PONTIANAK – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, dr. Noch T Mallisa, M.Kes melakukan kunjungan lapangan ke Sentra Produksi Kratom di Kalimantan Barat, Rabu (4/1) yang terpusat di Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) Jalan Arteri Supadio Km. 10,2 Kubu Raya.
Kunjungan tersebut bertujuan melihat langsung proses produksi komoditas kratom berkualitas yang merupakan salah satu poin “Kesepakatan Binagraha” berupa produksi daun kratom dengan fasilitas berstandar GMP, Good Manufacturing Practice, (bebas campuran daun lain, bebas logam berat & jamur, kelembaban di bawah 6%), bebas kontaminan (Salmonela, e-coli dan bakteri lainnya).
Adapun kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari “Kesepakatan Tata Kelola Kratom” sebelumnya yang ditandatangani bersama oleh perwakilan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Asosiasi Kratom Amerika, Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) sebagai perwakilan petani, Kelompok Masyarakat Pengelola Hasil Alam Borneo (Komphar) sebagai perwakilan lembaga swadaya masyarakat, senator Amerika, perwakilan asosiasi konsumen kratom Amerika, dan american representative (parlemen).
Turut pula dalam penandatanganan ini yaitu Ketua Chamber of Commerce, peneliti senior dari Johns Hopkins University, ahli kebijakan publik dari Washington DC dan beberapa perwakilan American Kratom Vendor yang disaksikan langsung oleh Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko beserta staf ahlinya serta jajaran Pemprov Kalbar yang berlangsung pada 08 Agustus 2022 lalu di Ruang Rapat Utama Kantor Staf Presiden – Binagraha.
Dari kesepakatan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan rapat koordinasi lintas kementerian berupa rapat koordinasi cara pengelolaan Kratom yang berlangsung di Situation Room Binagraha pada 03 Oktober 2022 dan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang tumbuhan kratom dari sisi ekologi, ekonomi, sosial budaya, lingkungan, pendidikan dan kesehatan yang dilaksanakan di Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur pada 19 Desember 2022 lalu.
Menurut dr. Noch T Mallisa, M.Kes, dengan produk kratom yang berkualitas, maka akan berdampak kepada kepercayaan pasar sehingga Indonesia memiliki nilai tawar tinggi atas produk kratom. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan harga di tingkat petani yang bisa memberikan kontribusi langsung kepada kas desa dengan melibatkan BUMDes seperti yang telah diinisiasi oleh Koprabuh. Produk kratom yang berkualitas merupakan permintaan langsung dari pasar Amerika akan meningkatkan devisa.
“Untuk mendapatkan produk kratom yang berkualitas tinggi diperlukan pengolahan kratom dengan mesin berstandar GMP. Dengan mengedepankan kualitas produk kratom nama baik Indonesia sebagai pemasok utama Kratom ke USA akan terus terjaga,” ujarnya.
Lebih lanjut dr. Noch T Mallisa, M.Kes memberi arahan agar mesin penggiling kratom di sentra industri kratom Koprabuh yang berkapasitas produksi 0,5ton/jam dan 1,5 ton/jam dengan standar mesin stainless 304 dan 316 yang bisa memisahkan logam berat, tulang daun, dan partikel asing lain sesuai kebutuhan produksi kratom GMP ini nantinya bisa ikut mendukung program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Jadi, selain bisa mengangkat ekonomi petani kratom, juga bisa menaikkan sektor industri mesin produksi dalam negeri. Di samping itu, ia juga mengimbau agar semua petani kratom ikut BPJS agar dapat mengakses manfaat dari program BPJS.
Komoditas kratom memiliki potensi sangat tinggi bagi peningkatan kesejahteraan petani, pendapatan daerah, dan pendapatan nasional, sehingga perlu adanya regulasi tata kelola kratom yang melindungi kepentingan petani dari tengkulak maupun eksportir nakal. Untuk itu, Kantor Staff Presiden terus mendorong dan mengawal secara konsisten agar point point dalam “Piagam Binagraha” tentang Tata Kelola Kratom bisa segera terealisasi. Pemeriksaan fisik oleh bea cukai sebelum produk kratom diekspor sangat penting untuk menghindari produk kratom non-spec lolos ekspor.
“Prinsipnya tidak boleh ada lagi eksportir nakal dengan kratom non-spec diekspor. Kita berdagang dengan bermartabat, mendapatkan keuntungan tanpa merusak kesehatan pembeli (konsumen) dan citra Indonesia,” pungkas Jenderal Kopasus yang juga seorang dokter medis yang pernah bertugas di BAIS. (vie/ser)