Produksi produk perikanan konsumsi di Kalimantan Barat (Kalbar) sedikit mengalami penurun akibat pandemi Covid-19. Jika total produksi di tahun 2019 mencapai 243.802,75 ton, di tahun 2020 angkanya menurun menjadi 234.216,24 ton. Sebaliknya, jika dilihat dari angka konsumsi ikan dalam rumah tangga, dari tahun 2019 ke 2020 justru sedikit mengalami kenaikan. Dari yang rata-rata se-Kalbar mengonsumsi 46,16 kilogram perorang pertahun, meningkat menjadi 46,62 kilogram perorang pertahun.
IDIL AQSA AKBARY, Pontianak
ANGKA-angka yang dibeberkan tersebut masih sedikit di bawah target angka konsumsi ikan ideal yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Target yang ditentukan untuk Kalbar tahun 2020 adalah 46,91 kilogram per orang per tahun. Dengan realisasi 46,62 perorang pertahun atau 126 gram perhari, selisih antara target dan realisasi konsumsi ikan di Kalbar sebesar 0,29 atau sekitar 105 gram perorang pertahun.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalbar Herti Herwati, mengungkapkan, jika data produksi yang dikeluarkan pihaknya kemudian disandingan dengan data konsumsi ikan dalam rumah tangga yang dikeluarkan BPS, maka Kalbar masih kekurangan sekitar 17 ribu ton pertahun.
Untuk menghitung kecukupan produksi ikan untuk konsumsi masyarakat Kalbar, Herti mengatakan, tinggal dihitung dari angka konsumsi ikan dan jumlah penduduk Kalbar. Di tahun 2020 dimisalkan dia, jika angka konsumsi ikan sebesar 46,62 kilogram perorang pertahun, tinggal dikalikan jumlah penduduk Kalbar saat ini yang ada sekitar 5,4 juta jiwa. Hasilnya, menurut dia, dapat diketahui kebutuhan di Kalbar sekitar 248.400 ton. Lalu dibandingkan dengan data produksi di tahun yang sama sebesar 234.216,24 ton, artinya, diungkapkan dia, ada selisih kekurangan sekitar 17.532 ton.
“Mungkin selisihnya ini ada didatangkan dari luar, tapi untuk lebih memvalidasi apakah benar ada ikan yang masuk ke Kalbar, tinggal ditanya ke Karantina (Stasiun Karantina Ikan, Red)? Karena pelaksana yang mengawasi lalu lintas ikan baik yang masuk atau keluar adalah Karantina,” ungkapnya.
Herti sendiri belum bisa memastikan kekurangan sekitar 17 ribu ton kebutuhan konsumsi ikan se-Kalbar tersebut. Sebab, diakui dia, tidak semua jumlah produksi perikanan terdata. Menurut dia, bisa saja angka produksi jauh lebih besar tapi pendataan di seluruh kabupaten/kota belum maksimal.
Ia mencontohkan saat ini masih banyak nelayan yang tidak mendaratkan ikan atau hasil tangkapannya di pelabuhan perikanan resmi yang dikelola DKP Kalbar.
“Ada yang mendaratkan ikan di tangkahan-tangkahan pribadi, nah itu mereka tidak melaporkan dan kami petugas di kabupaten/kota pun kadang-kadang tidak terjangkau sampai melaporkan yang kepemilikan pribadi, jadi mereka langsung transaksi (jual beli) tanpa ada data,” jelasnya.
Sementara mengenai produksi ikan di Kalbar, sejak tiga tahun terakhir jumlahnya, menurut dia, berfluktuasi. Dari data yang pihaknya himpun, di tahun 2018 total produksi ada 248.698,82 ton, tahun 2019 menurun menjadi 243.802,75 ton. Lalu di tahun 2020, akibat pandemi Covid-19 produksi ikan, diakui dia, semakin turun menjadi 234.216,24 ton. Jumlah produksi ikan tersebut menurutnya sudah secara keseluruhan baik ikan budidaya maupun ikan tangkap.
