UMUMNYA, buntut sapi diolah untuk sup atau dibakar. Tapi, tidak ada salahnya mengolah bagian daging tersebut untuk tengkleng. Walau kaya rempah, sajian itu terasa light dan segar. Pas untuk cuaca yang tengah tak bersahabat.
Menurut chef Zakariya, buntut adalah bagian dari sapi yang menarik untuk diolah. Teksturnya empuk dan lembut.
“Kesulitannya mungkin ada pada menentukan kematangan. Bagian dekat pinggul lebih cepat matang karena kandungan lemaknya tinggi,” tutur executive chef Hotel Mercure Surabaya Grand Mirama tersebut.
Makin mendekati ujung, lemak makin rendah dan proses memasak lebih panjang. Proses memasak buntut butuh waktu sekitar satu jam jika dimasak dengan menggunakan panci presto. Sementara
itu, jika menggunakan panci biasa, proses memasaknya sekitar 2–3 jam.
“Saat merebus (buntut sapi), ditambah sedikit garam supaya tidak hambar,” paparnya.
Chef yang memulai karier pada 2000 itu menyatakan, menu khas Surakarta tersebut punya bumbu dasar seperti gulai. “Basic bumbunya bisa dipakai untuk tengkleng dan tongseng. Kalau untuk tengkleng, ditambah kecap, tapi tanpa santan,” lanjut Zakariya.
Untuk mendapat rasa yang mantap, bumbu wajib dimasak hingga matang. Penandanya, aroma bumbu
harum. ”Tidak perlu sampai bumbu kering,” tegasnya.
Saat penyajian, dia menambahkan bawang merah goreng dan potongan tomat untuk memperkaya tekstur. Rasa asam segar tomat juga mengimbangi kuah rempah tengkleng. Zakariya menyarankan, tengkleng buntut disajikan selagi hangat. Sebab, jika dibiarkan dingin, lemak di bagian kuah bakal mengapung. Akibatnya, kuah terasa ”tebal” dan ngendal. (*/fam/c6/nor/jp)