PONTIANAK – Hingga kini harga minyak goreng (migor) masih mengalami kenaikan meski telah digempur dengan operasi pasar. Padahal pemerintah bekerja sama dengan pengusaha sebelumnya telah mendistribusikan Rp11 juta liter minyak goreng kemasan sederhana dengan harga Rp14 ribu per liter guna memenuhi permintaan Natal dan Tahun Baru yang lalu.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan ESDM Kalbar, Syarif Kamaruzaman mengatakan, ada beberapa komoditas yang hingga kini masih tercatat memiliki harga yang tinggi, di antaranya minyak goreng dan cabai. Menurutnya, kenaikan harga cabai dipicu faktor cuaca yang bersamaan dengan naiknya permintaan saat Natal dan Tahun Baru 2022.
“Sedangkan kenaikan harga minyak goreng, karena naiknya harga minyak kelapa sawit atau CPO,” ungkapnya, Senin (10/1).
Ia juga menyebutkan, kenaikan harga sejumlah bahan pokok ini sudah diantisipasi sejak tahun lalu menjelang Natal dan Tahun Baru 2022. Adapun upaya yang dilakukan adalah dengan menggelar operasi pasar di berbagai kabupaten dan kota di Kalbar. “Operasi pasar ini kemasannya sudah dalam bentuk paket sembako,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga telah menggelar operasi pasar dengan mengalirkan minyak goreng seharga Rp14 ribu per liter dalam program yang dicanangkan oleh pemerintah pusat bekerja sama dengan pengusaha minyak goreng. Minyak goreng tersebut tersedia di ritel-ritel yang ada di Kalbar, termasuk pedagang tradisional.
“Cuma kondisinya terbatas, dan untuk pemerataan itu, satu konsumen hanya bisa beli satu liter saja,” ucapnya.
Sementara itu, berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan Kalbar per 9 Januari 2022, harga minyak goreng rata-rata di Kalbar sebesar Rp20.193 per liter. Harga tersebut sudah melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Dari aturan tersebut, HET minyak goreng kemasan sederhana dipatok sebesar Rp 11.000 per liter.
Kenaikan harga minyak goreng sudah berlangsung lebih dari dua bulan. Sebagai salah satu bahan pokok yang strategis, kenaikan harga minyak goreng memberikan dampak bagi sebagian orang yang menjalankan usaha. Penjual gorengan salah satunya. Tak sedikit dari mereka yang akhirnya berhenti berjualan karena tingginya harga minyak nabati tersebut.
“Warung kami ini sebenarnya ada jual gorengan. tapi sekarang mana bisa jual, minyak goreng naik bukan main,” ungkap Sahita, pedagang gorengan di Kota Pontianak, Senin (10/1).
Sebelum kenaikan, harga minyak goreng dijual Rp11-13 ribu per liter. “Tapi sekarang minyak timbang Rp21 ribu,” katanya.
Dirinya mengaku tak tahu jika ada minyak goreng yang dijual dengan kemasan yang lebih murah seharga Rp14 ribu per liter yang menjadi program pemerintah saat ini. Namun, bagi pedagang gorengan sepertinya, pembelian minyak goreng yang dibatasi hanya satu kemasan per konsumen tentu tidak begitu membantu.
“Satu liter mana cukup untuk jualan gorengan,” imbuhnya.
Andreas Eko, pemasok minyak goreng curah di Kota Pontianak, mengakui kenaikan harga minyak goreng diakibatkan tingginya harga CPO. Menurutnya, salah satu faktor yang membuat harga CPO melambung adalah program Biodiesel B30 untuk bahan bakar. “Jadi kuota bahan untuk minyak goreng, banyak tersedot ke BBM dan industri. Kebutuhannya sangat besar,” ujarnya.
Data dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalbar, harga CPO periode II Desember 2021 tercatat Rp13.971,73 per kilogram atau naik 33 persen dari periode II Desember 2020 yang sebesar Rp9.288,18 per kilogram. Untuk harga tandan buah segar (TBS) sawit, pada periode tersebut tercatat sekitar Rp 3.200 per kilogram. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2020 sekitar Rp2.000 per kilogram.
Sumbang Inflasi
Sementara itu, pada Desember 2021, terjadi inflasi di Kalimantan Barat sebesar 0,37 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 107,56 pada November 2021 menjadi 107,96 pada Desember 2021. Inflasi terjadi di tiga kota yaitu Pontianak sebesar 0,32 persen dengan IHK sebesar 107,40, Singkawang 0,55 persen dengan IHK 106,75, dan Sintang 0,50 persen dengan IHK 114,37.
Kepala BPS Kalbar, Moh Wahyu Yulianto menyatakan kelompok pengeluaran yang mengalami peningkatan indeks paling tinggi yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,84 persen.
“Beberapa komoditas yang mengalami peningkatan harga pada Desember 2021 adalah cabai rawit, telur ayam ras, minyak goreng, tarif angkutan udara, cabai merah, cumi-cumi, wortel, beras, udang basah, dan jeruk,” katanya. (sti)