31.7 C
Pontianak
Thursday, March 30, 2023

Midji Koreksi Mendagri

PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menyampaikan koreksi ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait rendahnya realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan insentif tenaga kesehatan daerah. Mendagri dinilai tak bisa lantas menyalahkan daerah, itu terjadi karena beberapa faktor yang juga disebabkan pemerintah pusat.

Seperti diketahui sebelumnya Kalbar menjadi salah dari 19 provinsi se-Indonesia yang mendapat teguran dari Mendagri terkait hal tersebut. Menurut Mendagi, teguran keras secara tertulis yang dilayangkan per Sabtu (17/7) itu terbilang jarang dikeluarkan.

“Teguran itu di 19 provinsi (banyak daerah), masalahnya bukan hanya di Kalbar. Saya harus koreksi Pak Mendagri,” kata Sutarmidji.

Ia menjelaskan bahwa dana alokasi umum (DAU) tahun anggran (TA) 2021 yang ditransfer pusat ke daerah baru sampai bulan Juli. Sementara yang disebutkan menteri serapan untuk satu tahun secara keseluruhan hingga Desember.

Midji sapaan karibnya mengatakan bahwa DAU ditransfer per bulan. Jika misalnya Kalbar mendapat alokasi sebesar Rp2 triliuan maka jumlah tersebut harus dibagi 12 dan ditransfer per bulan. “Bukan berarti Rp2 triliun ada di kas kita (Pemprov) semua. Jadi tidak 100 persen ada di kas, kita yang ada baru sampai bulan tujuh, sampai 60 persen. Tidak mungkin kita belanja sampai 100 persen,” ungkapnya.

Data terakhir untuk Innakesda, misalnya, pembayaran telah dilakukan 60 persen atau hingga bulan Juni 2021. Itu menurutnya sudah maksimal karena masih ada lima bulan lagi untuk sampai 100 persen di bulan Desember.

Kemudian mengenai serapan anggaran untuk penanganan Covid-19, ia menyatakan dananya memang tersedia. Tapi di lain sisi daerah kesusahan mencari barang-barang yang dibutuhkan untuk penanggulangan Covid-19.

“Salah satu contoh soal kebutuhan obat-obatan. Uangnya ada tapi obatnya tidak ada di pasaran bagaimana,” tanyanya.

Selain itu untuk belanja barang dan jasa penanganan Covid-19 di Dinkes Kalbar, tahun ini sudah dianggarkan pembelian 12 ambulans untuk dihibahkan ke daerah-daerah. Ambulans dianggap penting diperbanyak, karena untuk mobilisasi pasien positif Covid-19 tidak bisa menggunakan kendaraan biasa.

Baca Juga :  Sekolah Mesti Bentuk Satgas Covid-19

Masalahanya ambulans tidak bisa langsung dibeli karena harus melalui proses tender dan lain sebagainya. Hal itu tentu memerlukan waktu. Termasuk untuk membantu daerah membangun laboratorium RT-PCR. Pemprov Kalbar butuh waktu karena harus melalui prosedur atau mekanisme yang diatur.

“Kan harus ditender, kalau tidak ditender nanti (masalah). Tahun lalu saya suruh beli beras dari Bulog masih kena periksa (penegak hukum). Berminggu-minggu diperiksa, menghabiskan waktu, nangis mereka (yang diperiksa) itu. Itu beli dari Bulog, beli dari swasta yang lebih murah diperiksa juga,” paparnya.

Midji mengistilahkan apa yang disampaikan pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri hanya indah kabar dari berita. “Mendagri bilang sudah ngomong ke Kapolri, Kejaksaan tapi anak buahnya (tetap meriksa),” ucapnya.

Hal-hal yang demikian yang membuat pengguna anggaran harus berhati-hati dan memerlukan waktu dalam belanja penyerapan anggaran. Bahkan menurutnya sekelas presiden yang berbicara pun, agar mempermudah penggunaan anggaran, kondisi di lapangan masih saja banyak dilakukan pemeriksaan.

