22.8 C
Pontianak
Wednesday, March 22, 2023

Nol Pengaduan Eksploitasi Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit

PONTIANAK – Industri sawit sempat diterpa dengan isu eksploitasi pekerja perempuan. Namun di Kalimantan Barat (Kalbar), belum ada pengaduan terkait hal tersebut. Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kalimantan Barat (Kalbar),

Manto memastikan, hingga saat ini tak ada pengaduan yang berkaitan dengan eksploitasi pekerja perempuan khususnya di sektor perkebunan kelapa sawit di Kalbar. “Sejauh yang kami deteksi, memang banyak pekerja perempuan di perkebunan sawit, namun laporan adanya eksploitasi itu belum ada,” ungkap Manto.

Dalam pemantauannya, belum ada pengaduan yang datang terkait tidak dipenuhinya hak-hak pekerja, khususnya pekerja perempuan di perkebunan sawit. Sejauh ini, perusahaan sawit telah memberikan hak-hak mereka, terutama hak cuti bagi pekerja perempuan.  “Tetap mereka (perusahaan patuhi), kalau sudah masanya untuk melahirkan, mereka berikan cuti,” tutur dia.

Namun begitu, lanjut dia, pihaknya terus membuka keran pengaduan bagi setiap pekerja yang menghadapi persoalan ketenagakerjaan dengan perusahaan, termasuk bagi pekerja perempuan. Pengaduan, kata dia, bisa dilakukan di Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi di tingkat kabupaten/kota. Provinsi, kata dia, juga menerima pengaduan, termasuk via sosial media. “Akan kami respon (setiap pengaduan), lalu akan kami tugaskan petugas kami di lapangan,” tutur dia.

Baca Juga :  Tempat Tidur Rumah Sakit Nyaris Penuh

Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menampik tuduhan adanya eksploitasi terhadap wanita di perkebunan kelapa sawit. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Gapki, Sumarjono Saragih, mengatakan, perusahaan sawit di Indonesia, terutama yang menjadi anggota Gapki, tidak mungkin melakukan praktik ketenagakerjaan yang melanggar Undang Undang dan prinsip serta kriteria di dalam ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). “GAPKI memastikan industri sawit Indonesia sudah mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif dan layak bagi para pekerjanya,” tutur dia.

Dikatakan dia, GAPKI telah bekerjasama dengan ILO (Organisasi PBB untuk urusan Pekerja) dan sejumlah LSM internasional untuk membangun sistem ketenagakerjaan yang layak di sektor yang menjadi andalan Indonesia ini.

Menurutnya, perusahaan-perusahaan anggota GAPKI tunduk dengan semua peraturan sesuai UU Ketenagakerjaan. Bahkan, GAPKI menargetkan sampai akhir 2020 ini, semua anggota GAPKI telah bersertifikasi ISPO.  “Kalau sudah ISPO, kan sudah tidak ada tagi isu isu terkait tenaga kerja. Karena kalau ada pelanggaran, tidak mungkin mendapatkan sertifikat SPQ,” katanya.

Baca Juga :  Pasien Tanpa Gejala Tambah Dua Kasus Positif

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Heronimus Hero mengatakan, perempuan juga punya peran yang besar dalam mendorong perkembangan industri sawit di tanah air, termasuk di Kalbar. Menurutnya tidak ada batasan gender untuk pekerjaan di perkebunan sawit, kendati pekerja laki-laki tampak mendominasi industri ini.

“Untuk bagian manajemen di pabrik, saya lihat banyak pekerja perempuan. Termasuk di kebun juga ada. Tetapi  tentu untuk pekerjaan-pekerjaan yang memanfaatkan alat berat dilakukan oleh laki-laki,” ungkap Hero.