Penurunan produksi perikanan, diperkirakan dia, murni akibat pandemi. Karena seperti diketahui di awal pandemi semua sektor yang ada mengalami penurunan. Selain produksi, serapan pasar atau daya beli masyarakat juga, diakui dia, mengalami penurunan. “Serapan pasar infonya dari pelaku usaha jual beli (perikanan) itu turun hingga 50 persen. Jadi pemasaran ke Jakarta juga mengalami 50 persen penurunan,” katanya.
Berbeda dengan jumlah produksi, angka konsumsi ikan dalam rumah tangga, menurut dia, justru mengalami peningkatan. Di tahun 2018, disebutkan dia, realisasi konsumsi ikan dalam rumah tangga se-Kalbar 39,53 kilogram perorang pertahun. Lalu naik drastis di tahun 2019 menjadi 46,16 kilogram per orang per tahun. Kemudian pada 2020, diungkapkan dia, angkanya naik sedikit menjadi 46,62 kilogram perorang pertahun. “Jadi misalnya angka konsumsi ikan 46,62 pertahun artinya setiap orang memakan ikan segitu per tahun, kalau digramkan setiap harinya sekitar 150 gram perorang,” terangnya.
Jika dilihat perkabupaten/kota, lanjut dia, konsumsi ikan dalam rumah tangga tertinggi ada di Kabupaten Ketapang. Lalu yang tertinggi kedua, sebut dia, Kota Pontianak dan ketiga Kota Singkawang. Sementara tiga daerah konsumsi ikan terendah diungkapkan dia adalah Kabupaten Sekadau, Landak, dan Melawi.
Dari data-data tersebut, angka konsumsi ikan dalam rumah tangga di Kalbar, menurut dia, ternyata belum cukup ideal. Angka konsumsi ikan dalam rumah tangga yang ideal menurutnya ditentukan oleh pihak kementerian. Untuk target di Kalbar tahun 2020 telah ditentukan mereka di angka 46,91 kilogram perorang pertahun.
Dengan realisasi yang hanya 46,62 kilogram perorang pertahun atau 126 gram perhari, selisih antara target mereka dan realisasi konsumsi ikan masih kurang 0,29 atau sekitar 105 gram perorang pertahun. Sementara target rata-rata nasional disebutkan dia di angka 56,39.
“Kita (Kalbar, Red) di bawah nasional, tapi tidak terlalu jauh, kira-kira (kurang) 10 kilogram, tapi kan kita ditargetkannya 46,91 dan realisasi sudah 46,62, target ini dari kementerian,” jelasnya.
Sementara mengenai kegemaran masyarakat Kalbar mengonsumsi ikan, Herti menilai tak perlu diragukan. Rata-rata masyarakat Kalbar diakui dia adalah penggemar ikan. “Hanya masalahnya ketersediannya ada tidak barangnya, keterjangkuan harganya terjangkau tidak, hanya itu saja, kalau masalah suka makan ikan, tidak perlu promosi lagi,” ucapnya.
Yang pasti Herti menyebut kemungkinan data produksi saat ini sudah melebihi kondisi riil yang ada di masyarakat. Karena memang setiap tahun Kalbar selalu mengekspor produk-produk perikanan ke beberapa negara. Termasuk secara domestik ke Jakarta dan daerah di Pulau Jawa lainnya. Sehingga bisa saja disimpulkan dia bahwa sebenarnya kebutuhan untuk konsumsi lokal sudah tercukupi. “Jadi analisis antara data konsumsi ikan dengan data produksi, belum terlalu ketemu, toh kenyataannya juga banyak udang, ikan (dari Kalbar) yang dikirim ke Jakarta,” terangnya.
Untuk mengetahui angka ekspor produk perikanan, Pontianak Post sempat mewawancarai Kepala Subseksi Pengawasan, Pengendalian dan Informasi (Wasdalin) Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (KIPM) Pontianak Iwan Setiawan. Menurut Iwan, aktivitas ekspor produk perikanan konsumsi dari Kalbar pada 2019 cukup baik. Namun dengan adanya pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 tren ekspor sempat mengalami penurunan.
Hal tersebut, menurut dia, bisa dilihat dari data total ekspor produk perikanan segar, beku, dan kering di Kalbar pada 2019 yang berhasil mencapai angka 552.304 kilogram. Jumlah tersebut, menurut dia, bernilai sekitar Rp28,87 miliar. Jenis produknya, sebut dia, berupa udang dogol, udang wangkang, bawal hitam, udang putih, ikan tenggiri, sotong, cumi beku, dan lainnya.
