31.7 C
Pontianak
Thursday, March 30, 2023

Sepuluh Bulan Ngadu ke Polisi Belum Diproses

PONTIANAK – RS dilaporkan mantan istri ke kepolisian. Pria berusia 52 tahun itu, diduga menelantarkan anak semata wayang dari pernikahan dengan Katharina. Katharina mengadukan RS itu ke Polresta Pontianak sejak Mei 2022. Namun, hingga kini pengaduan tidak kunjung diproses.

“Pengaduan tindakan penelantaran anak itu sudah sepuluh bulan. Tapi apakah sudah dinaikkan penyidik dari pengaduan ke laporan polisi saya tidak tahu,” kata Katharina, Kamis (15/3).

Katharina mengatakan, pada 9 Juni 2015, menikah dengan RS secara adat. Dari pernikahan adat tersebut, pada 13 Januari 2017, keduanya kembali melangsungkan pernikahan secara agama.

“Pernikahan ini telah dicatatkan dalam kutipan akta perkawinan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,” kata Katharina.

Katharina menuturkan, dalam perjalanan rumah tangga, ia dan RS dikarunia satu anak. Saat ini usianya sudah lima tahun.

Katharina menceritakan, kurang lebih enam tahun membangun rumah tangga, pada 9 Agustus 2020 terjadi keributan antara dirinya dengan RS. Keributan itu disebabkan, yang bersangkutan keberatan anaknya dari pernikahan sebelumnya menumpang tinggal di rumah.

“Saya sebelumnya sudah menikah dan mendapat empat anak. Suami yang lama meninggal. Salah satu anak saya yang paling tua, saat itu sedang hamil lalu menumpang untuk tinggal dengan saya,” ceritanya.

Dia mengatakan, kepada RS memohon agar anaknya yang sedang hamil itu untuk tinggal dengannya, karena kondisi wabah pandemi Covid-19 sedang tinggi dan suaminya berada di Jakarta. Tetapi baru tiga minggu tinggal bersama terjadilah keributan.

“RS saat itu mengeluarkan senjata tajam, mengancam mau membunuh saya dan anak-anak karena tidak mau menuruti kemauannya. Pengancaman ini sudah saya laporkan ke kepolisian,” ungkap Katharina.

Katharina menuturkan, dalam kondisi ketakutan di tengah ancaman sajam, ia bersama anak-anaknya memilih pergi meninggalkan rumah dan mengungsi di rumah anaknya yang lain. Tidak lama kemudian, RS mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.

Baca Juga :  Baznas Kota Kembangkan Layanan Zakat Digital

Katharina menerangkan, dari proses persidangan cerai itu, majelis hakim yang diketuai, Bonny Sanggah, dengan dua hakim anggota, Riya Novita dan Rendra, pada 15 Februari 2021 mengabulkan permohonan perceraian tersebut dengan amar putusan, menyatakan hak asuh anak jatuh kepada dirinya dan menghukum penggugat (RS) untuk memberikan nafkah kepada anaknya sebesar Rp2 juta setiap bulan.

“Sejak sidang dinyatakan selesai pada Februari 2021 sampai dengan saat ini, Maret 2023, RS tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk menafkahi anaknya,” tegas Katharina.

Katharina mengatakan, karena tidak ada itikad baik RS untuk memenuhi kewajibannya menafkahi anaknya, pada 10 Mei 2022, ia resmi melaporkan mantan suaminya itu ke Polresta Pontianak atas perbuatan penelantaran anak.

“Sampai dengan sekarang, anak kami ini tidak sekolah. Karena tidak ada biaya. Saya minta kepada RS, tetapi tidak pernah ditanggapi,” ungkap Katharina.

Namun, lanjut Katharina, pengaduannya di Polresta itu sampai dengan saat ini tidak ada perkembangan. Informasi yang disampaikan pihak kepolisian, terlapor beberapa kali dipanggil tetapi tidak pernah datang.

Katharina berharap, jika memang perbuatan mantan suaminya menelantarkan anak, memenuhi unsur tindak pidana, maka dirinya berharap agar pengaduannya ditingkatkan ke laporan polisi dengan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.

“Sekarang kami tinggal berpindah-pindah dari satu indekos ke indekos. Untuk makan kami cari sana cari sini. Kalau tidak dapat rezeki, terpaksa pinjam uang tetapi sampai saat ini belum punya kemampuan untuk membayar,” ucap wanita berkacamata itu.