Biasanya, pekerja perempuan berperan dalam perawatan kebun, di antaranya menebas gulma, menyemprot pestisida, hingga memupuk. Ada juga yang membantu memanen, khususnya memungut brondolan-brondolan yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan memanen TBS dari pohonnya. (sti)

PONTIANAK – Industri sawit sempat diterpa dengan isu eksploitasi pekerja perempuan. Namun di Kalimantan Barat (Kalbar), belum ada pengaduan terkait hal tersebut. Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kalimantan Barat (Kalbar),

Manto memastikan, hingga saat ini tak ada pengaduan yang berkaitan dengan eksploitasi pekerja perempuan khususnya di sektor perkebunan kelapa sawit di Kalbar. “Sejauh yang kami deteksi, memang banyak pekerja perempuan di perkebunan sawit, namun laporan adanya eksploitasi itu belum ada,” ungkap Manto.

Dalam pemantauannya, belum ada pengaduan yang datang terkait tidak dipenuhinya hak-hak pekerja, khususnya pekerja perempuan di perkebunan sawit. Sejauh ini, perusahaan sawit telah memberikan hak-hak mereka, terutama hak cuti bagi pekerja perempuan.  “Tetap mereka (perusahaan patuhi), kalau sudah masanya untuk melahirkan, mereka berikan cuti,” tutur dia.

Namun begitu, lanjut dia, pihaknya terus membuka keran pengaduan bagi setiap pekerja yang menghadapi persoalan ketenagakerjaan dengan perusahaan, termasuk bagi pekerja perempuan. Pengaduan, kata dia, bisa dilakukan di Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi di tingkat kabupaten/kota. Provinsi, kata dia, juga menerima pengaduan, termasuk via sosial media. “Akan kami respon (setiap pengaduan), lalu akan kami tugaskan petugas kami di lapangan,” tutur dia.

Baca Juga :  Perpanjang Pembatasan Aktivitas Malam Hingga Lebaran

Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menampik tuduhan adanya eksploitasi terhadap wanita di perkebunan kelapa sawit. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Gapki, Sumarjono Saragih, mengatakan, perusahaan sawit di Indonesia, terutama yang menjadi anggota Gapki, tidak mungkin melakukan praktik ketenagakerjaan yang melanggar Undang Undang dan prinsip serta kriteria di dalam ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). “GAPKI memastikan industri sawit Indonesia sudah mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif dan layak bagi para pekerjanya,” tutur dia.

Dikatakan dia, GAPKI telah bekerjasama dengan ILO (Organisasi PBB untuk urusan Pekerja) dan sejumlah LSM internasional untuk membangun sistem ketenagakerjaan yang layak di sektor yang menjadi andalan Indonesia ini.

Menurutnya, perusahaan-perusahaan anggota GAPKI tunduk dengan semua peraturan sesuai UU Ketenagakerjaan. Bahkan, GAPKI menargetkan sampai akhir 2020 ini, semua anggota GAPKI telah bersertifikasi ISPO.  “Kalau sudah ISPO, kan sudah tidak ada tagi isu isu terkait tenaga kerja. Karena kalau ada pelanggaran, tidak mungkin mendapatkan sertifikat SPQ,” katanya.

Baca Juga :  Kalbar Alami Krisis Iklim, Ekstraksi dan Eksploitasi Alam Picu Banjir

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Heronimus Hero mengatakan, perempuan juga punya peran yang besar dalam mendorong perkembangan industri sawit di tanah air, termasuk di Kalbar. Menurutnya tidak ada batasan gender untuk pekerjaan di perkebunan sawit, kendati pekerja laki-laki tampak mendominasi industri ini.

“Untuk bagian manajemen di pabrik, saya lihat banyak pekerja perempuan. Termasuk di kebun juga ada. Tetapi  tentu untuk pekerjaan-pekerjaan yang memanfaatkan alat berat dilakukan oleh laki-laki,” ungkap Hero.

Biasanya, pekerja perempuan berperan dalam perawatan kebun, di antaranya menebas gulma, menyemprot pestisida, hingga memupuk. Ada juga yang membantu memanen, khususnya memungut brondolan-brondolan yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan memanen TBS dari pohonnya. (sti)

Most Read

Artikel Terbaru