Sedangkan di tahun 2020, dipaparkan dia, kegiatan ekspor sangat terimbas adanya pandemi. Di mana produk yang diekspor mereka hanya sekitar 152.143 kilogram dengan nilai Rp11,85 miliar. “Jadi penurunan ekspor (2019-2020) lebih dari setengah dan (jenis dari) produknya pun sedikit. Faktornya bisa karena cuaca, permintaan pasar juga (berkurang), negara pengimpor juga membatasi (permintaan),” ungkapnya, Jumat (19/11).
Berkaca dari hal tersebut dijelaskan Iwan, sesuai kebijakan Menteri KKP yang terbaru, pihaknya diminta menggenjot nilai ekspor perikanan. Caranya, sebut dia, dengan memberdayakan lagi para nelayan serta memberikan dukungan-dukungan lainnya. Maka di tahun 2021, menurut dia, terjadi tren peningkatan ekspor. Data mereka hingga Oktober 2021 produk perikanan segar, beku, dan kering yang diekspor dari Kalbar sudah mencapai 384.348 kilogram atau senilai Rp33,90 miliar.
“Jadi (peningkatan) hampir 200 persen dari tahun 2020. Alhamdulillah ini naik kembali, ini kami dorong terus, kami pacu juga, kami arahkan,” katanya.
Selain jumlah dan nilai ekspor yang meningkat, perusahaan di Kalbar yang telah teregistrasi untuk ekspor, menurut dia, juga mengalami peningkatan. Jika di tahun 2020 hanya ada dua perusahaan yang aktif, di tahun 2021 ini, diungkapkan dia, bertambah menjadi empat perusahaan. Adapun ekspor produk perikanan segar, beku, dan kering dari Kalbar selama ini tujuannya ke beberapa negara di Asia. Seperti Malaysia, Hongkong, Myanmar, Singapura dan Taiwan. “Sementara produk dominan ekspor dari Kalbar ada udang, bawal dan lainnya,” pungkasnya.
Terus Perbaiki Data Produksi Perikanan
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Barat (Kalbar) berkomitmen untuk terus memperbaiki data produksi perikanan di Kalbar. Salah satu cara yang dilakukan mereka adalah dengan memperbaiki sarana prasarana pelabuhan perikanan di seluruh kabupaten/kota.
Kepala DKP Provinsi Kalbar Herti Herwati mengatakan jika fungsi pelabuhan sudah maksimal, maka pendataannya juga bisa menjangkau lebih jauh dan lebih maksimal. Kemudian yang terpenting, kata dia, seluruh nelayan bisa menyandarkan hasil tangkapannya di pelabuhan-pelabuhan resmi tersebut.
Namun untuk memaksimalkan seluruh pelabuhan perikanan yang ada, Herti mengaku, cukup memakan waktu. Karena pengalihan kewenangan pelabuhan yang awalnya dikelola kabupaten/kota ke Pemerintah Provinsi, menurut dia, masih terus berproses. “Itu diatur sesuai Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” kata dia.
Sejauh ini pelabuhan yang sudah tuntas proses pengalihan kewenangannya, disebutkan dia, baru ada tiga. Yakni pelabuhan Kota Pontianak, Kabupaten Ketapang, dan Sambas. “Nah, yang lain itu infonya akhir tahun ini (2021) selesai administrasi pemindahan dari kabupaten/kota ke provinsi,” terangnya.
Proses pengalihan kewenangan pelabuhan perikanan yang sudah memakan waktu hampir 6 tahun itu, menurut dia, bahkan sempat didampingi tim Korsupgah KPK. Pihak KPK dipastikan dia, ikut mengevaluasi agar ada percepatan dalam proses pengalihan kewenangan tersebut. “Tapi ternyata hanya proses teknis status-status barang yang akan diserahkan, itukan harus clear and clean, itu yang kadang-kadang untuk kami mendapat status aset yang clear and clean itu butuh waktu sekali, itu yang menyebabkan kita lama,” pungkasnya. (*)