Baca Juga :  Polisi Diminta Buka CCTV di Stadion Kanjuruhan

Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Tri Prasetyo, membenarkan jika pihaknya telah menerima pengaduan kasus penelantaran anak dengan pelapor atas nama Katharina.

Tri menerangkan, terhadap pengaduan tersebut polisi sudah melakukan pemanggilan terhadap pihak terkait, untuk dilakukan klarifikasi dan pengambilan keterangan. Namun dalam perjalanannya, pihak yang panggil belum memenuhi panggilan. “Pengaduan ini masih dalam tahap penyelidikan belum ditingkatkan ke laporan polisi,” kata Tri.

Tri menuturkan, dalam kitab undang undang hukum pidana, memang ada pasal yang mengatur bahwa penelantaran anak masuk dalam kategori pidana. Namun dalam kasus ini, pengaduan tersebut akan kembali dikaji setelah mendengar keterangan semua pihak.

“Setelah mendapatkan keterangan dari pihak-pihak terkait, kasus ini akan digelar. Apakah perbuatan penelantaran anak ini masuk unsur pidana atau tidak?” ujar Tri.

Ketua Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, Eka Nurhayati, membenarkan, jika pihaknya telah menerima pengaduan tentang kasus penelantaran anak tersebut.

Eka menuturkan, pihaknya telah mendampingi pengadu dalam hal ini, mantan istri RS, yakni Katharina untuk membuat pengaduan ke Polresta Pontianak. Tentu pihaknya berharap penyidik dapat menyesuaikan aturan.

“Jika memang tindakan penelantaran anak itu melanggar hukum dan unsurnya terpenuhi, maka pihak kepolisian tinggal menindaklanjutinya,” kata Eka ketika dikonfirmasi melalui pesan whatsapp.

Menurut Eka, tindakan penelantaran anak yang diadukan adalah tindakan salah sesuai dengan pasal 76B juncto pasal 77B Undang undang perlindungan anak nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang undang nomor 23 tahun 2002.

“Untuk anak sebagai korban, kami sudah berikan pendampingan konseling ke psikolog agar dapat melupakan trauma yang dialami,” pungkas Eka. (adg)

PONTIANAK – RS dilaporkan mantan istri ke kepolisian. Pria berusia 52 tahun itu, diduga menelantarkan anak semata wayang dari pernikahan dengan Katharina. Katharina mengadukan RS itu ke Polresta Pontianak sejak Mei 2022. Namun, hingga kini pengaduan tidak kunjung diproses.

“Pengaduan tindakan penelantaran anak itu sudah sepuluh bulan. Tapi apakah sudah dinaikkan penyidik dari pengaduan ke laporan polisi saya tidak tahu,” kata Katharina, Kamis (15/3).

Katharina mengatakan, pada 9 Juni 2015, menikah dengan RS secara adat. Dari pernikahan adat tersebut, pada 13 Januari 2017, keduanya kembali melangsungkan pernikahan secara agama.

“Pernikahan ini telah dicatatkan dalam kutipan akta perkawinan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,” kata Katharina.

Katharina menuturkan, dalam perjalanan rumah tangga, ia dan RS dikarunia satu anak. Saat ini usianya sudah lima tahun.

Katharina menceritakan, kurang lebih enam tahun membangun rumah tangga, pada 9 Agustus 2020 terjadi keributan antara dirinya dengan RS. Keributan itu disebabkan, yang bersangkutan keberatan anaknya dari pernikahan sebelumnya menumpang tinggal di rumah.

“Saya sebelumnya sudah menikah dan mendapat empat anak. Suami yang lama meninggal. Salah satu anak saya yang paling tua, saat itu sedang hamil lalu menumpang untuk tinggal dengan saya,” ceritanya.

Dia mengatakan, kepada RS memohon agar anaknya yang sedang hamil itu untuk tinggal dengannya, karena kondisi wabah pandemi Covid-19 sedang tinggi dan suaminya berada di Jakarta. Tetapi baru tiga minggu tinggal bersama terjadilah keributan.

“RS saat itu mengeluarkan senjata tajam, mengancam mau membunuh saya dan anak-anak karena tidak mau menuruti kemauannya. Pengancaman ini sudah saya laporkan ke kepolisian,” ungkap Katharina.

