25 C
Pontianak
Wednesday, March 29, 2023

Sudah Lama Dijual, Ahli Waris Bingung Polemik Mega Lavender

PONTIANAK – Pihak ahli waris akhirnya buka suara terkait status tanah di kawasan perumahan Mega Lavender di Desa Kapur, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Mereka mengaku bingung dengan gugatan yang dilayangkan Benny Irawan, anak ke empat dari enam bersaudara mereka. Para ahli waris ini menegaskan, tanah tersebut telah dijual lama oleh ibu mereka, Hj Basnah kepada seorang bernama Hendri Susanto pada tahun 1989. Belakangan, tahun 2018, tanah milik Hendri itu tersebut dibeli pengembang Mega Lavender Residence.

“Tanah ini sudah dijual oleh ibu kami semasa hidupnya ke Hendri Susanto Ngadimo. Pihak Mega Lavender membeli dari Hendri Susanto. Sudah 32 tahun yang lalu jual beli ini. Jadi tidak ada hubungan antara pihak kami ahli waris dengan pihak Mega Lavender,” kata Iche Mardalena, anak kedua almarhum Hj Basnah, Jumat, (9/4).

Iche menjelaskan, mereka berjumlah enam bersaudara. Dari enam bersaudara, anak nomor empat melakukan gugatan. Bahkan dia melakukan unjuk rasa di kawasan Mega Lavender beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  Karolin: Kantor Pelayanan Pemerintah Tetap Buka Saat Balala'

“Saya pun tidak tahu kenapa dia menggugat tanah ini. Tidak ada komunikasi juga ke pihak keluarga. Terkait aksinya itu, kami lepas tangan dan tidak terkait dengan kami anak-anak Hj Basnah yang lain (lima bersaudara lainnya). Itu atas nama pribadi. Karena, tanah ini bukan hak kami lagi sejak sudah dijual kepada Hendri Susanto,” jelas Iche.

Dia dan saudara lainnya juga heran, kenapa ada gugatan seperti itu. Pasalnya pada awal pembangunan perumahan Mega Lavender tidak terdengar akan ada gugatan. Namun tiba tiba setelah ada pembangunan, baru ada tuntutan dari saudaranya tersebut. Sebenarnya, sambung dia, satu keluarga sudah clear. Artinya, tidak ada urusan dengan tanah yang dijual almarhumah ibu mereka ke Hendri. Penjualannya pun sudah memenuhi persayaratan dan aturan sebagaimana mestinya.

“Saya tegaskan, bahwa tanah tersebut sudah dijual secara resmi oleh ibu kami sesuai hukum yang berlaku. Jadi kami tidak ada hubungan dengan pihak Mega Lavender. Karena Mega Lavender beli tanahnya bukan dari kami, tapi beli dengan Hendri Susanto Ngadimo. Kami minta kami berlima sebagai anak kandung Hj Basnah tidak dibawa-bawa dalam kasus ini. Gugatan ini pribadi dari dia saja,” tambahnya.

Baca Juga :  Gara-gara Lato-lato Mata Arfa Dioperasi

Seperti yang diberitakan sebelumnya, salah seorang ahli waris lainnya, menggelar aksi unjuk rasa di depan kompleks perumahan tersebut. Ia mendesak pihak pengembang menghentikan kegiatan.

“Kami tegaskan lagi, tanah ini dijual ibu kami pada tahun 1989 ke Hendri. Sejak itu, kami adik beradik tidak ada ribut atau masalah. Karena ibu kami sudah clear dengan Hendri. Tidak tahu juga, kenapa sekarang ada masalah,” kata Iche.

Pada intinya, kata Iche, ia dan empat saudaranya tidak mau ikut campur dalam polemik ini. Karena hak atas tanah itu sudah tidak ada lagi pada mereka.

