PONTIANAK – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pontianak menggelar sidang dakwaan perkara dugaan korupsi pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat (BP2TD) Mempawah yang merugikan keuangan negara sebesar Rp32 miliar, Senin (13/3) pagi.
Sidang yang dilakukan secara online itu menghadirkan enam terdakwa, yakni Prayitno selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Erry Iriansyah selaku Direktur PT. Rajawali Sakti Kalbar, Joni Isnaini selaku PT. Batu Alam Berkah, Razali Gustam selaku PT. Malabar Mandiri, Nurlela selaku Direktur PT. Teknik Jaya Mandaya, dan Gazhali, selaku orang yang membantu dalam administrasi lelang.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan nota dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut terungkap aliran dana dan peranan masing-masing terdakwa.
Terdakwa Prayitno misalnya, selaku PPK pada proyek pembangunan gedung BP2TD Mempawah ikut mengatur proses pemenangan lelang paket pekerjaan senilai Rp128 miliar bersama Erry Iriansyah, Joni Isnaini, Razali Gustam dan Nurlela.
Prayitno, selaku PPK menerima aliran dana sebesar Rp1,75 miliar dari sejumlah pihak sebagai tanda terima kasih karena telah memenangkan lelang pekerjaan BP2TD Mempawah.
Uang tersebut antara lain digunakan untuk membeli rumah, dan renovasi rumah tinggal. Selebihnya digunakan untuk keperluan pihak lain, yaitu diberikan kepada KPA Rp100 juta, kabag umum PPSDMPD sebesar Rp500 juta, staf PPSDMPD Rp350 juta, dan kegiatan “penunjang nakal” sebesar Rp150 juta.
Tidak hanya itu, Prayitno juga menerima fasilitas entertainment dari pihak lain berupa karaoke dan pijat lebih dari satu kali sebesar Rp60 juta. Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk membeli hewan kurban senilai Rp80 juta.
Dalam kasus korupsi BP2TD Mempawah ini, Prayitno memiliki peranan penting dalam memuluskan proses pelelangan. Peristiwa itu dimulai pada 2016, di mana Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Darat (PPSDMPD) mendapatkan anggaran dari APBN sebesar Rp128 miliar untuk pekerjaan pembangunan gedung BP2TD di Mempawah. Pekerjaan dibagi menjadi empat paket serta bangunan infrastruktur dan landscape.
Paket pekerjaan tersebut dengan rincian paket I sebesar Rp 15 miliar, paket II Rp6 miliar, paket III Rp20 miliar, paket IV Rp15 miliar, serta pembangunan infrastruktur dan lansdscape Rp65 miliar. Sementara belanja dan konsultasi dianggarkan sebesar Rp 5 miliar.
Pada Januari 2016, Prayitno dihubungi oleh terdakwa Erry Iriansyah untuk bertemu di Jakarta. Prayitno juga memperkenalkan Erry Iriansyah kepada Aditya, yakni seseorang yang ditunjuk oleh Prayitno sebagai Ketua Pokja Pelayanan Pengadaan yang nantinya akan melakukan pelelangan pada paket pekerjaan tersebut.
Setelah perkenalan itu, Erry Iriansyah meminta nomor rekening pribadi milik Aditya dan memperkenalkan diri sebagai calon pelaksana proyek di BP2TD Mempawah.
Selanjutnya, Aditya pun memberikan nomor rekening pribadinya. Lalu Erry Iriansyah menyetor uang sebesar Rp40 juta sebagai uang perkenalan, dan Erry Iriansyah meminta agar perusahaannya dimenangkan dalam lelang.
Ketiganya kerap melakukan koordinasi terkait jadwal lelang. Prayitno mengatakan bahwa ada dua paket pekerjaan pembangunan BP2TD Mempawah yang akan dilelang, yakni paket I dan Paket II. Sedangkan dua paket pekerjaan lainnya masih menunggu proses revisi anggaran dari Kementerian Keuangan. Kemudian, Erry Iriansyah pun mempersiapkan perusahaan untuk mengikuti lelang paket I dan paket II.
Pada paket I, Erry meminjam PT. Malabar Mandiri, yang direktur utamanya adalah Rozali Bustam, dan Paket II menggunakan PT. Aska Raya Kalbar, di mana direktur utamanya adalah stafnya sendiri.
