PONTIANAK – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus berupaya menyediakan solusi perbankan dan pendampingan yang cocok bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Tak terkecuali UMKM di Kalimantan Barat. “BNI berharap UMKM kita mampu naik kelas serta memiliki kemampuan untuk menjadi pelaku usaha yang berkapasitas global. Dan mampu memasarkan produknya secara global,” ujar Rika Ariesti Tobing selaku Pemimpin Operasional BNI Kantor Cabang Pontianak saat berdialog dengan sejumlah pelaku UMKM di GAIA Bumi Raya City Mall belum lama ini.
BNI, kata Rika, memilik program BNI Xpora bagi UMKM mendapatkan dukungan berupa peningkatan kapasitas dan kualitas produksi, edukasi penyusunan laporan keuangan, serta dukungan akses pemasaran produk ke luar negeri melalui business matchmaking dengan buyer di pasar global. Selain itu, BNI Xpora juga didukung dengan fitur-fitur digital untuk mempermudah UMKM dalam memanfaatkan layanan terintegrasi BNI.
Rika juga memperkenalkan fasilitas Letter of Credit atau L/C milik BNI. L/C merupakan instrumen yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional. Instrumen ini merupakan solusi bagi penjual dan pembeli yang mengalami perbedaan jarak dan geografis dalam hal penagihan. Di sisi lain, L/C menjadi sumber yang dapat dipercaya antara penjual dan pembeli sesuai kesepakatan dalam hal penagihan atau pembayaran. “Untuk meminimalisir kerugian pelaku usaha, makanya dari itu kita ada produk yang namanya LC untuk mitigasi risiko. Daripada ketemu buyer baru kita belum percaya malah nggak jadi kirim ke sana kan malah mengurangi pasar,” jelasnya.
Dalam diskusi bersama UMKM tersebut, Rika dan tim banyak mendengarkan keluhan dan pengalaman mereka terkait ekspor produk selama ini. Erwan dari Azman Songket yang memproduksi kain songket Sambas misalnya, mengaku mengalami kerugian besar dari pembeli dari Arab Saudi. “Tahun 2019 lalu kita dapat klien dari Arab yang kita ketemu di pameran. Mereka minta kirim songket satu kontainer. Dan kita berusaha dalam waktu singkat memproduksi sebanyak itu. Tetapi ternyata batal dan kami belum meminta komitmen di muka juga,” sebutnya.
Selama ini, Erwan sudah terbiasa dengan ekspor songket terutama ke Brunei Darussalam. Namun ia ingin pasarnya kian luas. “Semoga BNI bisa membantu kami untuk mencarikan pasar baru di luar negeri,” harapnya.
Serupa, Philip selaku produsen cokelat kemasan juga pernah mengalami kejadian tak mengenakan dengan pembeli dari luar negeri. Namun ia pun tak mengindahkan pemesanan yang tak memiliki komitmen di awal. “Pernah mendapatkan pesanan dari luar tetapi ragu penipuan. Kedua, kepercayaan untuk pembayaran antara dua pihak. Kita tidak mungkin kirim kalau belum full, minimal DP,” sebutnya.
Sementara itu Wati, pemilik brand Anjabyl produsen kerajinan tangan berbahan kulit kayu kepuak mengeluhkan kendala pengiriman produk ke luar negeri yang selama ini melalui kurasi. “Kadang bingung ngurus karantina dan pengirimannya. Jadi untuk customer Jerman saya bawa pas ke Swiss. Karena di beberapa negara Eropa, kayu kepuak termasuk dilindungi,” jelasnya.
Ia mengaku selama ini, untuk transaksi luar negeri ia selalu difasilitasi oleh Dekranasda, BNI, dan Bank Indonesia. “Harapannya dengan adanya BNI yang memfasilitasi, kami tidak ragu mengirim produk. Sehingga kami fokus membuat produk,” pungkasnya. (ars/ser)