“Tanah dijual ibu kami. Masalah hasil penjualan itu mau dikemanakan, itu urusan ibu kami semasa hidupnya. Ibu meninggal pada 1990,” pungkasnya. (ars)

PONTIANAK – Pihak ahli waris akhirnya buka suara terkait status tanah di kawasan perumahan Mega Lavender di Desa Kapur, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Mereka mengaku bingung dengan gugatan yang dilayangkan Benny Irawan, anak ke empat dari enam bersaudara mereka. Para ahli waris ini menegaskan, tanah tersebut telah dijual lama oleh ibu mereka, Hj Basnah kepada seorang bernama Hendri Susanto pada tahun 1989. Belakangan, tahun 2018, tanah milik Hendri itu tersebut dibeli pengembang Mega Lavender Residence.

“Tanah ini sudah dijual oleh ibu kami semasa hidupnya ke Hendri Susanto Ngadimo. Pihak Mega Lavender membeli dari Hendri Susanto. Sudah 32 tahun yang lalu jual beli ini. Jadi tidak ada hubungan antara pihak kami ahli waris dengan pihak Mega Lavender,” kata Iche Mardalena, anak kedua almarhum Hj Basnah, Jumat, (9/4).

Iche menjelaskan, mereka berjumlah enam bersaudara. Dari enam bersaudara, anak nomor empat melakukan gugatan. Bahkan dia melakukan unjuk rasa di kawasan Mega Lavender beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  Transfer BBM Ilegal di Pontianak, Dua Kapal Tanker Asing Ditangkap

“Saya pun tidak tahu kenapa dia menggugat tanah ini. Tidak ada komunikasi juga ke pihak keluarga. Terkait aksinya itu, kami lepas tangan dan tidak terkait dengan kami anak-anak Hj Basnah yang lain (lima bersaudara lainnya). Itu atas nama pribadi. Karena, tanah ini bukan hak kami lagi sejak sudah dijual kepada Hendri Susanto,” jelas Iche.

Dia dan saudara lainnya juga heran, kenapa ada gugatan seperti itu. Pasalnya pada awal pembangunan perumahan Mega Lavender tidak terdengar akan ada gugatan. Namun tiba tiba setelah ada pembangunan, baru ada tuntutan dari saudaranya tersebut. Sebenarnya, sambung dia, satu keluarga sudah clear. Artinya, tidak ada urusan dengan tanah yang dijual almarhumah ibu mereka ke Hendri. Penjualannya pun sudah memenuhi persayaratan dan aturan sebagaimana mestinya.

“Saya tegaskan, bahwa tanah tersebut sudah dijual secara resmi oleh ibu kami sesuai hukum yang berlaku. Jadi kami tidak ada hubungan dengan pihak Mega Lavender. Karena Mega Lavender beli tanahnya bukan dari kami, tapi beli dengan Hendri Susanto Ngadimo. Kami minta kami berlima sebagai anak kandung Hj Basnah tidak dibawa-bawa dalam kasus ini. Gugatan ini pribadi dari dia saja,” tambahnya.

Baca Juga :  Dengan e-Ponti, Pembayaran Pajak Bisa Lewat Mobile Banking dan ATM Bank Kalbar

Seperti yang diberitakan sebelumnya, salah seorang ahli waris lainnya, menggelar aksi unjuk rasa di depan kompleks perumahan tersebut. Ia mendesak pihak pengembang menghentikan kegiatan.

“Kami tegaskan lagi, tanah ini dijual ibu kami pada tahun 1989 ke Hendri. Sejak itu, kami adik beradik tidak ada ribut atau masalah. Karena ibu kami sudah clear dengan Hendri. Tidak tahu juga, kenapa sekarang ada masalah,” kata Iche.

Pada intinya, kata Iche, ia dan empat saudaranya tidak mau ikut campur dalam polemik ini. Karena hak atas tanah itu sudah tidak ada lagi pada mereka.

“Tanah dijual ibu kami. Masalah hasil penjualan itu mau dikemanakan, itu urusan ibu kami semasa hidupnya. Ibu meninggal pada 1990,” pungkasnya. (ars)

Most Read

Artikel Terbaru