PONTIANAK – Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan, ada sindikat atau komplotan dalam pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal.
Benny mengatakan, sidikat ini merupakan pemodal yang menggunakan kaki tangannya di lapangan yang kemudian dibekingi oleh oknum-oknum yang memiliki kekuasaan.
Namun demikian, mantan anggota DPD RI tersebut tidak menyebutkan secara rinci perusahaan dan institusi mana yang terlibat dalam pengiriman tenaga kerja migran ilegal itu.
“Siapapun oknum-oknum yang berkomplot dalam kejahatan pengiriman PMI ilegal, adalah musuh negara,” tegas Benny Rhamdani dalam kunjungan kerjanya di kantor B2PMI Pontianak, Minggu (23/8) sore.
Dikatakan Benny, Kalimantan Barat menjadi salah satu daerah yang rawan dalam pengiriman PMI ilegal. Menurutnya, Kalbar merupakan pintu keluar masuk pekerja migran khususnya di Malaysia.
Namun, kata Benny, berdasarkan data penempatan pekerja migran Indonesia asal Kalbar tidak sebanding dengan angka pemulangan yang mencapai ribuan orang. Penempatan PMI asal Kalbar di bawah angka 100 orang, sedangkan penanganan kepulangan hampir 3000 orang.
“Artinya, mereka yang berangkat melalui jalur ilegal lebih tinggi dibanding angka pemulangan. Dan kita akan memberikan perhatian yang serius,” katanya.
Untuk itu, ia menempatkan UPT BP2MI Pontianak sebagai salah satu UPT yang masuk dalam komposisi Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Sindikat Pengiriman PMI Ilegal.
Dengan dibentuknya Satgas ini, ia berharap bisa lebih efektif bekerjasama dengan stake holder di derah. Baik dengan pihak kepolisian, TNI maupun pemerintah daerah dan kelompok masyarakat.
“Kita ingin buktikan kepada mereka, Negara tidak boleh kalah dan tidak boleh memberikan ruang kosong bagi para sindikat yang dibacking oleh oknum-oknum itu,” katanya lagi.
Menurutnya, PMI yang dikirim harus berada di sektor-sektor formal, trampil dan professional. Untuk itu perlu dilakukan penguatan pengetahuan, Bahasa, Undang-Undang Ketenagakerjaan di Negara setempat, Kultur, dan Budaya.
Ia tidak ingin, BP2MI seolah-olah menjadi pemadam kebakaran, yang hanya sibuk menangani PMI yang bermasalah, baik bermasalah secara ekonomi, social, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, kekerasan fisik, gaji yang tidak dibayar sesuai kontrak, jam kerja yang melebihi batas.
“Untuk itu akar masalahnya harus kita potong. Pengiriman PMI ilegal harus dihentikan,” tegasnya.
Secara nasional, data jumlah PMI di BP2MI, ada 3,7 juta orang PMI yang tersebar di 150 negara di dunia. Berbeda dengan data Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang jumlah PMI 4,5 juta orang.
“Itu angka atau jumlah PMI yang masuk dalam sistem kami. Kalau kita mengaminkan data World Bank, ada sekitar 9 juta PMI. Ada selisih 5,3 juta PMI yang tidak tercatat sistem BP2MI. Bisa dikatakan 5,3 juta PMI itu berangkat melalui sistem nonprosedural, yang mereka disebut PMI undocumented, dokumen tidak lengkap,” ujarnya.
Banyaknya PMI yang berangkat secara ilegal ini, menurutnya, memiliki beberapa konsekuensi. Pertama, akan berada di luar kontrol perlindungan negara.
PMI yang berangkat secara ilegal juga akan memberikan dampak kepada penerimaan devisa negara.
Sementara itu berdasarkan data grafik pemulangan BP2MI Pontianak Januari-Agustus 2020 mencapai 2.944 orang. Dari data tersebut, kasus deportasi menduduki angka tertinggi dengan angka 2.588. (arf)