PONTIANAK – Keterwakilan perempuan di panggung politik jadi bahasan yang cukup penting belakangan ini. Hadirnya perempuan dalam politik diharapkan dapat menyampaikan aspirasi serta kepentingan perempuan yang selama ini dianggap kurang tersampaikan.
Partisipasi perempuan di panggung politik tidak bisa dipandang sebelah mata. Buktinya keterlibatan perempuan telah dilindungi oleh undang-undang, Indonesia sendiri telah menerapkan peraturan kuota 30 persen untuk keterwakilan perempuan dalam politik.
Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) yang aktif membahas isu soal perempuan mengambil bagian dalam isu menarik ini. Bersama Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara dan Citradaya Nita Pontianak, JPK mengadakan diskusi interaktif pada Jumat (13/3) di Sekretariat Jurnalis Perempuan Khatulistiwa dengan mengusung tema Perempuan di Panggung Politik.
“Sebagai perempuan tentu kita tidak ingin sebagai pelengkap saja, bahkan di rumah tangga kita juga ingin berperan besar. Tak luput peran penting perempuan di lingkup yang lebih luas seperti di bidang politik,” ujar Bebby Nailufa.
Selaku anggota DPRD Kota Pontianak, Bebby mengajak perempuan-perempuan lainnya untuk berani dalam mengambil peran di dunia politik. Lewat diskusi yang dihadiri oleh aktivis dan jurnalis yang didominasi kaum perempuan ini, praktisi Partai Golkar ini menceritakan perjuangannya di dunia politik.
Menurut Bebby semua perempuan layak sebagai pemimpin cuman terkadang kesiapan perempuan yang masih kurang.
Hal tersebut bisa dikarenakan terbentur dengan beberapa faktor seperti sosial budaya, tafsir agama, lingkungan dan paradigma patriarki yang masih melekat di masyakarat. Faktor-faktor tersebut bisa memperlemah semangat perempuan.
Oleh karena itu perempuan harus mempersiapkan kemampuan, tekad dan semangat untuk mengambil peran besar di segala bidang, termasuk politik.
“Saat berkecimpung ke dunia politik, saya sudah mempersiapkan sumber daya manusia yang ada dalam diri saya seperti kemampuan berbicara di depan banyak orang. Keluarga saya juga sangat mendukung. Jadi faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam kesuksesan perempuan,” jelas Bebby.
Bebby menambahkan bahwa jika perempuan ingin terjun di panggung politik harus siap melewati proses. Diakui Bebby proses tersebut tidak mudah dan tidak sebentar. Awal bergabung di partai Golkar pada tahun 2005, ia mengaku bermula sebagai seorang Master of Ceremony (MC), kemudian menjadi pembaca ikrar, hingga tahun 2008 ia pindah ke pengurusan Golkar masuk ke biro keperempuanan.
“Jadi saya lewati dan nikmati semuanya dengan senang hati walaupun dalam perjalananannya tertaih-tatih,” tegas Bebby.
Adanya mindset di masyarakat bahwa untuk terjun ke politik harus memiliki finansial kuat juga turut memengaruhi. Hal tersebut tidak dipungkiri oleh Bebby. Saat ia berada di masyarakat maka ia harus menggunakan materi untuk kegiatan operasional. Pasang baliho dan banyak kegiatan lainnya. Maka menurutnya penting bagi seorang perempuan untuk mandiri secara finansial.
“Selain sudah harus mandiri secara finansial, keterlibatan partai juga mendukung. Yang penting perempuan harus menunjukkan dulu kemampuannya dan meyakinkan lingkungannya bahwa ia layak untuk dipilih. Kuat secara finansial penting dalam politik tapi uang bukan segalanya. Oleh sebab itu, kita harus berperan di masyarakat jauh hari sebelumnya,” tambah Bebby.
Bebby yang saat ini sedang mencalonkan diri sebagai Ketua DPRD Kota Pontianak dengan tegas menyatakan sebagai seorang perempuan dirinya lebih senang memimpin daripada dipimpin. Keberadaan perempuan sebagai pemimpin bukan berarti ingin lelaki berada di bawahnya tetapi ingin agar setara, apa yang dilakukan oleh laki-laki juga bisa dilakukan oleh perempuan. Perempuan juga punya caranya masing-masing dalam memimpin sesuai dengan kodrat yang dimilikinya.
Dea Veranida, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Untan berpendapat bahwa komitmen menjadi hal yang sangat penting. Perempuan dikatakan hebat karena ia bisa memegang komitmen dalam segala hal. Perempuan juga harus membuktikan dengan aksi dari hal-hal yang telah dipegangnya, tak perlu dengan banyak kata dan janji.
“Dalam kepemimpinan, perempuan harus membuktikan dulu dan kerja lebih giat dari laki-laki agar bisa mendapat kesetaraan dalam hal apapun. Jangan pedulikan nyinyiran di belakang. Sudah sewajarnya sesama perempuan juga saling mendukung, jangan saling menjatuhkan. Perempuan juga harus kritis agar jadi pemimpin. Hasil dari kritis adalah dapat kesempatan dan kepercayaan dari masyarakat,” ujar Dea. (sya)