23.9 C
Pontianak
Monday, June 5, 2023

Profesionalisme Nazir Dorong Optimalisasi Wakaf

Pengelolaan dan pemanfaatan wakaf di Indonesia masih rendah karena minimnya literasi masyarakat. Perlu upaya bersama untuk mewujudkan kemandirian wakaf, salah satunya dengan mendorong lahirnya nazir yang profesional.  “Selama ini wakaf kita masih bersifat tradisional, seolah hanya tanah, kuburan atau untuk pendidikan. Belum mengarah pada potensi yang maksimal,” ungkap Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalbar, Ridwansyah, saat kegiatan Pelatihan Nadzir Wakaf Produktif, Rabu (30/12).

Kementerian Agama pernah membuat survei Indeks Literasi Wakaf Tahun 2020 yang dilakukan do 32 Provinsi di Indonesia. Hasil survei yang melibatkan 100 responden per per provinsi itu menunjukkan bahwa literasi masyarakat terhadap wakaf masih cukup rendah.

Berdasarkan survei tersebut, nilai pemahaman wakaf dasar sebesar 57,67 persen; nilai pemahaman wakaf lanjutan sebesar 37,97 persen; serta nilai indeks literasi wakaf sebesar 50,48 persen. Survei tersebut mengasumsikan nilai 0-60 tingkat literasi rendah, nilai 61-80 moderate, dan 81-100 tinggi.

Baca Juga :  Pengambilan Sumpah Jabatan di Lingkup Pemkot

Untuk meningkatkan literasi sekaligus menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada wakaf, maka dia menilai perlu melahirkan para nazir yang profesional. Nazir wakaf adalah orang atau badan hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf. Sayangnya saat ini, kata dia, profesi nazir hanya dianggap sebagai profesi sambilan, bukan menjadi profesi utama. karena itulah, pihaknya mendorong lahirnya nazir-nazir yang menjunjung profesionalitas.

“Seorang nazir dikatakan profesional jika pekerjaan sesuai dengan keahlian bidangnya. Mereka juga mengerahkan waktu, pikiran, dan tengan untuk pekerjaannya serta memiliki komitmen yang kuat terhadap pekerjaanya,” kata dia. Selain itu, tambah dia, para nazir juga harus mampu mengelola harta benda wakaf sehingga sehingga memberikan manfaat bagi mauquf alaihi, atau orang atau lembaga yang berhak menerima harta wakaf, serta kesejahteraan masyarakat.

Ketua Forum Zakat Produktif, Bobby P Manulang, menilai wakaf di Indonesia masih punya tantangan yang sangat besar, terutama minimnya literasi masyarakat terhadap wakaf. Hal ini membuat wakaf kurang mendapat tempat bagi masyarakat dan menjadikannya prioritas layaknya infak, zakat, dan sedekah.

Baca Juga :  YBM PLN dan Rumah Zakat Berikan Wakaf Air Bersih untuk Pesantren Al Muhajirin

“Kompleksitas atas permasalahan minimnya pengetahuan soal wakaf, minimnya forum wakaf, sehingga membuat wakaf belum menjadi top of mind,” kata dia. Dalam mendorong eksistensi dan kemandirian wakaf, pihaknya bersama lembaga terkait telah memprioritaskan sejumlah agenda utama.

Salah satunya adalah pengembangan literasi dan optimalisasi wakaf, yang mana dia menilai perlu ada segmentasi baru yang potensial untuk disasar. Selain itu, kata dia, perlu mendorong pendanaan wakaf, baik itu bersumber dari aset bergerak maupun tidak bergerak.

