PONTIANAK—Makin rancu saja kisruh penetapan caleg terpilih Hendri Makaluasc, Caleg Gerindra nomor urut 1 dari dapil 6 (Sanggau-Sekadau) dengan seterunya, Cok Hendri Ramapon nomor urut 7 bersama KPU Kalbar. Terbaru, KPU Kalbar membuat keputusan baru yang intinya membatalkan keputusan pleno terbuka tanggal 5 September 2019, yang menetapkan Hendri Makaluasc sebagai anggota DPRD Kalbar terpilih. Kembali nama Cok Hendri Ramapon masuk daftar yang akan dilantik.
Berita Acara pembatalan bernomor 29/PL.01-9-BA/61/Prov/IX/2019 tentang Pembatalan Rapat Pleno Terbuka KPU Kalbar Tindaklanjut Putusan Bawaslu RI nomor 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019. Isinya pada hari Rabu 11 September 2019 di Kantor KPU RI Jalan Imam Bonjol No.29 Jakarta dihadiri Ketua, Anggota dan Sekretaris KPU Kalbar telah melaksanakan Pembatalan Rapat Pleno Terbuka KPU Kalbar tindaklanjut Putusan Bawaslu RI.
Itu karena dianggap bertentangan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 154-02-20/PHPU.DPR.DPRD/XVII/2019 serta menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara, kursi dan calon terpilih anggota DPRD Kalbar sesuai amar putusan MK dan melaksanakan ketentuan pasal 15 huruf 1 dan pasal 17 huruf n UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Rapat Pleno KPU Kalbar.
Surat Berita Acara pembatalan ini ditandatanganin Komisioner KPU Kalbar, Ramdan (Ketua), Erwin Irawan, Mujiyo dan Zainab (Anggota KPU Kalbar).
Terhadap Berita Acara Pembatalan Pleno Terbuka tertanggal 5 September 2019 tersebut oleh KPU Kalbar, Komisioner Bawaslu Provinsi Kalbar, Faisal Riza kembali angkat bicara. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa nama Hendri Makaluasc harus dibatalkan dan ditetapkan kembali nama Cok Hendri Ramapon sebagai anggota DPRD Provinsi Kalbar dapil 6 (Sanggau-Sekadau). Bahkan Bawaslu Provinsi Kalbar sama sekali tidak mengetahui keputusan terbaru dari KPU Kalbar yang sudah pleno ulang di Jakarta.
“Kami (Bawaslu Kalbar) menyesalkan adanya pembatalan nama Hendri Makaluasc. Sebab kapan rapat pleno pembatalannya sama sekali kami tidak tahu. Kami tidak pernah diundang berdasarkan surat resmi sama sekali. Penetapan ulang tersebut merupakan kehendak KPU Kalbar dan KPU RI,” katanya.
Terkait pleno ulang pembatalan Hendri Makaluasc, Bawaslu Kalbar segera akan melaporkan ke Bawaslu RI dan menganggap hal tersebut sebagai temuan penting.
“Bawaslu Kalbar akan menyampaikan kejadian ini ke Bawaslu RI. Sikap dari Bawaslu RI seperti apa, nanti akan kita lihat. Sebab bagaimanapun kami sudah ikuti pleno terbuka surat dari Bawaslu RI tertanggal 4 September 2019 bernomor 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019 yang isinya menyatakan Hendri Makaluasc sebagai anggota DPRD Kalbar terpilih dapil 6,” jelasnya.
Riza menyesalkan kenapa Bawaslu Kalbar sebagai mitra KPU Kalbar sama sekali tidak mengetahui ada keputusan pembatal bersifat krusial, dan sangat penting. Harusnya semua dijalankan secara transparan dan terbuka. Tidak perlu pleno ulang tertutup dilakukan di Jakarta.
”Kami saja (Bawaslu Kalbar) tak diundang. Kabarnya caleg bersangkutan dan pemerintah juga tak diundang. Tidak ada pemberitahuan resmi soal tersebut. Plenonya kapan, dimana, kami jelas-jelas tidak tahu,” tutupnya.
Dihubungi terpisah, Hendri Makaluasc, caleg Gerindra Kalbar dapil 6 (Sanggau-Sekadau) mengakui terkejut pleno ulang dan terkesan diam-diam dilakukan KPU Kalbar di Jakarta. Dia mengancam akan menyeret komisioner KPU Kalbar ke ranah hukum Mabes Polri disamping ke DKPP RI.
“Saya merasa diganti kembali KPU Kalbar secara diam-diam sebagai Anggota DPRD Provinsi Kalbar terpilih periode 2019-2024,” katanya dengan nada protes keras.
KPU Kalbar memang melakukan pencabutan Keputusan KPU Provinsi Kalbar nomor : 48/PL.01.9-Kpt/61/prov/IX/2019 tentang perubahan atas keputusan KPU Provinsi Kalbar nomor : 44/PL.01.9-Kpt/61/Prov/VIII/2019 tentang penetapan calon terpilih anggota DPRD Provinsi Kalbar dalam Pemilu 2019.
Hal ini tertuang dalam keputusan KPU Provinsi Kalbar nomor : 52/PL.01.9-Kpt/61/Prov/IX/2019 yang ditandatangani Ketua KPU Kalbar Ramdan, di Jakarta pada 11 September 2019.
