23.9 C
Pontianak
Wednesday, June 7, 2023

Hedonitas Pejabat Negara

Oleh: Amalia Irfani

MUNGKIN kita pernah mendengar statemen atau kalimat, “Jika ada pegawai pemerintah yang kaya raya, dengan gaya hidup super mewah pastilah korupsi.” Sebab jika berdasarkan besaran angka dalam gaji dipadankan dengan kebutuhan hidup, pendapatan PNS/ASN tidak lebih dari cukup, bahkan banyak yang kekurangan dengan mengadaikan SK kepangkatan ke bank dengan limit maksimal (banyak PNS menyebutnya disekolahkan). Menyekolahkan SK kepangkatan adalah hal yang lumrah dilakukan oleh banyak PNS, dan salah satu keistimewaan berstatus sebagai PNS. Maka banyak masyarakat berlomba-lomba untuk menjadi pegawai tetap pemerintah karena beberapa kemudahan tersebut.

Mengamati fenomena yang sedang berkembang dan menjadi buah bibir di masyarakat bahkan telah menjadi stigma negatif pada instansi tertentu, kehidupan pejabat yang mewah membuat publik bertanya-tanya berapa besaran angka nominal gaji dan tunjangan pejabat jika rumah mewah, kendaraan, dan penampilan anak istri seperti pengusaha dengan omzet ratusan rupiah perbulan, bahkan lebih. Namun realitasnya tidak dibarengi dengan kualitas dan kemudahan layanan.

Fenomena ini tentu saja perlahan akan menjadi citra buruk Pemerintah beserta jajarannya. Sri Mulyani Menteri Keuangan bahkan berujar dalam akun Instagramnya, “Kemenkeu mengecam gaya hidup mewah yang dilakukan oleh keluarga jajaran Kemenkeu”. Menurutnya, gaya hidup hedonis akan menghilangkan kepercayaan publik, merusak integritas dan membuat citra dan reputasi yang negatif bagi seluruh jajaran Kemenkeu RI. Statemen ini hemat penulis merupakan tamparan keras bagi semua pejabat dan pegawai pemerintah yang digaji oleh negara. Ada kode etik yang mungkin terlupakan dan perlu kembali di refresh melalui pembinaan berkelanjutan.

Baca Juga :  Hitung Perak Kita atau Konversinya

Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara dan bermasyarakat. Etika tersebut antara lain, mewujudkan pola hidup sederhana. Kesederhanaan yang harus ditunjukkan oleh PNS sebagai bagian dari konsistensi dan penegakan disiplin. Karena hakikatnya seluruh pegawai pemerintah adalah pelayan masyarakat. Keramahan, kesederhanaan adalah dua hal yang harus melekat sebagai identitas.

Perilaku Hedonis Pejabat

Hedonisme adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yakni Hedone berarti kesenangan. Hedonisme merupakan gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Hedonisme artinya juga dapat diartikan pula sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa seseorang akan merasakan bahagia dengan cara mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dengan menghindarkan diri dari hal-hal yang membuat sakit, dan menghalalkan segala cara.

Hedonitas merupakan gaya hidup dengan cara menunjukkan status sosial agar diakui, dihormati oleh orang lain. Padahal, perilaku hidup berlebihan tidak saja bertentangan dengan ajaran agama tetapi juga bertentangan dengan Pancasila khususnya pada sila kedua dan kelima. Dalam banyak kasus, hedonitas diperlihatkan oleh beberapa kalangan seperti selebriti dengan kehidupan glamour dan diunggah di media sosial. Media online juga menjadikan gaya hidup selebritas yang super wah dan megah sebagai sumber berita karena diminati oleh masyarakat.

Para selebritas tersebut akan mempertontonkan barang branded tertentu dengan harga fantastis atau liburan ke mancanegara yang jamak disebut healing. Para selebritas yang dinilai memiliki kekayaan tidak biasa, akan disebut sultan, horang kayah atau crazy rich. Julukan yang melekat karena dinilai sukses berkarir dengan jumlah kekayaan berlimpah. Stigma yang “mungkin” masih dianggap wajar karena kekayaan yang didapat dari hasil usaha dan kerja keras 24 jam.

