JAKARTA – Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan enam tersangka terkait dugaan kasus pengeroyokan terhadap pegiat media sosial dan dosen Universitas Indonesia Ade Armando saat demo mahasiswa di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Senin (11/4).
“Fakta-fakta hasil penyelidikan dengan data hasil penyelidikan kita rumuskan bersama dan tetapkan enam tersangka perkara Ade Armando,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat di Jakarta, Selasa (12/4).
Tubagus mengatakan dari enam tersangka, dua telah ditangkap pada Selasa sore. Tersangka pertama Muhammad Bagja ditangkap di Jakarta Selatan dan Ang Komar diringkus di Jonggol Bogor.
Sedangkan empat tersangka lainnya yang masih buron diketahui bernama Dhia Ul Haq, Ade Purnama, Abdul Latief, dan Abdul Manaf.
Tubagus memastikan bahwa penetapan status tersangka terhadap keenam orang tersebut sesuai dengan fakta dan memenuhi syarat dua alat bukti. “Nama-nama tersebut hasil identifikasi, hasil kajian scientific, Ditreskrimum dan Ditreskrimsus, artinya terpenuhi dua kriteria alat bukti,” ujarnya.
Lebih lanjut dia pun mengimbau kepada keempat tersangka yang masih buron untuk segera menyerahkan diri.
Diketahui, pegiat media sosial sekaligus dosen Universitas Indonesia, Ade Armando dianiaya oleh massa tidak dikenal saat mengikuti aksi demo yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Kompleks Parlemen Senayan.
Namun, Ade diselamatkan aparat kepolisian dari amukan massa yang berada di lokasi unjuk rasa. Ade menderita luka di bagian kepala sehingga harus mendapatkan perawatan intensif. Insiden pengeroyokan terhadap Ade Armando oleh massa pengunjuk rasa menjadi pemicu petugas untuk melakukan tindakan tegas membubarkan massa dengan kendaraan taktis water cannon dan gas air mata.
Sebanyak enam personel Polda Metro Jaya terluka saat mengevakuasi pegiat media sosial Ade Armando dari amuk massa tidak dikenal saat demo mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI pada Senin (11/4).
“Saat anggota kami melakukan evakuasi, massa nonmahasiswa bertambah beringas menyerang anggota sehingga enam anggota kami yang melakukan evakuasi terluka,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Senin (11/4).
Ade Armando juga diketahui menderita luka-luka akibat dikeroyok massa tersebut. Ia dipukul, diinjak dan terluka di bagian kepala. Indonesia Police Watch (IPW) meminta kepolisian tegas menindak pelaku. Menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, kasus tersebut harus diusut tuntas dari bawah sampai atas hingga terungkap siapa aktor intelektual yang menunggangi.
“Terhadap orang-orang yang diduga melakukan pengeroyokan Ade Armando, pihak Polda Metro harus tegas dan menuntaskan seperti yang dipesankan Kapolri yakni “kalau sampai terjadi pemicu kemudian terjadi anarkis, Polri harus melakukan penegakan hukum, tarik sampai ke atas hingga tuntas,” kata Sugeng, Selasa (12/4).
Penangkapan pelaku pengeroyokan terhadap Ade Armando, kata Sugeng, dapat dijadikan pintu masuk kepolisian untuk mengungkap siapa-siapa saja provokatornya. Di samping itu, polisi juga dapat menemukan penyandang dana yang menunggangi demo BEM SI agar menjadi kacau.
Para pengeroyok ini bisa dikenakan pasal 170 KUHP dan juga terhadap pihak yang memprovokasi melalui medsos tentang keberadaan Ade Armando di lokasi demo dapat dikenakan sebagai pihak penganjur kekerasan dengan menggunakan media IT.
Menurutnya, pengeroyokan terhadap Ade Armando, terlihat jelas direncanakan oleh kelompok provokator yang mendeteksi keberadaannya di lokasi demo. Tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba sekelompok orang menganiaya secara bersama-sama. Tampak bahwa penganiaya bukanlah kelompok mahasiswa BEM SI yang sedang demo.
IPW lanjut dia, sebelumnya telah mengingatkan aparat adanya kelompok-kelompok yang akan menunggangi demo BEM SI. “Polisi harus tegas pada pelaku-pelaku tindak pidana kekerasan yang dilatarbelakangi dengan kebencian karena perbedaan keyakinan dan sikap politik,” katanya.
Banyak Pembesuk
Sementara itu, Ade Armando masih menjalani perawatan intensif di ruang HCU (high care unit) RS Siloam Semanggi Jakarta. Sejumlah anggota keluarga dan para kolega pun menjenguknya. Salah satu di antaranya adalah Grace Natalie yang kini menjadi Wakil Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Grace Natalie pun membagikan video dan foto di Instragram pribadinya @gracenat saat membesuk Ade Armando, Senin (11/4).
Selain itu, ada pula Kapolda Metro Jaya, Rektor dan sejumlah Wakil Rektor UI, serta Founder of Indonesian Cyber Muannas Alaidid. WajahAde Armando tampak lebam-lebam. Kabarnya ia mengalami pendarahan di otak belakang karena pukulan keras. Ia pun telah menjalani CT scan. Meski demikian, kondisinya sudah berangsur membaik. Ia sudah dapat diajak bicara oleh dokter maupun penjenguk.
Gerakan Mahasiswa Tercoreng
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Komisi B Gilbert Simanjuntak menyebutkan bahwa tindakan brutal terhadap Ade Armando telah mencoreng gerakan mahasiswa. “Tindakan ini sangat memalukan dan brutal, dan melebihi batas kewajaran serta kepatutan,” kata Gilbert di Jakarta, Selasa (12/4).
Dengan melihat tindakan yang dilakukan tersebut, politisi PDI Perjuangan itu menilai tuntutan massa menjadi terlihat dibuat-buat dan berlebihan. “Jadi, ini penting untuk ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian. Korban penganiayaan mengalami trauma, karenanya Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) selayaknya meminta maaf secara terbuka,” ujar Gilbert.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa sikap BEM UI yang tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi BEM SI tersebut patut diacungi jempol. “Karena terbukti pendemo melakukan tindak kriminal/pidana berupa penganiayaan kepada Dosen UI,” ucapnya.
Dia menambahkan atas kejadian yang menimpa Ade Armando yang merupakan dosen UI, BEM UI sudah selayaknya mengeluarkan pernyataan sikap. “BEM UI sebaiknya menjadi contoh yang baik dan sebagai kontrol atas tindakan brutal ini,” tuturnya.
Terpisah, Polres Metro Jakarta Timur (Jaktim) memulangkan 30 remaja peserta demo mahasiswa yang ditangkap di depan Gedung DPR RI, pada Senin (11/4). Para remaja yang ditangkap itu berusia sekitar 15 hingga 20 tahun dan sebagian besar berstatus pelajar. Mereka ditangkap di pos penjagaan yang tersebar di 10 kecamatan di Jakarta Timur.
Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Ahsanul Muqaffi di Jakarta, Selasa, mengatakan 30 remaja itu telah dikembalikan ke orang tua masing-masing. “Sudah dipulangkan semuanya,” kata Ahsanul.
Ahsanul menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan pendataan terhadap seluruh remaja yang ditangkap tersebut sebelum akhirnya dikembalikan. “Kemarin habis didata, kemudian diserahkan Sat Binmas (Polres Jakarta Timur),” ujar Muqaffi. Dari 30 yang ditangkap itu, terdapat dua orang yang tidak tamat SD, satu orang tamat SD dan bekerja sebagai pengamen, serta satu orang pelajar SMP.(ant)