Dengan ini, Hendri Makaluasc yang sebelumnya ditetapkan KPU Kalbar sebagai anggota DPRD Provinsi Kalbar terpilih dari Partai Gerindra hasil Rapat Pleno terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara serta penetapan kursi partai politik dan calon anggotan DPRD Kalbar dalam pemilu tahun 2019 tindaklanjut putusan Bawaslu RI di Aula KPU Kalbar, Kamis (05/09) sudah dibatalkan. Caleg Cok Hendri Ramapon dari Partai yang sama kembali ditetapkan KPU Kalbar sebagai caleg terpilih.
“Heran saya kenapa KPU Provinsi Kalbar bisa membatalkan sidang pleno hasil putusan Bawaslu RI hanya dengan surat KPU RI dan hanya dibatalkan dengan rapat 4 orang komisioner. Bagaimana rapat pleno penetapan hasil putusan Bawaslu RI di hadapan saksi partai, Forkompinda dan Bawaslu Provinsi bisa dibatalkan dengan rapat 4 orang komisoner,” ujarnya.
Merasa dizalimi, anggota DPRD Kalbar periode 2014-2019 akan melakukan upaya hukum. Hendri kemudian bercerita ketika saat koreksi pada tingkat kabupaten Sanggau atas putusan sidang cepat Bawaslu Sanggau juga dihadiri oleh komisioner KPU Kalbar, Zainab yang menyaksikan pembukaan kotak dan pengkoreksian DA1, DAA1 dan DB1, termasuk, ikut menandatangani hasil koreksian.
Diketahui, pada tanggal 6 sampai dengan 7 Juli 2019, KPU Kabupaten Sanggau melaksanakan rapat pleno untuk melaksanakan putusan Bawaslu Sanggau. Dalam rapat tersebut KPU Kabupaten Sanggau melakukan koreksi pada Sertifikat Hasil Penghitungan Perolehan Suara Formulir Model DAAI dan Formulir model DAA1-DPRD Provinsi Partai Gerindra di 19 Desa pada wilayah Kecamatan Meliau.
Hasil koreksi tersebut ada perubahan dimana suara Hendri Makaluasc dari 5.325 menjadi 5.384 sedangkan suara Cok Hendri Ramapon dari 6.599 menjadi 4.185. Suara Hendri sebesar 5.384 dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 154-02-20?PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
Lebih lanjut dijelaskam Hendri, dengan putusan tersebut seharusnya otomatis mempengaruhi suara Cok Hendri Ramapon menjadi 4.158.
Namun pasca putusan MK Rapat Pleno KPU Kalbar hanya menetapkan suara Hendri Markaluasc sebesar 5.384. sedangkan jumlah suara Cok Hendri Ramapon tetap ditetapkan sebesar 6.599.
“Dengan penetapan yang dilakukan oleh KPU tidak selaras dengan jumlah sah pemilih partai Gerindra karena memunculkan 2.414 suara pemilih fiktif di tubuh Gerindra,” katanya.
Dengan ini, Hendri menuding KPU Kalbar telah melakukan penggelembungan suara atau menghilangkan hak konstitusional warga negara dengan jumlah 2.414 suara. “Ada ancaman pidana yang menanti KPU Kalbar dan juga berpotensi pemecatan dari DKPP,” ancam dia.
Sementara, Pengacara Cok Hendri Ramapon, Fahrizal Siregar bersyukur karena KPU Kalbar telah kembali menetapkan klienya sebagai Anggota DPRD Kalbar terpilih periode 2019-2024. “Keputusan Bawaslu Nomor: 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019,” kata dia, kemarin.
Menurutnya bahwa KPU Provinsi Kalbar telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi penetapan Hendri Makaluasc karena terdapat kesalahan yang bersifat Substansional. Diungkapkannya, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia dalam suratnya tanggal 10 September 2019 dengan nomor: 1937/PY.01-SD/06/KPU/IX/2019 Menyatakan bahwa rapat pleno tanggal 5 september 2019 bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
KPU Provinsi Kalimantan Barat tanggal 11 Menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara, kursi dan calon terpilih anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang menetapkan Cok Hendri Ramapon, S.sos perolehan suara 6.599 dan Caleg terpilih mendapatkan kursi Dapil 6 Sanggau-Sekadau.
Bahwa dalam Surat Keputusan KPU Provinsi Kalimantan Barat Nomor 52/PL.01.9.Kpt/61/Prov/IX/2019 dalam memutuskan dan menetapkan, Kesatu: Mencabut dan Menyatakan tidak berlaku Keputusan KPU Kalimantan Barat Nomor: 48/PL.01.9-Kpt/61/Prov/IX/2019 tentang perubahan atas keputusan KPU Kalimantan Barat Nomor: 44/PL.01.9-Kpt/61/Prov/VIII/2019., Kedua: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
“Bawaslu dalam keputusannya melebihi dari wewenangnya, karena dalam keputusannya Bawaslu menafsirkan sendiri terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap tidak dapat dipahami. Bayangkan saja Keputusan MK setingkat Undang-Undang bahkan Konstitusi dianggap tidak jelas atau kabur,” kata Fahrizal.(den)