PERTUMBUHAN teknologi finansial atau fintech P2P lending di era digital saat ini semakin pesat dan mudah diakses masyarakat yang ingin mendapatkan pinjaman dana. Kemudahan proses layanan membuat fintech P2P lending menjadi alternatif baru sumber dana selain perbankan di Kalimantan Barat (Kalbar).
Di Kalimantan Barat, penyaluran pinjaman fintech P2P lending mengalami pertumbuhan yang tinggi hingga 142 persen secara tahunan (YoY). Tahun 2020 penyaluran kredit di Kalbar tercatat Rp679,56 miliar hingga di akhir 2021 akumulasi penyaluran kreditnya mencapai Rp1,642 triliun, dimana 16,67 persen merupakan sektor produktif, antara lain kepada UMKM.
Diiringi dengan penambahan 163.293 peminjam, dengan rincian 205.043 peminjam pada tahun 2020 dan meningkat pada tahun 2021 menjadi 368.336 peminjam. Sementara di tahun ini akumulasi penyaluran kredit di Kalimantan Barat semakin meningkat hingga Februari 2022.
Diagram: Penyaluran Pinjaman Fintech P2P Lending di Kalimantan Barat (Dalam Triliun Rupiah)

Perkembangan penyaluran fintech P2P lending di Kalbar lebih tinggi dari perkembangannya secara nasional. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri fintech P2P lending mencatatkan akumulasi penyaluran kredit secara nasional mencapai Rp295,85 triliun hingga akhir 2021. Jumlah tersebut meningkat 89 persen dibanding tahun 2020 lalu yang sebesar Rp155,9 triliun. Dimana 43,6 persen disalurkan ke sektor produktif seperti UMKM.
OJK menyebut, penyaluran pinjaman oleh fintech P2P lending ke sektor produktif di Kalbar melonjak meski marak pinjaman online ilegal. Kepala OJK Kalbar, Maulana Yasin mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya dalam memberantas aplikasi pinjol yang ilegal.
“Kami telah melakukan berbagai kebijakan dalam memberantas pinjaman online ilegal salah satunya dengan melakukan cyber patrol, menutup aplikasi dan website pinjol ilegal,” ujarnya kepada Pontianak Post.
Ia menambahkan, OJK selaku lembaga yang diberikan amanat oleh undang-undang sebagai regulator industri jasa keuangan senantiasa selalu memperhatikan dan menjamin kenyamanan serta keamanan masyarakat yang menjadi konsumen dari industri tersebut.
Sampai dengan 2 Maret 2022, total jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending yang berizin di OJK sebanyak 102 perusahaan.
Salah satu yang secara khusus bergerak untuk memberikan pembiayaan kepada UMKM adalah Modal Rakyat. Fintech lending yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sejak Juni 2018 ini sudah menyalurkan pendanaan lebih dari 2,6 triliun kepada lebih dari 3.000 UMKM di seluruh Indonesia hingga akhir 2021, termasuk di Kalimantan Barat.
“Selain proses pengajuan dan pencairan yang cepat, fintech menjadi jawaban bagi kesulitan-kesulitan yang dihadapi UMKM dalam mengajukan pinjaman konvensional. Pengajuan kredit mikro dapat dilakukan tanpa agunan dan kredit UKM bisa menggunakan cek/giro mundur atau fidusia invoice ataupun inventory,” ujar Hendoko Kwik, CEO Modal Rakyat, kepada Pontianak Post.
Adapun konsep Modal Rakyat adalah mempertemukan pendana dengan peminjam (UMKM). Di akhir tahun 2021 Modal Rakyat mengajak total lebih dari 67 ribu pendana individu, 28 pendana institusi, dan 7 mitra strategis. Berdasarkan data statistik Modal Rakyat, sebanyak Rp35 Milyar pendanaan disalurkan oleh para pendana dari Pontianak, Kalimantan Barat.
“Kami melihat adanya potensi di Kalimantan Barat, termasuk Pontianak untuk menggandeng lebih banyak pendana agar terus mendukung penyaluran kredit kepada UMKM di Indonesia,” lanjutnya.
Di Modal Rakyat, UMKM dapat mengajukan pinjaman dari Rp500 ribu hingga Rp 2 miliar dengan tenor mulai 4 hari sampai 2 tahun. Bunga yang ditawarkan berkisar dari 12-30 persen dengan syarat kelengkapan identitas diri sebagai WNI, NPWP pribadi/perusahaan serta memiliki rekening bank. Setelah akun telah terverifikasi, UMKM dapat langsung mengajukan pinjaman melalui platform secara online.
“Layanan peer-to-peer lending merupakan salah satu bentuk inovasi dalam dunia finansial di Indonesia. Hadirnya diharapkan bisa mendorong terbangunnya inklusi keuangan, khususnya dalam mengembangkan kualitas dan produktivitas UMKM di Indonesia,” tutup Hendoko.
Perusahaan fintech P2P lending di Kalbar telah membantu pelaku UMKM yang membutuhkan modal untuk bisnisnya, tak mau kalah dengan industri perbankan konvensional.
Menurut Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016, fintech lending/peer-to-peer lending/ P2P lending adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi.
Tofan Saban, Wakil Ketua Bidang Humas AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) mengatakan, secara umum fintech P2P lending mungkin bisa disebut sama dengan pinjaman digital, atau layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi.
“Ada beberapa jenis pinjaman dalam fintech. Ada yang multiguna, di mana jenis pinjaman ini bersifat cepat, kecil, dan periodenya pendek. Tapi ada juga pinjaman produktif, yang fokus kepada UMKM, dengan nominal lebih besar dari pinjaman multiguna, namun persyaratan harus punya usaha,” jelas Tofan kepada Pontianak Post.
Kehadiran fintech P2P lending dapat membuka akses bagi para pelaku UMKM yang sulit atau bahkan tidak memiliki akses terhadap layanan perbankan atau lembaga keuangan lainnya lantaran sejumlah hal menjadi syarat, seperti usaha harus sudah berdiri, memiliki rekening koran, hingga wajib memiliki agunan atau jaminan.
“Fintech P2P lending menjadi jembatan agar UMKM yang baru berdiri bisa memperoleh alternatif pembiayaan sehingga bankable dan nantinya bisa pindah pembiayaan ke perbankan,” ujarnya.
Fintech P2P menjadi pilihan para pelaku usaha yang baru akan memulai bisnisnya. Apabila usaha tersebut berkembang, dan mampu memenuhi persyaratan dari lembaga keuangan seperti perbankan, maka pelaku usaha ini bisa beralih ke sana untuk mendapatkan pembiayaan yang lebih besar. (sya)