PONTIANAK – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pontianak kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi proyek pembangunan gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat (BP2TD) Mempawah, Senin (27/3) siang. Sebanyak lima orang saksi dihadirkan dalam sidang tersebut.
Mereka adalah M Arif Makawi, mantan Kabag TU pada Kementerian Perhubungan, Aditya, Hendri Prasetyo, Paris Prima, Kurnia Juprianto, masing-masing selaku panitia lelang. Dalam sidang tersebut, M Arif Makawi menjadi saksi pertama yang diperiksa.
Mantan Kabag Umum pada Kementerian Perhubungan itu dicecer sejumlah pertanyaan, salah satunya terkait aliran uang sebesar Rp 100 juta yang ia terima dari terdakwa Prayitno, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek BP2TD Mempawah tersebut.
M Arif mengaku telah menerima uang tersebut. Dikatakannya, uang itu diberikan oleh Prayitno sekitar Desember 2016, dalam bentuk cash yang terbugkus kresek.
“Sekitar Desember 2016, Prayitno datang ke ruangan saya dan memberikan kresek berisi uang. Saya lalu tanya, ini uang apa? Lalu Prayitno mengatakan bahwa itu uang untuk bapak,” beber M Arif, kemarin.
M Arif berasumsi, jika uang tersebut sebagai penganti perjalanan dinas, karena sepanjang tahun 2016, hingga awal 2017, dirinya kerap mewakili pimpinannya, yakni Kepala Pusat Pengembangan SDM untuk membuka rapat evaluasi di berbagai daerah, termasuk di Mempawah.
“Saya berasumsi bahwa uang itu uang perjalanan dinas. Karena selama ini, saya kerap mewakili pimpinan membuka rapat evaluasi pembangunan Gedung BP2TD Mempawah,” katanya.
Namun, ia mengaku telah mengembalikan uang tersebut kepada penyidik, setelah beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam dugaan korupsi proyek pembangunan BP2TD Mempawah.
“Sudah saya kembalikan. Kira-kira tiga bulan yang lalu, saat diperiksa penyidik Polda Kalbar,” lanjutnya.
Selain menerima uang sebesar Rp 100 juta tersebut, pada nota dakwaan terdakwa Proyitno, M Arif juga disebut-sebut menerima uang sebesar Rp 500 juta. Namun, hal itu dibantahnya. “Saya tidak menerima Rp 500 juta. Hanya Rp 100 juta,” tegasnya.
Ironinya, saat majelis hakim mengkonfrontir soal aliran uang tersebut kepada terdakwa Prayitno, justru terdakwa Prayitno membantahnya. Ia mengaku tidak pernah memberikan uang sepeser pun kepada M Arif. “Tidak. Saya tidak pernah memberikan uang sepeserpun kepada M Arif,” kata Prayitno.
Usai memeriksa saksi pertama, Jaksa Penuntut Umum yang dipimpin Gandi Wijaya, memeriksa empat orang saksi sekaligus, yakni Aditya, Hendri Prasetyo, Paris Prima, Kurnia Juprianto. Mereka merupakan ketua dan anggota panitia lelang.
Saksi Aditya yang paling banyak mendapatkan pertanyaan dari JPU maupun dari pensehat hukum terdakwa. Selaku ketua panitia lelang, Aditya bertugas mengatur jalanan proses lelang. Mulai dari pengumuman, penyerahan dokumen, evaluasi, hingga pada penetapan pemenang lelang.
Aditya mengaku telah menerima aliran uang sebesar Rp. 352 juta dari terdakwa Erry Irinasyah dalam beberapa tahap. Namun, ia mengaku tidak mengetahui untuk apa uang tersebut.
“Benar, saya menerima transferan uang dari Erry Iriansyah dengan total Rp 352 juta. Uang itu sampai sekarang masih utuh. Dan saya tidak mengetahui untuk apa uang ini,” akunya.
Di persidangan, Aditya menjelaskan asal mula dirinya menerima transferan uang tersebut. Aditya mengaku dirinya diperkenalkan kepada Erry Irinasyah oleh Prayitno. Saat itu ia dipanggil ke ruang kerja Prayitno. Bahwa Erry Iriansyah akan menjadi salah satu peserta lelang pembangunan BP2TD Mempawah.
“Saya katakan, jika persyaratanya sudah lengkap. Monggo (silahkan),” kata Aditya.
Pada waktu yang berbeda, kata Aditya, ia tidak sengaja bertemu dengan Erry Iriansyah di sebuah warung kopi di sekitar kantornya. Di sana, mereka berbincang soal bisnis yang digeluti oleh Aditya selain sebagai PNS di Kementerian Perhubungan.
“Saya bisnis juga. Jual beli mobil dan aksesoris,” kata Aditya.
Dikatakan Aditya, di situ Erry Iriansyah meminta nomor rekening miliknya, dan Aditya pun memberikan nomor rekening tersebut. Tidak lama kemudian, ia menerima transferan dari Erry Iriansyah sebesar Rp 40 juta.
“Saya tidak tahu apa maksudnya? Apakah uang ini untuk beli aksesoris mobil atau bagaimana. Karena sebelumnya Erry Iriansyah sempat minta saran soal mobil CRV miliknya,” bebernya.
Sejak itu, kata Aditya, ia beberapa kali menerima transferan uang dari Erry Irinasyah, dengan total Rp 352 juta.
Aditya mengaku tidak ada intervensi dari siapa pun dalam proses lelang hingga penetapan pemenang lelang.
“Semua proses berjalan sesuai dengan prosedur. Mereka yang menang memang yang seharusnya menang,” kata dia.
Soal aliran uang tersebut, ia berencana mengembalikan ke negara melalui penyidik Polda Kalbar. Namun ditolak. Sementara saat majelis hakim mengkonfrontir terkait aliran uang tersebut, terdakwa Erry Irinasyah mengakui telah mentransfer sejumlah uang kepada Aditya.
“Benar, majelis hakim,” kata Erry Iriansyah.
Sidang pun dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi. (arf)