Baca Juga :  Pandangan Sekilas Pendidikan Usia Dini di Australia

Tetapi penilaian tentu berbeda jika kekayaan fantastis yang dimiliki oleh pejabat negara atau pegawai tanpa jabatan, hanya dari sumber gaji dan tunjangan sebagai pegawai pemerintah. Tidak ada usaha dan juga warisan dari orangtua. Hedonitas  pejabat dapat dengan jelas dilihat pada instansi tertentu yang dianggap lahan basah dengan aliran uang deras bak air. Budaya yang sudah mengakar sehingga tidak membuat perilaku hedon dikalangan pejabat menjadi aneh. Tetapi dianggap sah-sah saja, hedonitas menunjukkan kedudukan dan pangkat seseorang.

Meminimalisir Hedonitas Pejabat dan Pegawai Pemerintah

Pertanyaannya, apa solusi untuk meminimalisir gaya hidup berlebihan yang jamak dilakukan oleh pejabat dan pegawai pemerintah? Jawaban yang sangat mudah secara teori tetapi sulit untuk dijadikan kebiasaan, jika tidak ada aturan dan tindakan tegas  bagi PNS/ASN yang bersikap hedon dalam keseharian. Para pimpinan atau pejabat instansi manapun harus mau dan mampu menjadikan kesederhanaan sebagai identitas, sehingga contoh baik akan juga diikuti oleh bawahan.

Sederhana bukanlah berpenampilan semrawut atau tidak pantas tetapi sesuai dengan kemampuan dan keadaan. Hidup sederhana bagi PNS bukan saja bagian kode etik, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tetapi menjadi ikhtiar meminimalisir angka KKN. Faktanya hedonitas para pejabat negara beririsan langsung dengan tumbuh sumburnya KKN. (**)

Penulis adalah dosen IAIN Pontianak, mahasiswa Doktoral Sosiologi UMM.

Oleh: Amalia Irfani

MUNGKIN kita pernah mendengar statemen atau kalimat, “Jika ada pegawai pemerintah yang kaya raya, dengan gaya hidup super mewah pastilah korupsi.” Sebab jika berdasarkan besaran angka dalam gaji dipadankan dengan kebutuhan hidup, pendapatan PNS/ASN tidak lebih dari cukup, bahkan banyak yang kekurangan dengan mengadaikan SK kepangkatan ke bank dengan limit maksimal (banyak PNS menyebutnya disekolahkan). Menyekolahkan SK kepangkatan adalah hal yang lumrah dilakukan oleh banyak PNS, dan salah satu keistimewaan berstatus sebagai PNS. Maka banyak masyarakat berlomba-lomba untuk menjadi pegawai tetap pemerintah karena beberapa kemudahan tersebut.

Mengamati fenomena yang sedang berkembang dan menjadi buah bibir di masyarakat bahkan telah menjadi stigma negatif pada instansi tertentu, kehidupan pejabat yang mewah membuat publik bertanya-tanya berapa besaran angka nominal gaji dan tunjangan pejabat jika rumah mewah, kendaraan, dan penampilan anak istri seperti pengusaha dengan omzet ratusan rupiah perbulan, bahkan lebih. Namun realitasnya tidak dibarengi dengan kualitas dan kemudahan layanan.

Fenomena ini tentu saja perlahan akan menjadi citra buruk Pemerintah beserta jajarannya. Sri Mulyani Menteri Keuangan bahkan berujar dalam akun Instagramnya, “Kemenkeu mengecam gaya hidup mewah yang dilakukan oleh keluarga jajaran Kemenkeu”. Menurutnya, gaya hidup hedonis akan menghilangkan kepercayaan publik, merusak integritas dan membuat citra dan reputasi yang negatif bagi seluruh jajaran Kemenkeu RI. Statemen ini hemat penulis merupakan tamparan keras bagi semua pejabat dan pegawai pemerintah yang digaji oleh negara. Ada kode etik yang mungkin terlupakan dan perlu kembali di refresh melalui pembinaan berkelanjutan.

