Herawan: Perkara Abdullah dan Ismail Dipaksakan
PONTIANAK – Dua terdakwa perkara mafia pertanahan, Abdullah dan Ismail menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak. Rabu (23/2).
Sidang online itu, dipimpin ketua majelis hakim, Irma Wahyuningsih dengan dua anggotanya, Asih Widiastuti dan Niko Hendra Saragih. Dimana agenda pertama sidang adalah pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU), Eka Hermawan dan Ria Kurnia Ningsih.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 372 dan 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.
Di dalam sidang tersebut, kuasa hukum kedua dua terdakwa meminta kepada majelis hakim untuk melakukan sidang secara offline. Atas permohonan itu, majelis hakim akan mempertimbangkannya.
Kuasa hukum kedua terdakwa, Herawan Utoro, mengatakan, pertama yang harus diluruskan dari dari opini publik adalah kedua terdakwa bukanlah mafia tanah.
“Seperti yang diberitakan sebelumnya oleh beberapa media, klien saya dilabeli sebagai mafia tanah saya tegaskan, mereka bukan mafia tanah!” kata Herawan.
Berkaitan dengan dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU, lanjut Herawan, bahwa pasal yang dikenakan sangatlah tidak tepat dan tidak memenuhi unsur. Karena kedua kliennya tidak melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan seperti apa yang didakwakan JPU.
Menurut Herawan, apa yang terjadi antara kedua kliennya dengan korban Sukur bukanlah tindak pidanan melainkan perdata murni.
“Perkara ini murni perdata. Maka aneh ketika menjadi pidana,” terangnya.
Herawan mengatakan, penanganan perkara kedu kliennya dari proses penyidikan hingga dilimpahkan kepolisian ke Kejati Kalbar atas kasus yang menimpa kedua terkesan dipaksakan. Karena perkara dibuat seolah-olah menjadi pidana.
Menurut Herawan, tidak ada rangkaian perkataan bohong atau tipu muslihat yang dilakukan kedua kliennya sebelum transaksi dilakukan.
“Berkaitan dengan adanya klaim sertifikat tanah atas nama pihak lain. Itu terjadi setelah dilakukan transaksi. Dan munculnya klaim itu setelah dilakukan permohonan sertifikat di BPN,” terang Herawan.
Herawan menyatakan, klaim sertifikat tanah oleh pihak lain itu hanya berupa fotokopian bukan sertifikat asli. Bahkan tidak memiliki warkah. Bahkan pihak lain yang mengklaim tidak dapat menunjukan secara jelas letak tanahnya.
“Kami akan ajukan eksepsi kepada majelis hakim. Eksepsi ini untuk membatalkan dakwaan demi hukum,” tegas pengacara senior di Kalbar itu.
Herawan meminta kepada majelis hakim untuk mengoreksi atau meluruskan perkara kedua kliennya dengan sebenar-benarnya. Karena transaksi jual beli tanah dan kepemilikan tanah yang dilakukan kedua kliennya tidak ada masalah.
Buktinya, Herawan menambahkan, terdapat surat yang dikeluarkan oleh desa atas kepemilikan tanah dari kedua terdakwa.
“Berkaitan dengan proses penerbitan sertifikat sampai saat ini terus berproses. Bahkan sudah sampai ke proses penerbitan hak. Hanya saja ditunda lantaran ada klaim dari pihak ketiga yang belum jelas dasarnya,” tutur Herawan.
Sebelumnya, Kasi Penkum Kejati Kalbar Pantja Edy Setiawan, membenarkan, jika pihaknya telah menerim pelimpahan barang bukti dan dua orang tersangka kasus mafia tanah dari Polda Kalbar.
Pantja menerangkan, kedua tersangka adalah IS dan Ab. Yang mana keduanya saat ini telah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 2A Pontianak.
“Dari pelimpahan ini, kemudian perkara akan didaftarkan ke pengadilan untuk disidangkan,” kata Pantja, Senin (7/2) kemarin.
Pantja menjelaskan, dalam pelaksanaan sidang nantinya, yang akan menuntut adalah Seksi Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Pontianak.
Pantja menyatakan, berdasarkan berkas perkara yang dilimpahkan Polda Kalbar, IS dan AB ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan mafia tanah. Keduanya dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Kalbar telah membentuk tim pemberantasan mafia, salah satunya mafia tanah. Pembentukan tim tersebut direspons dengan adanya enam perkara dugaan mafia tanah. (adg)