Katharina menuturkan, dalam kondisi ketakutan di tengah ancaman sajam, ia bersama anak-anaknya memilih pergi meninggalkan rumah dan mengungsi di rumah anaknya yang lain. Tidak lama kemudian, RS mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.

Baca Juga :  Polisi Siagakan Aparat Jelang Natal dan Tahun Baru

Katharina menerangkan, dari proses persidangan cerai itu, majelis hakim yang diketuai, Bonny Sanggah, dengan dua hakim anggota, Riya Novita dan Rendra, pada 15 Februari 2021 mengabulkan permohonan perceraian tersebut dengan amar putusan, menyatakan hak asuh anak jatuh kepada dirinya dan menghukum penggugat (RS) untuk memberikan nafkah kepada anaknya sebesar Rp2 juta setiap bulan.

“Sejak sidang dinyatakan selesai pada Februari 2021 sampai dengan saat ini, Maret 2023, RS tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk menafkahi anaknya,” tegas Katharina.

Katharina mengatakan, karena tidak ada itikad baik RS untuk memenuhi kewajibannya menafkahi anaknya, pada 10 Mei 2022, ia resmi melaporkan mantan suaminya itu ke Polresta Pontianak atas perbuatan penelantaran anak.

“Sampai dengan sekarang, anak kami ini tidak sekolah. Karena tidak ada biaya. Saya minta kepada RS, tetapi tidak pernah ditanggapi,” ungkap Katharina.

Namun, lanjut Katharina, pengaduannya di Polresta itu sampai dengan saat ini tidak ada perkembangan. Informasi yang disampaikan pihak kepolisian, terlapor beberapa kali dipanggil tetapi tidak pernah datang.

Katharina berharap, jika memang perbuatan mantan suaminya menelantarkan anak, memenuhi unsur tindak pidana, maka dirinya berharap agar pengaduannya ditingkatkan ke laporan polisi dengan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.

“Sekarang kami tinggal berpindah-pindah dari satu indekos ke indekos. Untuk makan kami cari sana cari sini. Kalau tidak dapat rezeki, terpaksa pinjam uang tetapi sampai saat ini belum punya kemampuan untuk membayar,” ucap wanita berkacamata itu.

Baca Juga :  Tak Ada Pertanggungjawaban, Hakim Putuskan Pihak Hotel Melawan Hukum

Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Tri Prasetyo, membenarkan jika pihaknya telah menerima pengaduan kasus penelantaran anak dengan pelapor atas nama Katharina.

Tri menerangkan, terhadap pengaduan tersebut polisi sudah melakukan pemanggilan terhadap pihak terkait, untuk dilakukan klarifikasi dan pengambilan keterangan. Namun dalam perjalanannya, pihak yang panggil belum memenuhi panggilan. “Pengaduan ini masih dalam tahap penyelidikan belum ditingkatkan ke laporan polisi,” kata Tri.

Tri menuturkan, dalam kitab undang undang hukum pidana, memang ada pasal yang mengatur bahwa penelantaran anak masuk dalam kategori pidana. Namun dalam kasus ini, pengaduan tersebut akan kembali dikaji setelah mendengar keterangan semua pihak.

“Setelah mendapatkan keterangan dari pihak-pihak terkait, kasus ini akan digelar. Apakah perbuatan penelantaran anak ini masuk unsur pidana atau tidak?” ujar Tri.

Ketua Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, Eka Nurhayati, membenarkan, jika pihaknya telah menerima pengaduan tentang kasus penelantaran anak tersebut.

Eka menuturkan, pihaknya telah mendampingi pengadu dalam hal ini, mantan istri RS, yakni Katharina untuk membuat pengaduan ke Polresta Pontianak. Tentu pihaknya berharap penyidik dapat menyesuaikan aturan.

“Jika memang tindakan penelantaran anak itu melanggar hukum dan unsurnya terpenuhi, maka pihak kepolisian tinggal menindaklanjutinya,” kata Eka ketika dikonfirmasi melalui pesan whatsapp.

Menurut Eka, tindakan penelantaran anak yang diadukan adalah tindakan salah sesuai dengan pasal 76B juncto pasal 77B Undang undang perlindungan anak nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang undang nomor 23 tahun 2002.

“Untuk anak sebagai korban, kami sudah berikan pendampingan konseling ke psikolog agar dapat melupakan trauma yang dialami,” pungkas Eka. (adg)

Most Read

Artikel Terbaru