Oleh :
Ta’awudz
Dalam Alquran disebutkan, “Apabila kamu membaca al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (Qs. an Nahl/ 16: 98).
Secara ekplisit (jelas), dapat dipahami bahwa dianjurkan untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT saat akan memulai membaca Alquran. Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi, ayat ini mengandung makna, “Ketika engkau akan membaca Alquran, aka katakanlah (ta’awudz, pen). Karena bacaan itu dapat melindungimu dari hal-hal yang dapat merusak bacaanmu.”
Prof. Dr. Umar bin Abdullah al Muqbil, Professor Fakultas Syariah Universitas Qashim, Arab Saudi memaknai bahwa ucapan ini menunjukkan manusia tidak berdaya dan lemah menghadapi musuh yang halus ini tanpa pertolongan Allah, karenanya membaca ta’awudz ini sebagai permohonan bantuan kepada Allah dan pengakuan untuk Allah yang Maha Kuasa.
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar dalam bukunya, Salat Sufistik, Meresapi Makna Tersirat Gerakan dan Bacaan Sholat (Alifia, 2019: 137), lebih merinci lagi makna ta’wudz. Menurutnya, dalam memahami makna ta’awudz, ada lima hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pertama, al isti’azah maksudnya hakikat memohon perlindungan. Kedua, al musta’idz yaitu peminta perlindungan. Ketiga, al musta’adz bihi bermakna Sang Pemberi perlindungan. Keempat, al musta’adz minhu maknanya adalah makhluk yang harus dijauhi dan kelima, ma yusta’adzu lahu atau tujuan yang dimohonkan perlindungan.
Pertama, al isti’azah maksudnya hakikat memohon perlindungan. Apa hakikat kita butuh perlindungan? Mengapa dalam kehidupan sering kita temui bahkan kita sendiri butuh pertolongan dan minta perlindungan. Jawabannya karena kita tidak mampu, karena kita tidak super, karena kita lemah. Logikanya kalau kita lemah dan tidak mampu maka kita pasti minta tolong dengan orang yang menurut kita mampu dan digdaya. Ketidakmampuan kita menghadapi godaan iblis dalam berbagai bentuknya, bisa dengan alasan sibuk sehingga tidak bisa berjamaah di masjid, bisa dengan alasan tidak ada waktu kosong sehingga tidak sempat belajar Alquran, godaan harta untuk selalu dikejar dengan dalih menyelamatkan tujuh keturunan dan berbagai godaan lainnya, jujur, bisakah kita menghindarinya karena kekuatan kita sendiri? Sungguh tidak mungkin. Meminta tolong hakikatnya adalah kita adalah makhluk yang tidak mampu dan lemah.
Kedua, al musta’idz yaitu peminta perlindungan. Siapa? Ya kita manusia. Kita butuh perlindungan dalam hidup. Kita butuh orang yang bisa mengamankan diri kita kala kita mendapatkan masalah (demikian jika dianalogikan dengan kehidupan keseharian kita). Siapa kita? Makhluk lemah yang lahir tanpa membawa apa-apa dan saat meninggalpun tidak membawa apa-apa, hanya amal. Ya kalau amal saleh yang dibawa, jika sepanjangan hidup banyak amal salah. Sungguh nestapa. Waktu kita lahir saja, makhluk terkutuk sudah menunggu kita untuk digoda, goda dengan mainan, goda dengan duniawi, goda dengan kesibukan, goda dengan segala-galanya. Jelas untuk menjadi teman setan saat di neraka.
Posisi kita sebagai peminta perlindungan harus betul-betul difahami bahwa kita makhluk dho’if (lemah dan tidak berdaya). Membaca ta’awudz adalah bentuk memohon perlindungan dan posisi kita sebagai peminta perlindungan.
Ketiga, al musta’adz bihi bermakna Sang Pemberi perlindungan. Jika sebelumnya peminta perlindungan bermakna sebagai hamba yang lemah dan tidak berdaya maka pasti ada zat yang dimintai sebagai tempat perlindungan. Allah SWT sebagai Tempat Perlindungan dari godaan syaitan. Ia Zat yang Berdiri Sendiri, Zat yang Tidak Bergantung pada Siapapun, Zat yang Mengendalikan Seluruh Makhluk-Nya. Memohon dengan sangat akan perlindungan kepada Allah SWT menjadi keniscayaan. Tidak mampu dan tidak berdaya menghadapi syaitan maka mintalah kepada Zat yang Maha Mengendalikan. Inilah kedudukan Zat sebagai Pemberi Perlindungan.
