Terungkapnya kasus prostitusi online dilakukan pihak kepolisian, bermula dari laporan orangtua. Dimana anaknya tidak pulang berhari-hari. Dari laporan itulah dilakukan penyelidikan, sehingga ditemukan aplikasi media sosial yang digunakan untuk menjual diri.
=============
KAPOLRESTA Pontianak, Kombes Pol Komarudin sangat menyayangkan ketika dari penyelidikan itu ditemukan anak-anak yang terlibat. Anak-anak itu terjerumus, karena berpacaran dan dijual oleh pacarnya sendiri. “Ini harus menjadi perhatian orangtua. Perhatikan betul pergaulan anak, pintanya,” ujarnya.
Menurut Komarudin, selain melakukan penindakan hukum, pihaknya juga berupaya melakukan pencegahan. Koordinasi dengan pemerintah kota dan pengusaha perhotelan telah dilakukan untuk mendorong adanya aturan bagi penyedia tempat yang biasa dijadikan transaksi prostitusi.
“Hampir semua yang diamankan, mereka buka dua kamar di hotel. Satu kamar untuk digunakan melayani tamu satu kamar untuk kumpul,” ungkapnya.
Komarudin menyatakan, bahwa sepanjang 2020 pihaknya sudah menangani 18 kasus, satu kasus kekerasan terhadap anak sementara lainnya eksploitasi dan persetubuhan. Dan ini menjadi pekerjaan rumah bersama.
Dengan status kota layak anak, dia menambahkan, maka masyarakat harus mendukung upaya pembersihan kasus-kasus yang melibatkan anak.
Komarudin mengungkapkan, untuk diketahui keterlibatan anak pada kasus prostitusi tersebut disebabkan berbagai faktor, mulai dari masalah ekonomi, pergaulan dan karena orangtua berpisah. Namun yang terjadi di Kota Pontianak lebih cendrung karena pergaulan. Kenapa ?, karena jika dilihat dari tarif, tarif yang ditetapkan tidak terlalu mahal mulai dari Rp400 ribu hingga Rp1juta.
“Kalau mereka pacaran, justru yang memegang uang itu adalah pacarnya. Nanti kalau si anak cewek kepingin apa, barulah dibelikan,” ungkapnya.
Disinggung soal perlukah adanya pemberlakukan jam malam bagi anak-anak, Komarudin menyatakan, jika itu memang perlu dilakukan maka tidak menutup kemungkinan demi menjaga anak-anak di kota ini. (adg)