dakwaan yang tidak jelas dan tidak lengkap maka batal demi hukum.
“Perbuatan yang dilakukan klien saya ini, tidak termasuk dalam tindakan pidana. Karena terdakwa tidak pernah kenal korban dan pernah mengiming-imingi. Yang namanya penipuan, ada iming-iming, bujuk rayu kepada korban. Tetapi klien saya tidak pernah bertemu. Sedangkan penggelapan, terdakwa tidak pernah menerima uang apapun dari korban, sehingga ia menggelapkan,” kata Raymundus.
Raymundus menuturkan, meskipun esepsi tersebut ditolak hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi dalam persidangan kedua agenda pembuktian dengan menghadirkan saksi korban, yakni Vincent Apriono dan Endang Daniah yang mengatakan melaporkan Merry Cristine dan Dahlan Setiawan ke Polresta Pontianak.
Raymundus menyebutkan, sementara dalam dakwaan, Merry Crsitine disebutkan sebagai korban. Bahkan dalam sidang mengaku sebagai korban. Padahal dalam perkara penipuan penggelapan, dia (Merry Cristine) adalah pelaku utama, karena statusnya terlapor berdasarkan laporan yang dibuat korban.
“Saksi korban dalam persidangan jelas mengatakan, dari Agustus sampai dengan Desember 2021, yang aktif mengiming-imingi memberikan keuntungan 20 persen dan 30 persen untuk proyek dan mengambil uang korban sampai kurang lebih Rp400 juta adalah Merry Cristine,” ucapnya.
Raymundus mempertanyakan, mengapa di dalam dakwaan Merry Cristine menjadi korban. Yang tiba-tiba muncul di dalam dakwaan, padahal yang bersangkutan tidak pernah membuat laporan kasus penipuan dan penggelapan di Polresta Pontianak. Tetapi sebaliknya dia (Merry) berstatus sebagai terlapor berdasarkan laporan yang dibuat Vincent Apriono dan Endang Daniah.
“Kemudian terungkap dalam fakta persidangan akhirnya terungkap, bahwa Merry mengaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tapi tidak tahu sudah sampai di mana perkembangan kasusnya. Yang anehnya, kalaupun tidak ditahan, mengapa tersangka ini tidak punya kewajiban untuk wajib lapor,” ujar Raymundus.
Sementara itu, lanjut Raymundus, kliennya, Dahlan Setiawan yang tidak pernah mengambil uang, menipu korban tetapi tiba-tiba berkas perkaranya dinyatakan lengkap oleh jaksa meski tanpa adanya petunjuk yang diberikan kepada penyidik. Bahkan langsung dijadikan terdakwa dalam persidangan perkara penipuan dan penggelapan.
Raymundus mengatakan, yang menjadi pertanyaan, Merry Cristine ini apakah tidak ada yang melindungi? Atau adakah orang lain yang mengatur kasusnya, meski berstatus tersangka tetapi tetap bebes berkeliaran bahkan berusaha menempatkan dirinya sebagai korban.
“Dengan terungkapnya fakta persidangan, bahwa Merry telah menerima uang dari klien saya secara berulang-ulang maka jelaslah dimana letak perannya pada perkara ini,” papar Raymundus.
Raymundus mengungkapkan, jika dilihat dari sudut pandang pidana dengan kaca mata waktu dan tempat kejadian, maka dari fakta persidangan yang terungkap bahwa kejadian dari Agustus sampai dengan Desember 2021 di tempat kejadian kediaman korban Gang Ruper, Jalan Ahmad Dahlan serta yang menghubungi adalah Merry Cristine.
“Maka terungkap sebenarnya pelaku utama dalam perkara ini adalah Merry Cristine bukan Dahlan Setiawan. Tetapi anehnya sampai sekarang yang bersangkutan tidak menjadi terdakwa,” tegas Raymundus.
Menurutnya, jangan sampai dalam perkara ini terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam penegakan hukum. Dahlan Setiawan yang tidak mengetahui apa yang terjadi dijadikan tersangka dan kini berstatus terdakwa bukan atas perbuatannya.
Oleh karena itu, dia menambahkan, maka dalam penetapan status tersangka hingga dijadikan terdakwa, maka kliennya sangat tidak tepat bertanggungjawab pada perkara penipuan dan penggelapan itu. Karena perbuatan pidana tidak bisa digantikan oleh orang lain. Dan jelas siapa yang membohongi, mengiming-imingi korban adalah Merry Cristine.
“Yang lebih lucu dan aneh, perkara ini biasa. Hanya penipuan dan penggelapan. Tetapi yang hadir dalam sidang petinggi-petinggi Kejari datang mengawal sidang perkara ini. Apakah ini perkara atensi? Apakah ada muatan tertentu atau ada yang ditutup-tutupi?” tanya Raymundus.
Sementara itu Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri (Kasi Intel Kejari) Pontianak, Jaksa Muda Rudy Astanto mengatakan, pada 12 Januari pihaknya menerima pelimpahan tersangka dan berkas perkara penipuan dengan penggelapan dari penyidik polisi.
Rudi menjelaskan, dari proses pelimpahan tersebut kemudian perkara dilimpahkan ke pengadilan untuk dijadwalkan pelaksanaan persidangannya. Dan terhadap terdakwa, didakwa dengan pasal 372 dan 378 KUHP.
“Saat ini yang memang diajukan dalam persidangan hanya terdakwa, Dahlan Setiawan,” kata Rudy.
Rudy menuturkan, dalam persidangan tentu nantinya akan ada fakta-fakta. Oleh karena itu biarkanlah jaksa penuntut umum melihat fakta sesungguhnya, apakah ada pihak-pihak lain atau Merry Cristine terlibat dalam perkara ini nanti dilihat dari fakta persidangan.
“Perkara penipuan dan penggelapan ini ada seseorang menawarkan proyek. Tetapi faktanya proyek itu tidak ada alias fiktif. Uang korban digunakan untuk kepentingan pribadi mereka,” pungkas Rudy. (adg)