Baca Juga :  Gubernur Kalbar Apresiasi Suksesnya Pelaksanaan MTQ Kalbar XXVIII

“Memang berani, masih kena panggil (penegak hukum), presiden ngomong pun tetap dipanggil,” ucapnya.

Bahkan terkadang Midji mengatakan kesalahan seolah seperti dicari-cari. Selesai pemeriksaan di satu hal, setelah tidak ada masalah, lantas pindah ke hal-hal lain. “Ini selesai kalau kita protes ini, dicari yang lain, belanja gubernur lah, apa lah,” kesalnya.

Sebagai kepala daerah ia sudah sampai di titik menahan rasa dengan keadaaan tersebut. Midji menyebut yang tahu benar apa isi hati dan apa yang dilakukannya saat ini hanya Allah SWT.

“Sampai kalau (rapat) virtual sama presiden itu selalu kepala daerah bilang minta ada jaminan Kapolri, jaminan ini. Pada itunya (pimpinannya) oke, tapi stafnya masih, jadi serba salah,” imbuhnya.

Untuk itu, agar belanja bisa cepat ia sudah meminta Dinas Kesehatan memindahkan dana ke pos belanja tidak terduga (BTT). Dia langsung yang akan memerintahkan untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan. Sebab di kondisi pandemi seperti saat ini sifatnya darurat atau mendesak.

Sebagai contoh pembelian ambulans. Masyarakat dikatakan sangat membutuhkan. Tidak mungkin harus membawa pasien Covid-19 dari daerah-daerah menggunakan ambulans yang kondisinya sudah tidak baik.

“Jadi anggaran jangan di Dinas Kesehatan, simpan di Sekretariat, simpan di BKD, biar saya yang perintah beli. Terserah saya ambil risiko, yang penting saya tidak ambil untung, tidak ada dapat apa-apa,” tegasnya.(bar)

PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menyampaikan koreksi ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait rendahnya realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan insentif tenaga kesehatan daerah. Mendagri dinilai tak bisa lantas menyalahkan daerah, itu terjadi karena beberapa faktor yang juga disebabkan pemerintah pusat.

Seperti diketahui sebelumnya Kalbar menjadi salah dari 19 provinsi se-Indonesia yang mendapat teguran dari Mendagri terkait hal tersebut. Menurut Mendagi, teguran keras secara tertulis yang dilayangkan per Sabtu (17/7) itu terbilang jarang dikeluarkan.

“Teguran itu di 19 provinsi (banyak daerah), masalahnya bukan hanya di Kalbar. Saya harus koreksi Pak Mendagri,” kata Sutarmidji.

Ia menjelaskan bahwa dana alokasi umum (DAU) tahun anggran (TA) 2021 yang ditransfer pusat ke daerah baru sampai bulan Juli. Sementara yang disebutkan menteri serapan untuk satu tahun secara keseluruhan hingga Desember.

Midji sapaan karibnya mengatakan bahwa DAU ditransfer per bulan. Jika misalnya Kalbar mendapat alokasi sebesar Rp2 triliuan maka jumlah tersebut harus dibagi 12 dan ditransfer per bulan. “Bukan berarti Rp2 triliun ada di kas kita (Pemprov) semua. Jadi tidak 100 persen ada di kas, kita yang ada baru sampai bulan tujuh, sampai 60 persen. Tidak mungkin kita belanja sampai 100 persen,” ungkapnya.

Data terakhir untuk Innakesda, misalnya, pembayaran telah dilakukan 60 persen atau hingga bulan Juni 2021. Itu menurutnya sudah maksimal karena masih ada lima bulan lagi untuk sampai 100 persen di bulan Desember.

Kemudian mengenai serapan anggaran untuk penanganan Covid-19, ia menyatakan dananya memang tersedia. Tapi di lain sisi daerah kesusahan mencari barang-barang yang dibutuhkan untuk penanggulangan Covid-19.

