Polda Bidik Dua Korporasi
PONTIANAK – Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menetapkan 58 warga sebagai tersangka dalam perkara kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang tersebar di berbagai wilayah. Dua di antara tersangka adalah konsesi perkebunan kelapa sawit.
Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono mengatakan, jumlah tersangka itu merupakan akumulasi dari 50 kasus yang ditangani di masing-masing Polres di Kalbar. “Ini seluruh Kalbar ya. Kalau yang di belakang ini penanganan jajaran Polda dan Polresta,” ujar Kapolda.
Menurutnya, selain 58 warga yang ditetapkan sebagai tersangka ini, ada tiga konsesi perkebunan kelapa sawit yang saat ini tengah dilakukan penyidikan dan penyelidikan. “Saat ini ada dua konsesi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terus ada satu lagi yang saat ini sedang penyelidikan,” kata Didi.
Dalam kesempatan ini, Didi tidak menyebutkan nama-nama perusahan tersebut dengan alasan lupa karena kasus itu ditangani oleh Polres Sanggau. Dalam penegakan hukum, kata Didi, pihaknya selalu berpedoman dengan tiga instrumen payung hukum yakni Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Perkebunan, dan Undang-Undang Kehutanan.
“Instrumen ini sudah jelas menyebutkan bahwa sanksi terendah yang dijeratkan kepada pelaku karhutla adalah tiga tahun penjara dengan denda Rp3 miliar. Paling tinggi 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar,” tegasnya.
Selain tiga instrumen hukum tersebut, lanjut Didi, kini ada lagi tambahan berupa peraturan gubernur. Pergub tersebut memuat adanya sanksi jika lahan konsesi suatu perusahaan terbakar, baik disengaja maupun tidak. Pergub ini dinilai sangat membantu proses hukum kasus karhutla.
“Gubernur sudah menegaskan dengan pergub. Jika lalai dengan menyikapi pembakaran di wilayah perkebunan akan disegel selama tiga tahun. Kalau sengaja, lima tahun. Kalau berulang akan dicabut izinnya,” ungkap Didi.
Sementara itu, Wadirkrimsus Polda Kalbar, AKBP Sutomo mengatakan dua perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah ditetapkan tersangka adalah PT. SISU dan PT. SAP. Namun, ditegaskan bahwa meskipun dua perusahaan ini telah ditetapkan tersangka, Polda belum bisa menetapkan siapa yang akan bertanggung jawab atas kasus ini. Pasalnya, untuk menentukan tersangka pihaknya membutuhkan ahli korporasi.
“Jadi kita perlu ada ahli korporasi yang menjawabnya. Saya belum bisa menyebutkan nama orang. Kalau nama perusahaannya itu PT. SISU dan PT. SAP di Sanggau. Kalian cari saja apa kepanjangannya,” ujar Sutomo kepada awak media.
Menurutnya, Polda Kalbar dalam waktu dekat ini juga akan menindak satu perusahaan perkebunan lagi.
“Doakanlah sehari dua hari ini ada perusahaan yang kita lakukan penindakan,” tutupnya.
Indeks Standar Pencemaran Udara
Dalam beberapa hari belakangan, kualitas udara kota Pontianak tercatat masuk dalam kondisi tidak sehat. Hal itu berdasarkan pantauan alat PM10 (particulate matter) terhadap konsentrasi partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron (mikrometer). “Alat itu bisa mendeteksi udara setiap 30 menit per jam. Jadi itu 24 jam. Kami mengambil jaraknya 30 menit,” ungkap Kepala Dinas Perumahan, Pemukiman dan Lingkungan Hidup Kalbar, Aldi Yani.
Dia menjelaskan, kondisi udara terbagi menjadi lima kategori, yakni sehat, sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat dan berbahaya. Untuk kategori sehat, rentang nilainya dari 0 sampai 50, sedang dari 50 sampai 100, tidak sehat 100 sampai 200, sangat tidak sehat 200 sampai 300, berbahaya dari 300 sampai 500.
“Namun ada beberapa wilayah di Kalbar masuk dalam rentang 300 ke atas,” ungkapnya. Udara yang terhirup, kata dia, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang. Reaksi yang ditimbulkan terhadap tubuh tidak langsung muncul secara spontan. Contohnya yang terjadi di Jepang di mana tubuh seseorang terkontaminasi zat merkuri. Zat tersebut sedikit demi sedikit terakumulasi dalam tubuh hingga rentang waktu 25 tahun baru terdeteksi.
101 Hotspot Berada di Wilayah Konsesi
Sementara itu, Florentinus Anum, Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Barat menyebutkan ada sebanyak 101 hotspot atau titik panas yang berada di lahan milik korporasi. Jumlah hotpsot pada lahan korporasi di Kabupaten Bengkayang sebanyak empat titik, Kapuas Hulu enam titik, dan Kayong Utara dua titik. Selanjutnya di Ketapang 27 titik, Kubu Raya lima titik, Landak enam titik, Melawi tiga titik, Sambas satu titik, Sanggau 19 titik, Sekadau 13 titik, dan Sintang 15 titik.
Menurutnya, dalam rangka penanggulangan karhutla di Kalbar, harus ada kesamaan persepsi, khususnya terkait Pergub No. 39 tahun 2019, karena sanksi yang diberikan terhadap korporasi dapat berupa sanksi administrasi hingga penundaan perizinan. (arf)