Oleh: Stephanus Mulyadi
JUDUL di atas bukan mengada-ada. Setelah bencana Covid-19, kini bencana banjir berulang-ulang melanda Kapuas Hulu. Bulan September dan Oktober 2021 tercatat dua kali banjir besar melanda Putussibau. Tidak terhitung berapa kali banjir besar sudah melanda puluhan desa di daerah aliran sungai (DAS) besar di Kapuas Hulu sepanjang dua tahun terakhir.
Berbagai media ramai memberitakan bencana banjir di Kapuas Hulu. Di media sosial berita banjir juga viral. Netizen ramai memberitakan banjir di kampung halamannya. Banyak yang mengeluh. Tidak sedikit yang menyalahkan pihak tertentu sebagai penyebab bencana banjir. Sebagian lain berkomentar reflektif. Bumi semakin tua. Alam sedang marah. Aktivis lingkungan mengeluarkan berbagai analisis brilian. Tapi sayang, tidak banyak yang bicara tentang dampak lanjut dari banjir itu terhadap warga Kapuas Hulu, yaitu bencana dahsyat kelaparan! Apa hubungan banjir dengan bencana dahsyat kelaparan di Kapuas Hulu?
Akhir-akhir ini saya banyak berkeliling ke berbagai kampung di daerah aliran sungai besar yang sering dilanda banjir. Banyak warga kampung yang bercerita bahwa selain tidak bisa membakar ladang, warga yang telah membakar ladang pun tidak bisa berbuat apa-apa. Seorang warga rumah betang Semangkok minggu lalu bercerita kepada saya, bahwa dia sudah empat kali menanam padi di ladangnya sepanjang bulan Oktober 2021. Tapi setiap kali ditanam, beberapa hari kemudian padinya tersapu bersih oleh banjir. Hal yang sama terjadi dengan warga desa Sungai Uluk, Teluk Sindur, Ujung Pinang, Keliling Semulung, Bika, Semitau, Silat Hulu, Silat Hilir. Warga di puluhan desa di DAS sungai besar seperti Kapuas, Mendalam, Manday, Bunut, Embaloh, Seberuang, Silat dan lain-lain mengalami hal yang sama. Ini artinya apa?
Ribuan warga di Kapuas Hulu terancam kelaparan hebat!
Jika sekarang padi yang sudah ditanam warga kampung pesisir sungai selalu tersapu banjir, sudah pasti tidak ada padi di ladang yang akan mereka panen di tahun depan. Artinya mereka tidak memiliki padi yang dapat mereka giling untuk di masak dan dimakan bersama keluarga. Tragisnya lagi tidak sedikit dari keluarga yang ladangnya tersapu banjir telah menghabiskan banyak modal untuk mengerjakan ladang mereka. Dan dari cerita beberapa orang yang saya temui mengatakan bahwa ada yang terpaksa meminjam uang ke CU atau dari keluarga lain untuk modal berladang. Beberapa waktu lalu Semangkok, misalnya, cukup terbantu ketika harga purik (kratom) cukup mahal. Kini harga purik anjlok. Sumber penghasilan keluarga selain padi pun sirna. Tanpa penghasilan apapun, bencana kelaparan sudah membayang di mata mereka.
Kelaparan hebat itu bukan isapan jempol
Bagi peladang, sekali saja dalam siklus berladang tidak bisa panen, berarti mereka tidak memiliki bahan makanan selama setahun. Jika bencana kelaparan ini terjadi, bencana ini tidak bisa ditangani dengan bantuan satu dus mi instan, sekarung beras dan sekeranjang telur. Karena warga terdampak akan tidak ada makanan selama setahun. Saya tidak ada data berapa ribu warga Kapuas Hulu terdampak banjir yang bergantung hidupnya pada padi di ladang. Tapi dugaan saya ada ribuan. Jika Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu nantinya akan memberi bantuan beras bagi warga kelaparan itu, itu jumlahnya banyak dan lama.