Baca Juga :  Pentingnya SOP Pencegahan Kebakaran di Kantor Pemerintah

Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara dan bermasyarakat. Etika tersebut antara lain, mewujudkan pola hidup sederhana. Kesederhanaan yang harus ditunjukkan oleh PNS sebagai bagian dari konsistensi dan penegakan disiplin. Karena hakikatnya seluruh pegawai pemerintah adalah pelayan masyarakat. Keramahan, kesederhanaan adalah dua hal yang harus melekat sebagai identitas.

Perilaku Hedonis Pejabat

Hedonisme adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yakni Hedone berarti kesenangan. Hedonisme merupakan gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Hedonisme artinya juga dapat diartikan pula sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa seseorang akan merasakan bahagia dengan cara mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dengan menghindarkan diri dari hal-hal yang membuat sakit, dan menghalalkan segala cara.

Hedonitas merupakan gaya hidup dengan cara menunjukkan status sosial agar diakui, dihormati oleh orang lain. Padahal, perilaku hidup berlebihan tidak saja bertentangan dengan ajaran agama tetapi juga bertentangan dengan Pancasila khususnya pada sila kedua dan kelima. Dalam banyak kasus, hedonitas diperlihatkan oleh beberapa kalangan seperti selebriti dengan kehidupan glamour dan diunggah di media sosial. Media online juga menjadikan gaya hidup selebritas yang super wah dan megah sebagai sumber berita karena diminati oleh masyarakat.

Para selebritas tersebut akan mempertontonkan barang branded tertentu dengan harga fantastis atau liburan ke mancanegara yang jamak disebut healing. Para selebritas yang dinilai memiliki kekayaan tidak biasa, akan disebut sultan, horang kayah atau crazy rich. Julukan yang melekat karena dinilai sukses berkarir dengan jumlah kekayaan berlimpah. Stigma yang “mungkin” masih dianggap wajar karena kekayaan yang didapat dari hasil usaha dan kerja keras 24 jam.

Baca Juga :  Praktisi Pers Perempuan yang Terlupakan

Tetapi penilaian tentu berbeda jika kekayaan fantastis yang dimiliki oleh pejabat negara atau pegawai tanpa jabatan, hanya dari sumber gaji dan tunjangan sebagai pegawai pemerintah. Tidak ada usaha dan juga warisan dari orangtua. Hedonitas  pejabat dapat dengan jelas dilihat pada instansi tertentu yang dianggap lahan basah dengan aliran uang deras bak air. Budaya yang sudah mengakar sehingga tidak membuat perilaku hedon dikalangan pejabat menjadi aneh. Tetapi dianggap sah-sah saja, hedonitas menunjukkan kedudukan dan pangkat seseorang.

Meminimalisir Hedonitas Pejabat dan Pegawai Pemerintah

Pertanyaannya, apa solusi untuk meminimalisir gaya hidup berlebihan yang jamak dilakukan oleh pejabat dan pegawai pemerintah? Jawaban yang sangat mudah secara teori tetapi sulit untuk dijadikan kebiasaan, jika tidak ada aturan dan tindakan tegas  bagi PNS/ASN yang bersikap hedon dalam keseharian. Para pimpinan atau pejabat instansi manapun harus mau dan mampu menjadikan kesederhanaan sebagai identitas, sehingga contoh baik akan juga diikuti oleh bawahan.

Sederhana bukanlah berpenampilan semrawut atau tidak pantas tetapi sesuai dengan kemampuan dan keadaan. Hidup sederhana bagi PNS bukan saja bagian kode etik, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tetapi menjadi ikhtiar meminimalisir angka KKN. Faktanya hedonitas para pejabat negara beririsan langsung dengan tumbuh sumburnya KKN. (**)

Penulis adalah dosen IAIN Pontianak, mahasiswa Doktoral Sosiologi UMM.

Most Read

Artikel Terbaru