23.9 C
Pontianak
Monday, March 27, 2023

Sutarmidji: Larangan Ekspor Minyak Sawit Miliki Dampak Positif dan Negatif

PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji sempat bingung soal kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya yang berubah-ubah. Namun ia menilai pada dasarnya kebijakan tersebut memiliki dampak positif dan juga negatif.

“Larangan ekspor CPO itu kan pagi lain, sorenya lain kan, kan yang bingung kita (daerah). Tapi saya melihat begini, memang ada plus minus (dari kebijakan tersebut),” ungkapnya menanggapi kebijakan pemerintah yang berubah, Kamis (28/4).

Sisi negatif dari kebijakan tersebut, lanjut dia, akan membuat harga Tandan Buah Segar (TBS) menurun sehingga dapat merugikan para petani. Sementara sisi positifnya, masyarakat bisa segera memperoleh minyak goreng (migor) dengan harga yang wajar.

“Nah, saya mengajak kepada para pelaku usaha bidang produksi minyak goreng dan CPO ini sudahlah, artinya kalau sudah presiden tegas seperti ini, ya kalau saya menafsirkan selama ini (pelaku usaha) susah diajak ini (kerja sama). Makanya saya kan selama ini sering marah juga dengan perkebunan, karena perhatiannya kurang untuk dalam negeri,” ujarnya.

Baca Juga :  KPP Pontianak Barat Berikan Edukasi Kepada Wajib Pajak Baru

Seperti di Kalbar, menurutnya tidak boleh terjadi kelangkaan terhadap migor. Karena dari pabrik migor yang ada di Kalbar, total jumlah produksinya sudah 10 kali lipat dari konsumsi masyarakat. Untuk itu, Midji, sapaan karibnya, mengingatkan kepada produsen migor jangan hanya mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya.

“Harusnya dia (pengusaha) jaga usaha itu supaya betul-betul bisa untuk kesejahteraan masyarakat di sini,” katanya.

Meski pasti akan berdampak, ia harap harga TBS di Kalbar tidak turun drastis. Midji menghitung dengan harga patokan di pasar, misalnya untuk minyak goreng curah Rp14 ribu per liter, maka harga TBS di pabriknya tidak boleh berada di bawah angka Rp2 ribu per kilogram.

“Harusnya hitungan ekonomisnya harus di atas Rp2 ribu (per kilogram), walaupun tidak di kisaran Rp3.800, tapi harus di atas Rp2 ribu. Jangan sampai ada Rp1.200, Rp900, itu tidak betul,” tegasnya,

Baca Juga :  Ekspor Sawit Capai Rekor Tertinggi

Midji juga berharap dengan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah pusat ini maka akan semakin cepat bisa menstabilkan harga migor menjadi wajar untuk dalam negeri. Dan jika berhasil tentunya pintu ekspor CPO pasti akan kembali lagi dibuka.

“Jadi mau cepat atau tidak, (kalau cepat) saya rasa pintu ekspor CPO dan turunannya akan dibuka kembali secepatnya,” pungkasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan bahwa CPO tidak termasuk dalam komoditas yang masuk dalam larangan ekspor. Larangan ekspor hanya berlaku untuk bahan baku minyak goreng atau Refined, Bleached, Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein). Belakangan, pemerintah meralat aturan tersebut, di mana dalam kebijakan terbaru esok harinya, disebutkan bahwa CPO juga termasuk yang dilarang untuk ekspor. (bar)

PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji sempat bingung soal kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya yang berubah-ubah. Namun ia menilai pada dasarnya kebijakan tersebut memiliki dampak positif dan juga negatif.

“Larangan ekspor CPO itu kan pagi lain, sorenya lain kan, kan yang bingung kita (daerah). Tapi saya melihat begini, memang ada plus minus (dari kebijakan tersebut),” ungkapnya menanggapi kebijakan pemerintah yang berubah, Kamis (28/4).

Sisi negatif dari kebijakan tersebut, lanjut dia, akan membuat harga Tandan Buah Segar (TBS) menurun sehingga dapat merugikan para petani. Sementara sisi positifnya, masyarakat bisa segera memperoleh minyak goreng (migor) dengan harga yang wajar.

“Nah, saya mengajak kepada para pelaku usaha bidang produksi minyak goreng dan CPO ini sudahlah, artinya kalau sudah presiden tegas seperti ini, ya kalau saya menafsirkan selama ini (pelaku usaha) susah diajak ini (kerja sama). Makanya saya kan selama ini sering marah juga dengan perkebunan, karena perhatiannya kurang untuk dalam negeri,” ujarnya.

Baca Juga :  Zidam XII/Tpr Gelar Kerja Bakti Bersihkan Parit dan Jalan

Seperti di Kalbar, menurutnya tidak boleh terjadi kelangkaan terhadap migor. Karena dari pabrik migor yang ada di Kalbar, total jumlah produksinya sudah 10 kali lipat dari konsumsi masyarakat. Untuk itu, Midji, sapaan karibnya, mengingatkan kepada produsen migor jangan hanya mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya.

“Harusnya dia (pengusaha) jaga usaha itu supaya betul-betul bisa untuk kesejahteraan masyarakat di sini,” katanya.

Meski pasti akan berdampak, ia harap harga TBS di Kalbar tidak turun drastis. Midji menghitung dengan harga patokan di pasar, misalnya untuk minyak goreng curah Rp14 ribu per liter, maka harga TBS di pabriknya tidak boleh berada di bawah angka Rp2 ribu per kilogram.

“Harusnya hitungan ekonomisnya harus di atas Rp2 ribu (per kilogram), walaupun tidak di kisaran Rp3.800, tapi harus di atas Rp2 ribu. Jangan sampai ada Rp1.200, Rp900, itu tidak betul,” tegasnya,

Baca Juga :  Krisis Kontainer Landa Kalbar, Eksporter Antre Enam Bulan

Midji juga berharap dengan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah pusat ini maka akan semakin cepat bisa menstabilkan harga migor menjadi wajar untuk dalam negeri. Dan jika berhasil tentunya pintu ekspor CPO pasti akan kembali lagi dibuka.

“Jadi mau cepat atau tidak, (kalau cepat) saya rasa pintu ekspor CPO dan turunannya akan dibuka kembali secepatnya,” pungkasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan bahwa CPO tidak termasuk dalam komoditas yang masuk dalam larangan ekspor. Larangan ekspor hanya berlaku untuk bahan baku minyak goreng atau Refined, Bleached, Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein). Belakangan, pemerintah meralat aturan tersebut, di mana dalam kebijakan terbaru esok harinya, disebutkan bahwa CPO juga termasuk yang dilarang untuk ekspor. (bar)

Most Read

Artikel Terbaru