Warga kelaparan diam, tidak berarti tidak ada kelaparan
Warga kampung biasanya tidak bersuara. Meskipun mereka sedang dalam kesulitan. Mereka menanggung beban hidup dalam diam. Sehingga ketika mereka nantinya menderita kelaparan hebat, mereka tidak bersuara. Bencana kelaparan di kampung-kampung hampir-hampir tidakkasatmata. Karena warga kampung tidak berkoar-koar ketik amereka kelaparan. Maka juga jarang terkespos media. Seakan tidak ada apa-apa. Semua baik-baik saja. Dan kita pun yang saat banjir ramai berkomentar, semua akan diam. Larut dalam keseharian masing-masing. Itu tidak berarti bencana kelaparan tidak ada. Warga kampung yang hidupnya bergantung pada padi di ladang tidak sedang baik-baik saja. Ada warga kampung yang sedang lapar, lunglai saat bekerja dan dan anak-anak kecil menangis sulit tidur di malam hari dengan perut lapar. Kita tidak lagi sempat mendengar bunyi keriuk perut mereka, karena kita sedang larut dalam hingar bingar hidup kita masing-masing.
(Apakah) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu sudah memiliki langkah strategis mitigasi bencana kelaparan (?)
Saya sangat percaya bahwaPemkab Kapuas Hulu sudah memiliki rencana strategis mitigasi kelaparan hebat dampak banjir di Kapuas Hulu. Terutama untuk mengantisipasi kelaparan hebat yang akan dialami warga kampung yang hidupnya bergantung pada padi di ladang. Saya tidak meragukan itu.
Beberapa saran
Jika Pemkab Kapuas Hulu belum ada rencana strategis, izinkan saya memberi beberapa saran konkrit. Pertama, perlu ada pendataan warga yang berpotensi menderita kelaparan akibat tidak ada ladang yang akan dipanen. Data ini harus akurat, agar tidak menimbulkan polemik saat menyalurkan bantuan dan bantuan tidak salah sasaran.
Kedua, mau tidak mau tahun ini(2021) Pemkab Kapuas Hulu harus mendesain anggaran ekstra untuk pengadaan beras di musim panen nanti. Kemudian harus ada angaran untuk mendukung sektor pertanian padi agar produksi padi di Kapuas Hulu tahun depan meningkat.
Ketiga, Pemkab harus memberi dukungan bagi daerah pertanian padi di daerah yang tidak terdampak banjir agar produksi beras meningkat. Sawah-sawah di jalur Lintas Selatan dapat memberi suplai beras yang cukup banyak untuk membantu ketersediaan beras di daerah lain yang terdampak banjir.
Keempat, Pemkab perlu membangun kerja sama multi pihak. Penanganan kelaparan ini akan membutuhkan dana besar, karena banyak warga terdampak dan akan butuh waktu lama untuk membantu mereka, sampai mereka bisa panen di siklus ladang selanjutnya (jika tidak banjir lagi). Pemkab sendirian tidak akan mampu menanganginya. Maka lakukan inventarisasi sumber anggaran. Selain dana politik (pokir) DPR, sumber dana dari pihak ketiga harus dihimpun. Dana dari CSR perusahaan salah satunya.
Kelima, perkuat kapasitas perandan kerjasama BUMDES sebagai suplair beras dengan sistem surplus sharing. Jadikan BUMDES sebagai agen penghimpun dan suplair beras untuk menjamin ketersediaan dan distribusi beras di Kapuas Hulu. Sektor pokok ini jangan sampai jatuh ke pasar bebas.
Keenam, untuk jangka panjang, ketersediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan alternatif bagi warga Kapuas Hulu harus diciptakan. Agar tingkat ketergantungan pada ladang padi dapat diturunkan.
Dengan begitu Pemkab Kapuas Hulu dapat melindungi warga Kapuas Hulu dari kelaparan hebat dan jeratan mafia beras.
*Penulis, Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Yayasan Merangat, tinggal di Kapuas Hulu.