Mengenang 10 Tahun Wafat WS Rendra
Willibrordus Surendra Broto Rendra sudah berkelana di dimensi lain. Sepuluh tahun lalu, Tuhan memanggil Rendra memasuki keharibaan. Kendati begitu, karya-karya Rendra tetap abadi. Di Pontianak, sejumlah seniman menggelar haul dengan pementasan puisi bertajuk Membaca Rendra.
BUDI MIANK, Pontianak
GEDUNG Teater Tertutup Taman Budaya gelap. Hanya ada tiga lampu menyala. Itu pun hanya menyinari panggung sederhana. Panggung masih kosong. Hanya ada stand mikrofon dan sebuah alat untuk menempatkan teks-teks puisi. Kain putih terbentang memanjang menjadi latar pada pementasan itu. Petugas memutar slide profil seorang penyair. Kiri dan kanan panggung tersedia kanvas kosong untuk melukis.
Tribun penonton gelap. Beberapa orang menempati tribun dari kayu itu. Cahaya telepon seluler bagai kunang-kunang. Masih banyak ruang kosong pada tribun. Penikmat seni puisi tidak banyak. Walau begitu, seni puisi tetap hidup.
Selasa malam itu, ada 21 pegiat seni yang akan membacakan karya WS Rendra. Ada penyair, penulis, mahasiswa seni, hingga guru sekolah menengah. Ada juga pegiat literasi, pegiat sastra, pegiat teater, dan pegiat seni lainnya di Pontianak. Mereka berkumpul menggelar khaul mengenang 10 tahun wafatnya seorang penyair besar Indonesia, WS. Rendra. Membaca Rendra ini di selenggarakan oleh Siberdaya dan BPK Oi Putussibau, dan didukung UPT Taman Budaya Kalbar, Literer Khatulistiwa, Enggang Media, Toko Buku HA, Pustaka Rumah Aloy, Madu Liwa, dan Komsan IAIN.
Kristianus Kalibara, kepala UPT Taman Budaya Kalbar mengatakan, persiapan untuk pementasan ini hanya satu minggu. Ia menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada penyelenggara yang sanggup mendatangkan maestro-maestro seni di daerah ini. “Kami senang dan perlu semangat seniman dan pekerja seni agar gairah seni di daerah ini semakin bertumbuh,” kata Kristianus.
Hal serupa juga disampaikan Theresia Game Lyah, Ketua BPK Oi Putusibau. “Kami konsen untuk menggandeng kawan-kawan pekerja seni khususnya di Putussibau dan Kalbar pada umumnya, untuk pagelaran seperti ini, karena kami yakin Kalbar sangat kompetitif di bidang seni dan budaya, ini bisa dilihat dari hasil-hasil kompetisi setingkat nasional dan internasional, baik itu puisi, tari, teater, film, karya tulis fiksi, ternyata di semua bidang Kalbar mampu mengambil nominasi,” kata Theresia.
Ketua Siberdaya, Hatta Budi Kurniawan sebagai penyelenggara juga, mengatakan, “Kegiatan ini untuk bersama-sama mengenang salah satu penyair besar yang dimiliki bangsa, dan kita membacakan sajak-sajaknya melalui rekan-rekan pegiat lain dari bebagai disiplin agar apresiasi yang terbangun lebih horizontal.”
Anisa Fitri Yusuf menjadi yang pertama mementaskan karya Rendra. Ia membacakan puisi Rendra berjudul, Sajak Anak Muda. Duta Bahasa IKIP PGRI Pontianak ini mementaskan dengan apik karya Rendra tersebut. Mengiringi para pembaca Rendra, dua seniman lukis juga beraksi. Sisi kanan panggung, Hidayat BA. Sedangkan sisi kiri panggung, ada Oes Tatto. Kedua secara on the spot melukis Rendra. (*)