Keempat, al musta’adz minhu maknanya adalah makhluk yang harus dijauhi. Iblis dan sekutunya adalah makhluk Allah SWT yang senantiasa menjerumuskan manusia dengan berbagai godaannya agar mengikuti jejak langkahnya dan ending-nya agar semakin banyak yang menemaninya di nereka kelak. Iblis adalah makhluk Allah, ciptaan Allah yang sepenuhnya juga dibawah kendali Allah SWT. Munajat minta perlindungan kepada Allah SWT adalah sebagai bentuk keyakinan 100 persen bahwa Allah-lah yang mampu mengendalikan siapapun makhluk-Nya termasuk Iblis la’natullah.
Tidak ada daya dan upaya makhkuk-Nya kecuali Dia Zat yang Memberi Kekuatan. Kalau begitu, kenapa harus minta kepada selain Allah?
Kelima, ma yusta’adzu lahu atau tujuan yang dimohonkan perlindungan. Apa tujuan kita saat meminta perlindungan kepada Allah SWT? Pertama, agar niat ibadah kepada Allah tidak ternodai dengan niat-niat lain. Kedua, minta jauhkan dari berbagai godaan yang menjerumuskan kita kepada kelurusan ibadah kita. Ketiga, diberikan kekuatan untuk konsentrasi dan thumakninah dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri. Keempar, mohon kepada Allah agar IA senantiasa membimbing kita sehingga ridha dengan amal perbuatan kita.
Basmalah
“Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”” (Qs. An Naml/ 27: 30).
Firman Allah SWT di atas menunjukkan bahwa basmalah (ucapan bismillahirrahmanirrahim) sudah dikenal oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Prof. Nasaruddin Umar (Ibid: 142) menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim as sebelum membaca doa mengawalinya dengan basmalah. Yang dibaca Nabi Isa AS ketika menghidupkan orang mati dengan basmalah, Nabi Nuh AS menjalankan perahunya dengan basmalah dan surat yang dikirim Nabi Sulaiman AS kepada Ratu Balqis sehingga takluk kepadanya juga berisi basmalah. Lantas apa urgensinya basmalah? Pertama, semua surah dalam Alquran penulisannya diawali dengan basmalah kecuali surah at Taubah, karena beberapa alasan.
Kedua, dilarang mengonsumsi makanan, khususnya daging yang disembelih yang tidak disebut nama Allah. Ketiga, menurut Prof. Quraisy Syihab (mufassir Indonesia), basmalah memiliki arti dengan ucapan ini maka diharapkan jiwa dari orang tersebut akan dipenuhi dengan rahmat Allah. Tiga nama mulia-Nya ada dalam basmalah ini. Orang yang memiliki jiwa rahmat maka yang akan keluar dari lisan dan geraknya adalah keselamatan bagi siapapun.
Hakikat Basmalah
Lagi, Prof. Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa rahasia keseluruhan Alquran terkumpul dalam surah Al Fatihah, dan rahasia keseluruhan surah Al Fatihah tersimpul dalam basmalah dan rahasia basmalah terletak pada sebuah huruf yaitu huruf ‘BA’ di awal kalimat. Secara sederhana, kata bismillah diartikan ‘dengan nama Allah’ atau ‘atas nama Allah’. Kedua makna ini mengikutsertakan Allah dalam aktifitasnya. Kata Allah adalah lafadz yang Maha Agung (lafzhul jalalah). Tidak boleh dan tidak akan pernah ada apapun dan siapapun yang bisa menggunakan nama ini. Kata ini mutlak hanya nama-Nya. Dialah yang Maha Tunggal.
Seseorang yang melantik jabatan dengan mewakili atasannya, maka ia akan berucap, atas nama rektor (kalau dikampus), atas nama kepala sekolah, atau atas nama pimpinan lembaga. Konsekuensi dari atas nama adalah ia membawa nama besar atasannya atau pimpinannya dan hal itu bukan main-main.
Seseorang yang mengatasnamakan Allah dalam aktivitasnya berarti ia menyertakan kebesaran Allah dengan segala kemuliaan-Nya. Berarti bukan nama yang boleh disembarangkan atau dimainkan.
Penulis adalah guru MAN 2 Pontianak.