Imparsial: Reformasi TNI masih Stagnan
JAKARTA – Presiden Joko Widodo menyampaikan komitmennya untuk memperkuat sektor pertahanan dalam lima tahun pemerintahan ke depan. Janji itu disampaikan dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 Tentara Nasional Indonesia (HUT TNI) di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, kemarin (5/10).
Jokowi mengatakan, penguatan sistem pertahanan nasional dilakukan di berbagai sektor. Dalam hal sistem persenjataan, pemerintah terus menambah alat utama sistem pertahanan (Alutsista) untuk memenuhi target Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Forces) tahap II.
Konkretnya, alokasi anggaran pertahanan tahun depan akan dinaikkan. “Tahun 2019 sebesar Rp121 triliun akan dinaikkan menjadi lebih dari Rp131 triliun di tahun 2020,” ujarnya saat memberikan sambutan.
Kemudian, pangkalan militer terpadu juga akan dibangun di empat lokasi. Yakni Biak, Morotai, Merauke dan Saumlaki. Pangkalan tersebut akan melengkapi sistem pertahanan serupa yang sudah dibangun di Natuna akhir tahun 2018 lalu.
Sementara di sektor satuan tempur, pada tahun 2019 pemerintah sudah membentuk Komando Operasi Khusus (Koopsus) yang akan mendukung penanganan terorisme serta satuan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) yang di tempatkan di Tanjung Pinang, Balikpapan, dan Biak.
“Kehadiran Kogabwilhan akan meningkatkan kesiapsiagaan dalam penanganan krisis dan meningkatkan daya gentar kita,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Kemudian untuk sektor sumber daya manusia, pemerintah akan meningkat kesejahteraan dan fasilitas bagi prajurit TNI. Mulai dari peningkatan tunjangan kinerja TNI sebesar 80 persen hingga penyediaan fasilitas kredit rumah terjangkau. “Serta meningkatkan kualitas pendidikan dan latihan prajurit TNI untuk mendukung profesionalisme prajurit,” tuturnya.
Jokowi menuturkan, penguatan sistem pertahanan dibutuhkan untuk mendukung cita-cita menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. “Oleh karena itu, belanja pertahanan kita arahkan menjadi investasi pertahanan,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, menjaga wilayah pertahanan bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk itu, peningkatan kesejahteraan prajurit, kelengkapan (alutsista) yang memadai dan kapasitas sumber daya manusia yang profesional sangat dibutuhkan.
“Dengan beban tugas yang berat dan suci itu, wajar apabila profesionalisme TNI ditunjang dengan peningkatan kesejahteraan prajurit,” ujarnya. Selama ini, penguatan sumber daya manusia terkait dengan kesejahteraan prajurit TNI dinilai masih minim. Misalnya rumah dinas anggota TNI yang terbatas. Masalah kesejahteraan membuat oknum anggota mencari sumber pendapatan lain di luar gaji.
Selain peningkatan kesejahteraan dan kapasitas prajurit, Araf menilai peringatan HUT TNI juga harus menjadi momentum mengevaluasi kiprahnya, khususnya dalam upaya reformasi TNI. Dia menilai, meski ada catatan positif seperti pencabutan peran sosial-politik TNI, keluarnya TNI/Polri dari parlemen, hingga penghapusan bisnis TNI, namun hal-hal lain yang belum tercapai.
“Misalnya kehadiran militer yang kembali semakin meluas di ranah sipil,” ujarnya. Berdasarkan catatan Imparsial, ada 30 MoU yang dijalin TNI dengan instansi sipil dalam kerangka Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Padahal dalam Pasal 7 ayat (3) UU TNI disebutkan bahwa OMPS hanya bisa dilakukan dengan keputusan politik negara, yakni keputusan presiden. Dia khawatir hal itu akan mengembalikan TNI ke ranah sipil secara perlahan.
Persoalan lain yang perlu dilakukan adalah reformasi sistem peradilan militer. Sebab, reformasi TNI merupakan agenda reformasi yang belum dijalankan. Selama reformasi peradilan militer belum dilakukan, selama itu pula reformasi TNI belum selesai. Dia berpendapat, peradilan militer kerap menjadi sarana impunitas bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana.
“Kalaupun ada hukuman terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana, sanksinya kadang tidak maksimal,” katanya. Reformasi peradilan militer dianggap sebagai langkah konstitusional untuk menerapkan prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana diatur Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 28 Huruf d Ayat (1) UUD 1945. (far)