Menuju Mubes MABT
PONTIANAK – Sekretaris Pelaksana Musyawarah Besar Pemilihan Ketua Majelis Adat Budaya Tionghoa (MABT) Kalimantan Barat, Yandi mempersoalkan pernyataan penggagas MABT, Suryanto yang menyebutkan bahwa pelaksanaan Mubes 28-29 Maret melanggar AD/ART. Menurutnya, secara mekanisme dan aturan, tidak ada aturan yang dilanggar.
“Kami mau menanyakan pernyataan penggagas MABT, saudara Suryanto yang mengatakan bahwa proses pelaksanaan Mubes MABT melanggar AD/ART. Jika melanggar AD/ART, tolong dijelaskan pasal dan bab mana yang kami tabrak,” tegas Yandi kepada Pontianak Post, kemarin.
Yandi mengaku telah mengecek berkas kepengurusan MABT periode 2014-2019. Hasilnya tidak ada tertulis nama Suryanto. “Lantas, kenapa tiba-tiba ia berkomentar MABT kepengurusan Edy menabrak AD/ART,” tanyanya.
Menurut Yandi, mandat penunjukan sebagai panitia pelaksanaan mubes sudah diatur dalam AD/ART dan tidak asal tunjuk. “Penunjukan ini sesuai arahan ketum MABT. Itu tertulis di Bab 5 pasal 22. Mubes tidak menjadi tanggung jawab dewan pembina dan pakar tapi ketua umum langsung menunjuk panitia pelaksana,” katanya.
Yandi juga mempertanyakan pernyataan Suryanto yang menganggap MABT kepemimpinan Edy Gunawan gagal. Menurutnya, di kepemimpinan Edy Gunawan, MABT begitu eksis. Salah satunya, kepengurusan MABT di 14 kabupaten/kota di Kalbar terbentuk di zaman kepemimpinan Edy. MABT kini pun sudah setara dengan organisasi etnis lain di Kalbar.
Suryanto, kata dia, tidak berhak mengatakan kepengurusan MABT periode Edy gagal. Pasalnya, penilaian pertanggung jawaban ketua umum harus dilakukan oleh DPD dalam mubes. “Jadi tak ada kapasitas Suryanto menilai Edi gagal memimpin MABT,” katanya.
Jika hanya mencari kesalahan, Yandi pun mempertanyakan balik tindakan Suryanto yang melaksanakan coffee morning MABT. Kenapa pelaksanaan kegiatan itu tak dikatakan demisioner. Apa yang dilakukan Suryanto menurutnya adalah pembohongan publik. Seolah-olah mengatasnamakan MABT dan dianggap sah.
Sementara, ketika penunjukan pelaksana Mubes dilakukan, justru dianggap melanggar AD/ART. Sama seperti ia menunjuk seseorang untuk menjadi karteker pada 11 Februari lalu. Menurutnya itu bukan resmi agenda MABT. “MABT ini lembaga, bukan milik si A, si B atau seterusnya sehingga putusan bisa ditentukan hanya dengan duduk-duduk santai,” tegasnya.
Yandi menyebutkan, sebetulnya pihaknya tak ingin polemik ini diperpanjang. Semuanya tinggal dikembalikan ke DPD kabupaten/kota. Mereka dinilai sudah cerdas. “Apakah mereka bagian dari kegagalan yang dimaksud Suryanto, karena pembentukan DPD daerah merupakan binaan Edy Gunawan,” katanya. Bagi Yandi, Edy tak gagal.
Sebaliknya, MABT di bawah kepemimpinan Edy dianggapnya sukses dan diakui pemerintah. MABT sekarang punya kedudukan dan setara dengan lembaga etnis lain sehingga bisa eksis di setiap momen.
“Kami pun tak mau kawan-kawan DPD justru digiring dengan informasi yang simpang siur. Intinya mubes akan dilaksanakan sesuai dengan garis komando. Jika ada yang protes akan kami sampaikan sesuai tatib yang berlaku,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, penggagas sekaligus perumus AD/ART MABT Kalbar, Suryanto mengkritik rencana pelaksanaan mubes pada 28 – 29 Maret 2020 dengan salah satu agenda pemilihan ketua umum. Pelaksanaan mubes itu dinilainya bertentangan dengan AD/ART (anggaran dasar/anggaran rumah tangga).
Ia lalu memaparkan sejumlah alasannya. Menurut Suryanto, masa jabatan ketua umum dan sekretaris jenderal MABT Kalbar periode 2014-2019 berakhir pada 12 September 2019. Dengan berakhirnya masa jabatan itu maka sebagai demisioner, ketua umum tidak berhak mengeluarkan surat mandat dengan nomor 27/DPW-MABT/IN-X/2019 tanggal 18 Oktober 2019.
Melalui surat itu, ditunjuklah Bie Chiung untuk melaksanakan beberapa tugas. Ada tiga poin yang disebutkan di surat itu. Pertama, membentuk susunan tim panitia pelaksana Mubes MABT Kalbar selambat-lambatnya Desember 2019. Kedua, melaksanakan Mubes MABT Kalbar secepat mungkin setelah terbentuknya kepanitiaan. Ketiga, melakukan koordinasi dengan semua lembaga serta tokoh masyarakat Tionghoa demi kelancaran acara tersebut.
Suryanto menilai ketua umum demisioner tidak seharusnya mengeluarkan surat tersebut. Kalaupun hingga akhir masa jabatannya tidak sempat digelar mubes maka sesuai dengan AD/ART, yang harus dilakukan adalah menggelar musyawarah besar luar biasa (mubeslub). (iza)