“Salah satu contoh soal kebutuhan obat-obatan. Uangnya ada tapi obatnya tidak ada di pasaran bagaimana,” tanyanya.

Selain itu untuk belanja barang dan jasa penanganan Covid-19 di Dinkes Kalbar, tahun ini sudah dianggarkan pembelian 12 ambulans untuk dihibahkan ke daerah-daerah. Ambulans dianggap penting diperbanyak, karena untuk mobilisasi pasien positif Covid-19 tidak bisa menggunakan kendaraan biasa.

Baca Juga :  Sebar Hoaks Temukan Bayi di Kebun Sawit, Begini Kejadian yang Sebenarnya

Masalahanya ambulans tidak bisa langsung dibeli karena harus melalui proses tender dan lain sebagainya. Hal itu tentu memerlukan waktu. Termasuk untuk membantu daerah membangun laboratorium RT-PCR. Pemprov Kalbar butuh waktu karena harus melalui prosedur atau mekanisme yang diatur.

“Kan harus ditender, kalau tidak ditender nanti (masalah). Tahun lalu saya suruh beli beras dari Bulog masih kena periksa (penegak hukum). Berminggu-minggu diperiksa, menghabiskan waktu, nangis mereka (yang diperiksa) itu. Itu beli dari Bulog, beli dari swasta yang lebih murah diperiksa juga,” paparnya.

Midji mengistilahkan apa yang disampaikan pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri hanya indah kabar dari berita. “Mendagri bilang sudah ngomong ke Kapolri, Kejaksaan tapi anak buahnya (tetap meriksa),” ucapnya.

Hal-hal yang demikian yang membuat pengguna anggaran harus berhati-hati dan memerlukan waktu dalam belanja penyerapan anggaran. Bahkan menurutnya sekelas presiden yang berbicara pun, agar mempermudah penggunaan anggaran, kondisi di lapangan masih saja banyak dilakukan pemeriksaan.

Baca Juga :  Sutarmidji Targetkan Bangun 20 Sekolah Tahun Depan

“Memang berani, masih kena panggil (penegak hukum), presiden ngomong pun tetap dipanggil,” ucapnya.

Bahkan terkadang Midji mengatakan kesalahan seolah seperti dicari-cari. Selesai pemeriksaan di satu hal, setelah tidak ada masalah, lantas pindah ke hal-hal lain. “Ini selesai kalau kita protes ini, dicari yang lain, belanja gubernur lah, apa lah,” kesalnya.

Sebagai kepala daerah ia sudah sampai di titik menahan rasa dengan keadaaan tersebut. Midji menyebut yang tahu benar apa isi hati dan apa yang dilakukannya saat ini hanya Allah SWT.

“Sampai kalau (rapat) virtual sama presiden itu selalu kepala daerah bilang minta ada jaminan Kapolri, jaminan ini. Pada itunya (pimpinannya) oke, tapi stafnya masih, jadi serba salah,” imbuhnya.

Untuk itu, agar belanja bisa cepat ia sudah meminta Dinas Kesehatan memindahkan dana ke pos belanja tidak terduga (BTT). Dia langsung yang akan memerintahkan untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan. Sebab di kondisi pandemi seperti saat ini sifatnya darurat atau mendesak.

Sebagai contoh pembelian ambulans. Masyarakat dikatakan sangat membutuhkan. Tidak mungkin harus membawa pasien Covid-19 dari daerah-daerah menggunakan ambulans yang kondisinya sudah tidak baik.

“Jadi anggaran jangan di Dinas Kesehatan, simpan di Sekretariat, simpan di BKD, biar saya yang perintah beli. Terserah saya ambil risiko, yang penting saya tidak ambil untung, tidak ada dapat apa-apa,” tegasnya.(bar)

Most Read

Artikel Terbaru