“Nah selanjutnya bagaimana menciptakan income generator wakaf. Untuk hal ini diperlukan kapasitas nazir yang lebih tinggi sehingga mereka mampu mengoptimalkan wakaf sebagai sumber pendapatan,” kata dia. Langkah-langkah ini, tambah dia, merupakan faktor esensial dalam upaya mewujudkan kemandirian wakaf. (sti)

Pengelolaan dan pemanfaatan wakaf di Indonesia masih rendah karena minimnya literasi masyarakat. Perlu upaya bersama untuk mewujudkan kemandirian wakaf, salah satunya dengan mendorong lahirnya nazir yang profesional.  “Selama ini wakaf kita masih bersifat tradisional, seolah hanya tanah, kuburan atau untuk pendidikan. Belum mengarah pada potensi yang maksimal,” ungkap Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalbar, Ridwansyah, saat kegiatan Pelatihan Nadzir Wakaf Produktif, Rabu (30/12).

Kementerian Agama pernah membuat survei Indeks Literasi Wakaf Tahun 2020 yang dilakukan do 32 Provinsi di Indonesia. Hasil survei yang melibatkan 100 responden per per provinsi itu menunjukkan bahwa literasi masyarakat terhadap wakaf masih cukup rendah.

Berdasarkan survei tersebut, nilai pemahaman wakaf dasar sebesar 57,67 persen; nilai pemahaman wakaf lanjutan sebesar 37,97 persen; serta nilai indeks literasi wakaf sebesar 50,48 persen. Survei tersebut mengasumsikan nilai 0-60 tingkat literasi rendah, nilai 61-80 moderate, dan 81-100 tinggi.

Baca Juga :  BWI Kalbar Targetkan Semua Tanah Wakaf Bersertifikat

Untuk meningkatkan literasi sekaligus menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada wakaf, maka dia menilai perlu melahirkan para nazir yang profesional. Nazir wakaf adalah orang atau badan hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf. Sayangnya saat ini, kata dia, profesi nazir hanya dianggap sebagai profesi sambilan, bukan menjadi profesi utama. karena itulah, pihaknya mendorong lahirnya nazir-nazir yang menjunjung profesionalitas.

“Seorang nazir dikatakan profesional jika pekerjaan sesuai dengan keahlian bidangnya. Mereka juga mengerahkan waktu, pikiran, dan tengan untuk pekerjaannya serta memiliki komitmen yang kuat terhadap pekerjaanya,” kata dia. Selain itu, tambah dia, para nazir juga harus mampu mengelola harta benda wakaf sehingga sehingga memberikan manfaat bagi mauquf alaihi, atau orang atau lembaga yang berhak menerima harta wakaf, serta kesejahteraan masyarakat.

Ketua Forum Zakat Produktif, Bobby P Manulang, menilai wakaf di Indonesia masih punya tantangan yang sangat besar, terutama minimnya literasi masyarakat terhadap wakaf. Hal ini membuat wakaf kurang mendapat tempat bagi masyarakat dan menjadikannya prioritas layaknya infak, zakat, dan sedekah.

Baca Juga :  Pengambilan Sumpah Jabatan di Lingkup Pemkot

“Kompleksitas atas permasalahan minimnya pengetahuan soal wakaf, minimnya forum wakaf, sehingga membuat wakaf belum menjadi top of mind,” kata dia. Dalam mendorong eksistensi dan kemandirian wakaf, pihaknya bersama lembaga terkait telah memprioritaskan sejumlah agenda utama.

Salah satunya adalah pengembangan literasi dan optimalisasi wakaf, yang mana dia menilai perlu ada segmentasi baru yang potensial untuk disasar. Selain itu, kata dia, perlu mendorong pendanaan wakaf, baik itu bersumber dari aset bergerak maupun tidak bergerak.

“Nah selanjutnya bagaimana menciptakan income generator wakaf. Untuk hal ini diperlukan kapasitas nazir yang lebih tinggi sehingga mereka mampu mengoptimalkan wakaf sebagai sumber pendapatan,” kata dia. Langkah-langkah ini, tambah dia, merupakan faktor esensial dalam upaya mewujudkan kemandirian wakaf. (sti)

Most Read

Artikel Terbaru