Pelayanan terhadap jamaah haji terus membaik. Berdasar hasil penilaian Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Kepuasan Jamaah Haji Indonesia (IKJHI) 2019 mencapai 85,91 poin dari total 100 poin. Naik 0,68 poin bila dibandingkan dengan tahun lalu dan merupakan skor tertinggi sejak survei kepuasan dilakukan pada 2010.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, secara umum IKJHI dalam dua tahun berturut-turut mengalami kenaikan. ”Skornya berada pada kategori sangat memuaskan,” jelas Suhariyanto di kantor BPS kemarin (17/10). Dalam laporan IKJHI tersebut, indeks kepuasan tertinggi berada pada layanan bus salawat.
Layanan bus salawat juga mendapatkan skor tinggi karena kondisi bus yang bagus dan perjalanan yang nyaman.
Beberapa inovasi yang diterapkan Kemenag juga menyumbang tingkat kepuasan. Salah satunya adalah terobosan sistem fast track. Dengan sistem itu, proses pengurusan keimigrasian dilakukan di bandara embarkasi, tidak lagi di Saudi. Sisi positifnya, jamaah yang mendarat di bandara Saudi bisa langsung diarahkan ke hotel masing-masing.
Kendati demikian, layanan fast track itu juga dikeluhkan beberapa jamaah. Sebab, waktu pengurusan yang lebih cepat membuat beberapa jamaah tidak sempat ke toilet. ”Jamaah belum sempat duduk untuk meluruskan punggung dulu,” jelasnya. Meski masih dalam angka bagus, Suhariyanto menyatakan, pelayanan di Armuzna mengalami penurunan indeks kepuasan. Hal itu juga dialami daker bandara.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bersyukur atas pencapaian IKJH itu. Dia merasa pencapaian tersebut sangat spesial karena musim haji 2019 paling berat. Sebab, jumlah jamaah mencapai rekor tertinggi dalam sejarah. Yakni, 231 ribu orang. Kepastian tambahan kuota 10 ribu jamaah datang saat persiapan memasuki tahap-tahap final. ”Waktunya mepet sekali. Kami harus merombak seluruh konfigurasi persiapan, mulai embarkasi sampai Tanah Suci. Dan ini berefek pada katering, transportasi, hotel, dan lain sebagainya,” tuturnya.
Menurut Lukman, ada beberapa faktor yang menyumbang kenaikan IKJH. Faktor internal meliputi komitmen seluruh kementerian dan lembaga (KL) yang mengurusi ibadah haji serta sinergisitas di lapangan. ”Saat sudah di Tanah Suci, tidak ada lagi bendera lembaga. Kemenag, Kemenkes, Kemenlu, KBRI semuanya bekerja dalam tim yang sama,” jelasnya.
Faktor lain, kata Lukman, adalah dedikasi petugas haji yang tinggi serta jamaah yang cukup tertib. Kemudian, faktor eksternal ialah standar pelayanan dari pemerintah Arab Saudi yang terus meningkat. Ada beberapa akomodasi yang ditingkatkan.
Soal Armuzna, Lukman menyebutkan, memang pemerintah Indonesia tidak bisa berbuat banyak karena sebagian besar akomodasi adalah wewenang pemerintah Saudi.
Editor : Ilham Safutra
Reporter : tau/c10/oni/Jawa Pos