Untuk meminjam bendera PT. Malabar Mandiri, Erry Iriansyah menjanjikan sejumlah uang, namun akan dibayar setelah dana tersebut cair. Selain itu, ia juga menggunakan perusahaannya, yakni PT. Rajawali Sakti Kalbar mengikuti lelang paket pekerjaan infrastruktur dan landscape. Erry Iriansyah memberitahu Prayitno bahwa dirinya telah mengikuti sejumlah lelang menggunakan nama-nama perusahaan tersebut.
Kemudian, Prayitno meminta kepada Aditya agar dapat membantu memenangkan perusahaan yang digunakan oleh Erry Iriansyah, yakni PT. Malabar Mandiri untuk paket I, dan PT. Aska Raya Kalbar untuk paket II.
Usai evaluasi dan verifikasi, kedua perusahaan tersebut lantas ditetapkan sebagai pemenang atau pelaksana proyek paket I dan Paket II BP2TD Mempawah. Setelah mendapatkan pekerjaan paket I dan II, Erry Iriansyah juga ingin mendapatkan paket III, paket IV, infrastruktur dan landscape.
Untuk paket III akan dikerjakan oleh PT. Batu Alam Berkah milik Joni Isnaini. Sedangkan untuk paket IV menggunakan PT. Teknik Jaya Mandaya milik Nurlela atas bantuan Ghazali. Sementara untuk pembangunan infastruktur dan landscape, Erry menggunakan PT. Rajawali Sakti Kalbar.
Namun faktanya, perusahaan-perusahaan yang digunakan untuk pekerjaan proyek tersebut tidak sepenuhnya menyelesaikan kewajibannya sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp32 miliar.
Selain itu, menurut JPU, mulai dari administrasi, pelaksanaan lelang, hingga pencairan pembayaran dilakukan secara melawan hukum, dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi.
Dari pencairan pekerjaan yang telah ditransfer ke masing-masing rekening pelaksana pekerjaan, ditarik, atau dicairkan kemudian diserahkan kepada Erry Iriasnyah, sehingga memperkaya terdakwa Erry Iriansyah sekitar Rp22 miliar dari hasil pekerjaan paket I, II, IV, pekerjaan infrastruktur dan landscape.
Oleh terdakwa Erry Iriansyah, uang tersebut digunakan untuk membayar fee peminjaman PT. Malabar Mandiri selaku pelaksana pekerjaan paket I sebesar Rp 196 juta, fee peminjaman PT. Teknik Jaya Mandaya sebesar Rp 120 juta melalui bantuan Ghazali. Diberikan kepada Aditya selaku Pokja sebagai ucapan terima kasih karena sudah dimenangkan lelang sebesar Rp 312 juta, sehingga total uang yang diterima Aditya sebesar Rp 352 juta.
Diberikan kepada Rahmanwan selaku tim leader manajemen kontruksi PT. Aktefak Akindo melalui rekening Evan, yang tak lain adalah staf Erry Iriansyah yang ditempatkan sebagai Direktur PT. Aska Raya Kalbar sebesar Rp 60 juta.
Uang itu juga digunakan untuk membayar ongkos peminjaman perusahaan yang ditransfer kepada Widianto sebesar Rp250 juta. Ada pula untuk membeli mobil Toyota Rush senilai Rp240 juta.
Selain itu, Erry Iriansyah juga memberikan uang Rp1,5 miliar kepada terdakwa Prayitno, karena Prayitno telah memenangkan lelang pada pekerjaan paket I, II, IV, infrastruktur dan landscape. Ia pun memperkaya terdakwa Joni Isnaini sekitar Rp10,3 miliar dari hasil pekerjaan paket III, yang sebagian diberikan kepada Prayitno, selaku PPK sebesar Rp 250 juta.
Dalam sidang ini, JPU mendakwa tiga terdakwa yakni Prayitno, Erry Iriansyah dan Joni Isnaini, dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, ketiganya juga didakwa dengan Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 ayat 1 Undang–Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang.
Sementara tiga terdakwa lain yakni Nurlela, Razali Bustam dan Gazhali didakwa Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi.
Penasihat hukum Erry Iriansyah, Fahrizal Siregar ketika dikonfirmasi usai persidangan menyatakan menerima seluruh dakwaan dan tidak melakukan eksepsi. Menurutnya, ia akan melakukan pembuktian dalam fakta persidangan.
Sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung pada Senin 20 Maret 2023 beragendakan pemeriksaan saksi yang diajukan oleh JPU. (arf)